Dengan wajah polos dan mulut terbuka, Honey Clarkson yang menyamar sebagai Axel Clarkson berjalan masuk ke dalam lobi Skylar Labels. Ia menengadah melihat sampai ke atas. Bangunan megah itu memiliki interior modern. Berbagai orang dengan penampilan menarik berlalu lalang di depannya.
Seketika nyali yang tadi sempat menggebu-gebu pada diri Honey langsung menyusut. Ia menelan ludah dan langsung merasa kecil.
"Suratnya?" Honey merogoh tasnya dan ia hampir panik karena takut tak menemukan surat magang tersebut. Setelah beberapa detik, Honey bernapas lega karena surat tersebut di dapatnya. Ia menarik napas lagi dan menelan ludah sekali lagi. Honey tak tahu caranya masuk atau ke mana ia harus pergi.
"Ada banyak pintu ..." gumamnya lagi dan Honey ingin bertanya. Ia berusaha mencegat seseorang namun tak ada yang peduli. Dengan menggigit bibir bawahnya, Honey mulai dilanda kepanikan. Ketika ia berjalan seseorang yang terburu-buru malah tak sengaja menabrak dan hampir membuatnya jatuh. Pria yang menabrak itu cepat menangkap lengan Honey sehingga ia selamat.
"Kamu baik-baik saja? maaf ya aku tidak sengaja!" ucap pria itu pada Honey. Honey mengangguk saja dan menatap pria itu. Pria itu memakai kacamata sama sepertinya. Ia pendek untuk ukuran pria. Bisa dibilang Honey dan pria itu sama tingginya.
"Aku tidak apa-apa. Apa kamu bisa membantuku?" tanya Honey pada pria pendek itu.
"Uhm, memangnya kenapa?"
"Apa kamu bekerja di sini? Aku anak magang, aku tidak tahu kemana harus melapor!" pria tersenyum dan mengangguk.
"Oh, ayo ikut aku. Aku juga bekerja di lantai 3 di sebelah ruang HRD," jawab pria itu dan membuat Honey tersenyum semringah. Ia langsung ingat jika ia tak boleh tersenyum lebar. Ia harus menjadi pria dingin ... dingin. Honey pun mengangguk dan mengikuti pria itu.
Pria kenalan baru Honey itu pun menggesekkan kartunya agar sebuah pembatas terbuka sehingga bisa masuk ke dalam. Honey lantas dibawa melewati Hall of Fame, sebuah ruangan dengan galeri foto dan prestasi yang diraih oleh Skylar selama diindustri musik.
Di dinding itu terdapat semua foto artis besutan Skylar Labels beserta album musik dan film yang membuatnya terkenal. Honey benar-benar terkesima dengan ruangan yang dilewatinya. Bangunan Skylar Labels itu seperti galeri seni dan museum, benar-benar memanjakan mata. Sampai Honey berhenti pada salah satu foto yang cukup besar yaitu album terbaik dengan penjualan quadrouple platinum milik The Midas.
Kening Honey mengernyit saat melihat foto poster album musik tersebut. Wajah The Midas ditutupi dengan cat hitam tebal yang sengaja dituangkan di sebelah wajahnya dan ia memakai hoodie. Kesan misterius namun seksi terpancar dari foto itu. Meski hanya separuh wajah tapi Honey merasa ia pernah melihat pria itu.
"Kenapa berhenti?" Honey tersentak dan menoleh ke samping. Ia menggeleng dengan cepat. Pria pendek itu menoleh pada foto The Midas.
"Oh, dia bos kita, pemilik Skylar. Namanya The Midas." Honey membulatkan mulut dan mengangguk.
"Ayo!" ajaknya lagi dan Honey mengangguk lagi dan melirik untuk terakhir kali pada foto The Midas sebelum mengikuti pria pendek itu lagi. Mereka akhirnya tiba di lift untuk staf dan mengantre masuk.
