Sejak kejadian kemarin, Natasha memutuskan untuk berhenti sejenak. Meski harus dipecat sekalipun, Natasha akan tetap memilih mengambil cuti, dia menang anak kecil yang menyukai Raga. Lagipula dia tidak kalau Raga sudah 25 tahun sementara dia baru 17 tahun, dia tidak tau Raga akan sedewasa itu dengan wajah tampan dan kulit awet muda.
"Kenapa dia bilang aku?"
"Ah, sial tante sialan itu!"
Natasha menghela napas keras, dia menyumpah serapahi wanita yang menempel dan terus mengatai dirinya itu, dibilang anak kecil mengincar seseorang yang memiliki uang banyak dan dia bilang apa?! Menjual dirinya?
"Wah," Natasha terus menghela napasnya sepanjang perjalanan masuk ke area sekolahan. Tanpa menyadari banyak yang memperhatikannya.
Ada seseorang yang mendadak mendekat kearah Natasha, menyenggol nya sambil berbicara.
"Nat, apa kamu udah lihat yang ada di platform sekolah,"
"Ada apa?"
"Lihat saja," sahutnya kemudian langsung pergi.
Natasha memberhentikan langkahnya sejenak, tepat di tengah lapangan, dia harusnya tau bukan itu tempat yang pantas untuk membuka platform sekolah ketika dia seharusnya tau sedang menjadi pusat perhatian.
Natasha melihat vidionya, saat sedang dikata-katain oleh, wanita itu? Dan kenapa dia menangis disana.
"Sial, dia mendapat angle yang pas,"
Saat Natasha memutuskan untuk berjalan satu langkah, dadi lantai dua anak anak yang berkumpul langsung melemparkan telur, tepung, dan tomat busuk padanya, dan itu benar-benar tepat sasaran.
Dan satu lagi, Ema. Dia melempar tomat busuk tepat di depan Natasha, dengan sambutan dari tepung yang langsung mengenai sekujur rl tubuh bagian depannya.
"Sebenarnya kalian ada apa sih," gumam Natasha.
Dia sudah lelah, tidak marah. Dia hanya lelah dengan permainan kekanakan ini, apa sekarang dia sedang di bully? Apa dirinya harus menangis sekarang? Apa dirinya harus menjerit meminta kesetaraan? Dia sadar bahwa orang tuanya korupsi, dia sadar bahwa perusahaan ayahnya bangkrut dan membuat dia jatuh miskin, dia sadar bahwa semuanya menang benar-benar buruk hidup tanpa kedua orang tua. Tetapi, apa Natasha mau memilki kehidupan seperti itu? Tidak, dia tidak mau sama sekali. Tidak terpikirkan olehnya hidup seperti ini, sama sekali tidak ada.
Sepanjang hari Natasha habiskan untuk mencari pekerjaan dan mencari uang, itu juga tidak ada dalam keinginannya. Sama sekali.
"Ada masalah apa kamu sama aku, Ema?" tanya Natasha. Wajahnya terangkat menatap Ema lebih dalam, gadis yang dulu temannya ini tidak jauh dari kata penakut dan dia juga bukan seseorang yang berani untuk melakukan hal itu. Sempat terkejut.
"Lo gak sadar kalau lo sekarang jadi pusat perhatian? Lo mau perhatian bukan kayak biasa?" sahur Ema.
Natasha tertawa merendahkan, entah itu menjadi tawa khasnya sedari dulu.
"Bukan kamu yang lagi jadi pusat perhatian? Mereka nungguin kamu mau beraksi apa sama aku," ucap Natasha.
Dia masih bisa mengambil alih suasana karena itu adalah keahliannya, Natasha bukan sosok yang mudah untuk di intimidasi seperti ini.
"Lo bau amis," sahur Ema.
Natasha mengarahkan tatapannya ke lantai dua, pada segerombolan anak kelas 12 dan tampaknya ada beberapa anak kelas 11 yang ikut dalam acara mendebarkan itu. Pembullyan dirinya, entah dimana guru yang bertugas, kenapa mereka tidak tau ada keributan disini.
"LEMPAR AJA DIA LAGI!" teriak seseorang di atas.
Natasha tau itu Vira dari kelas 12 MIPA 3 gadis yang sempat patah hati karena kekasihnya lebih menyukai Natasha.