"Oh iya, namaku Scott Durwin!" ucap pria itu menyalami Honey.
"Aku Hon ... Axel Clarkson!" ucap Honey lalu mendehem dan berjabat tangan. Honey mengutuki dirinya sendiri. Belum apa-apa ia sudah hampir membuat kesalahan fatal.
"Apa kamu bawa surat magangnya?" Honey mengangguk.
"Ayo!" Scott pun mengajak Honey untuk keluar dari lift. Suasana kantor dengan suasana sangat modern langsung membuat Honet membulatkan mulutnya. Staf di sana sebagian besar berpakaian kasual namun tetap sangat modis. Wangi ruangannya saja sudah beda. Terdengar sayup-sayup musik yang terdengar untuk menemani staf bekerja.
Tak ada penyekat di setiap meja para staf. Lalu di sekitarnya ada beberapa ruang dengan dinding sepenuhnya kaca. Beberapa lampu hias ikut membuat suasana jadi nyaman untuk bekerja.
"Ayo aku antarkan ke ruang HRD!" Honey tersentak lagi dan mengangguk. Ia sangat senang. Ini tempat bekerja impiannya. Suasananya begitu menyenangkan, dan ia sangat suka wangi ruangannya. Tidak menyengat bahkan seperti aroma terapi yang menenangkan dan akan membuat seseorang betah.
"Semoga berhasil!" ucap Scott tersenyum dan memperbaiki kacamatanya.
"Ruanganmu di mana?" tanya Honey ikut tersenyum.
"Itu ..." ia menunjuk ruang perekaman. Mata Honey membesar.
"Apa kamu seorang produser?" Scott menggeleng dengan polos.
"Bukan, aku hanya asisten teknisi rekaman." Mulut Honey membulat dan mengangguk. Scott pun tersenyum sekali lagi dan berbalik untuk berjalan masuk ke dalam ruangannya. Honey yang sudah berdiri di depan pintu kantor HRD lalu membuka pintu dan masuk ke dalam. Honey mendehem lagi. Ia harus bersuara seperti Axel.
"Selamat pagi, apa aku bisa bertemu dengan manajer HRD?" tanya Honey hati-hati pada seorang staf.
"Dia belum datang. Kamu siapa?"
"Uhm, aku ... ini suratku!" Honey lantas memberikan surat penugasan magang itu pada staf tersebut dan staf itu mengangguk. Ia pun merogoh laci dan memberikan badge pengenal pengunjung untuk Honey.
"Nyonya Mills belum datang. Sebaiknya kamu tempelkan badge itu dan mulai membereskan ruang kerja The Midas!" perintah staf tersebut pada Honey. Honey mengernyitkan keningnya.
"Uh, maaf. Aku bukan magang sebagai pertugas kebersihan," ujar Honey dengan polosnya. Staf itu jadi mendelik kesal pada Honey.
"Apa kamu tidak menerima email tentang job description mu?" Honey mengangguk pelan.
"Kalau begitu lakukan tugasmu dengan segera sebelum The Midas masuk dan dia marah karena meja kerjanya berantakan!" sahut staf itu jadi membentak Honey. Jantung Honey rasanya mau copot. Ia tak pernah dimarahi seperti itu terlebih di hari pertama bekerja.
"Tapi aku harus melapor dulu!" Honey bersikeras. Staf itu langsung mengibaskan surat itu di depan Honey.
"Kamu sudah melapor padaku. Sekarang lakukan tugasmu!" Honey tak bisa berbuat apa pun. Ia terpaksa keluar ruangan bermodalkan sebuah tanda pengenal pengunjung dan tas selempang. Padahal ia sudah memakai jas dan dasi tapi mengapa Honey malah disuruh membereskan sebuah ruangan.
Honey pun terpaksa bertanya pada staf yang lewat di manakah ruangan kerja The Midas. Seseorang kemudian menunjuk dan Honey pun mendekati ruangan itu. Ia masuk dan tak menemukan siapa pun di sana. Bos besar bernama The Midas itu ternyata belum datang.