Disana Natasha tersenyum miring, mereka adalah orang lemah yang bersatu.
Telur, tomat busuk, dan ada juga yang melempar kaus kaki, dan barang-barang menjijikan ke arah Natasha. Dan Natasha mencoba untuk menghiraukan itu, saat hampir sampai di lorong, ada lagi yang melemparkan air, tepung, dan tomat busuk. Lagi dan lagi sampai Natasha merasa dia benar-benar tebal akan terigu sekarang.
"MAKANYA JADI ANAK TUKANG KORUPSI CARI KERJA YANG HALAL, UDAH TAU ORANG TUA LO KORUPSI, MASA ANAKNYA MAU KERJA JUAL DIRI?! HAHAHAHA," sekolahnya sekarang berubah menjadi stadion.
Tiba-tiba saja ada seseorang yang berlari kemudain menyampirkan jaket besar nya ke tubuh Natasha, dari aroma tubuhnya, Natasha tau itu siapa.
"Jeno?" gumamnya.
"Hem, kenapa gak menyingkir?"
Natasha tersenyum, "Makasih,"
Jeno tidak menjawab.
Jeno, teman sekelas Natasha yang dekat dengan gadis itu, sangat dekat.
Jeno membalikkan tubuhnya menatap Ema tajam, "Gue tunggu lo buat beresin semua ini," dan dia adalah ketua eskul pecinta alam, dia sangat bersih dan tidak menyukai lingkungan kotor. Orang tuanya tidak bekerja tetapi memiliki harta melimpah yang tidak akan habis meski sudah memiliki tujuh turunan. Dia Jeno.
"Lo bersihin ini dulu di kamar mandi, gue beli seragam di koperasi," saran Jeno.
Natasha mengangguk, "Uangnya gue gan—"
"Natasha, lo kayak sama siapa aja, plis okey?"
Natasha tidak menjawab.
Bagi dirinya, Jeno adalah seseorang yang selalu dia abaikan tetapi yang selalu ada untuknya, pria pertama yang akan mendengar keluh kesahnya dan Natasha juga akan spontan datang pada Jeno saat kesulitan, itu sudha menjadi kebiasaannya. Tetapi saat Natasha tau keluarganya bangkrut, Natasha mencoba untuk tidak mencari Jeno.
***
Jeno mengantarnya tepat di depan pintu kamar mandi perempuan, dan dia pamit ke ruang koperasi. Khawatir akan ada pembullyan lagi, Jeno menyuruh Natasha mengunci pintunya dan jangan membuka sebelum dia kembali. Natasha mengiayakan saja permintaan itu.
***
"Seragam ukuran Natasha, tolong, satu paket," Jeno membuka pintu koperasi dan langsunh mengucapkan hal tersebut.
"Natasha Aluna?" tanya penjaga koperasi.
Jeno mengangguk, "Sekalian kaos kaki dan sepatu," pintanya.
Jeno memberikan kartu Identitas siswa miliknya dan itu akan di scan kemudian tagihannya akan masuk ke dalam rekening Jeno, milik Jeno.
"Thanks, by the way gue mau lapor kasus pembullyan anak kelas MIPA 1, pemimpinnya Ema,"
"Ada pembullyan?" tanya penjaga koperasi itu terkejut.
Benar bukan sekolahnya memang elite tetapi tidak ada pergaulan bersama.
"Catat saja, nanti kalau perlu wawancara bisa panggil gue, Jeno Sanjaya 12 MIPA 1," setelah berkata itu, Jeno berlari menuju kamar mandi lagi dan memberikan pakaian itu pada Natasha.
Berbeda dengan Jeno yang panik, di hadapan Jeno, Natasha menjadi gadis yang tegar.
"Lo gak apa-apa?" tanya Jeno saat Natasha ke luar dari ruang ganti.
Natasha menggeleng, "Gak apa apa, lagian gue udah siapin semua mental gue buat hari ini,"
"Tapi Nat, lo tau ini over keterlaluan," ucap Jeno.
Natasha mengangguk, "Telornya kena muka gue, di lempar dari lantai dua kan, kenceng banget."
Jeno melihat kulit wajah Natasha, beberapa ada yang tergores dan ada juga yang lebam.
"Kita ke UKS sekarang,"
Natasha tersenyum dan mengangguk, Beruntung Jeno tidak lelah dengan dirinya,