Honey pun meletakkan tasnya di salah satu sofa lalu mendekat pada meja kerja besar di depan dinding kaca raksasa yang memisahkan dengan dunia luar.
"Wah ruangan ini besar sekali. bagaimana cara aku bisa membereskannya?" gumam Honey melihat ke segala arah. Di atas meja besar itu beberapa kertas tampak tak rapi. Oleh karena Honey disuruh untuk merapikan, ia mengira boleh merapikan semua hal dan menyimpannya. Dengan cekatan ia merapikan kertas-kertas nada dan beberapa catatan lalu dimasukkan ke dalam laci.
Setelah rapi dan beres, Honey tersenyum dan merapikan beberapa hal yang lain. Ia baru keluar sekitar 15 menit kemudian dan kembali ke ruang HRD. Ternyata manajer yang dimaksud sudah datang. Honey pun melaporkan diri sebagai Axel Clarkson.
Manajer itu lantas memberikan rincian tugas yang akan dikerjakan oleh Honey sebagai asisten pribadi, The Midas. Honey sampai terperangah.
"Tunggu dulu Anda bilang aku akan menjadi PA!"
"Benar, kamu akan bertugas sebagai PA The Midas! Ayo ikut aku!" manajer itu mengajak Honey yang masih terperangah tak tahu apa-apa. Pantas saja ia disuruh membereskan ruangan itu tadi.
Begitu mereka mendekat, terdengar suara ribut di dalam ruangan The Midas. Manajer itu sempat menoleh ke belakang melihat Honey dan mengernyit. Honey yang polos diam saja dan tak mengerti. Manajer itu membuka pintu dan langsung terdengar bentakan The Midas pada seorang staf yang bertugas membersihkan ruangannya.
"Maaf Pak, ada apa ini?" tanya manajer HRD itu pada Rei. Rei benar-benar marah dan kesal. Ia mengamuk karena kertas-kertas pekerjaannya kini menghilang.
"Sekarang pecat dia. Dasar tidak becus bekerja!" tunjuk Rei semena-mena pekerja yang sudah menangis karena dituduh tapi ia tak tahu apa-apa. Rei terengah kesal dan berbalik ke arah dinding kaca di belakangnya.
"Sungguh Pak, bukan aku yang membuang kertas itu!" aku pegawai itu sambil menangis.
"Pergi dari sini!" usir Rei dengan nada kejam dan masih marah. Manajer itu lantas maju dan meminta staf itu untuk mundur sesaat.
"Pak, biar dicari dahulu. Mungkin kertas itu jatuh atau tersimpan di tempat lain," ujar manajer tersebut.
"Apa yang dimaksud adalah kertas pekerjaan di atas meja?" sahut Honey memotong. Manajer itu lalu berbalik menoleh pada Honey dan mengangguk.
"Maaf, tadi aku yang disuruh untuk membereskan ruangan ini jadi aku mengumpulkan kertas itu dan menyimpannya di dalam laci," jawab Honey membuat Rei berbalik. Ia langsung menunduk dan membuka laci meja lalu kertas yang dimaksud itu ada di sana semua. Dengan kesal, Rei menutup laci seperti membanting. Ia berjalan keluar dari posisinya dan kini berdiri di depan meja.
"Siapa yang sudah berani masuk dan membereskan milikku tanpa ijin?" hardik Rei melihat pada dua orang di ruangannya. Satu orang lagi bersembunyi di balik tubuh manajer HRD karena ketakutan.
"Pak, perkenalkan ... ini adalah asisten barumu, Axel Clarkson!" manajer itu langsung menarik pergelangan tangan Honey dan membawanya pada Rei. Mata Honey langsung terbelalak saat menengadah pada sosok tinggi di depannya. Sedangkan kening Rei langsung mengernyit. Pria itu kan?