Natasha butuh waktu untuk tidak kembali pada Raga, lagian sudah dibilang dari awal bagaimana bisa dia menyukai pria itu?
Kepalanya dia sandarkan di tembok kamarnya, dia menerawang jauh saat pertama kali bertemu dengan Raga di salah satu jalan sepi itu. Terasa begitu cepat jika Natasha sekarang bisa menyukainya, dia terlalu munafik untuk tidak menyukai Athala yang wajahnya saja sudah jelas-jelas tampan.
"Wajar saja, dia laki-laki dan aku perempuan. Dia tampan dan sempurna, perhatian, bagaimana bisa ada gadis yang tidak suka dengannya?" gumam Natasha, dia merasa tidak bersalah karena malah menjadi suka pada Raga karena pria itu tampan.
"Ya, menyakiti seseorang karena ketampanannya tidak akan bertahan lama jika sudah bertemu yang lebih tampan lagi," Natasha menyetujui pemikiran itu, dia akan bertemu dengan pria yang lebih tampan, setelah nya dia pasti akan melupakan Raga dan bisa menjalani kehidupannya yang baru.
Mendadak Natasha terpikirkan tentang Jeno, pria itu sudah menemaninya hampir tiga tahun bersekolah dan Jeno adalah yang tidak meninggalkan dia meski sudah tau bahwa orang tuanya meninggal dan dia hidup jatuh miskin serta dikejar oleh banyak rentenir mengenai korupsi yang dilakukan kedua orangtuanya. Jeno adalah yang tidak menjauhinya, inti dari Jeno adalah itu, dia setia pada orang lain.
"Jangan sampai Jeno bilang dia suka aku," gumamnya, tidak mungkin jika dia dan Jeno akan mengalami masa friendzone. Tidak bisa jika nanti Jeno akan memutuskan untuk berhenti menyukainya dan berhenti untuk berteman dengannya, tidak terbayangkan bagaimana jika memang benar hal tersebut terjadi.
"Nggak, Jeno mah gak usah punya pacar juga bisa, dia udah kaya. Punya pacar itu nyusahin apalagi pacarnya kayak aku," ucap Natasha menyangkal pemikirannya sekarang.
Natasha menatap jam dinding yang terus berbunyi, terdengar nyaring karena wilayah sekitar yang sepi. Sudah menunjukkan pukul dua belas kurang delapan malam, Natasha tidak bisa tidur karena tadi siang dia tidur sebentar dan berkahir sekarang tidak bisa tidur. Tidak banyak yang bisa dia lakukan disini, selain merebahkan diri saja.
Mendadak Natasha berjalan ke arah lemari pendingin, dia membuka pintunya. Lemari pendingin nya mendadak menjadi penuh alasannya adalah Jeno yang berkata akan lebih sering kesini karena mereka berdua akan membuka usaha bersama, jadi Jeno membeli banyak barang agar dia tidak kelaparan berada di rumah Natasha. Sedangkan Natasha paham kalau Jeno hanya memberikan alasan agar pria itu bisa melihatnya makan dengan nyaman dan enak.
"Jeno emang sweet, tapi kalau Jeno dapet cewek modelan kayak aku, kasian deh Jeno," pikiran fandomnya berputar lagi, dia tidak akan pernah menyangka jika Jeno akan menyukainya meskipun itu tidak benar.
***
Natasha merebahkan dirinya lagi, dia berusaha untuk tidur tetapi tetap tidak bisa. Jika tidak bisa tidur biasanya otak nya akan melakukan kilas balik, karena yang dia pikirkan dari tadi adalah Jeno, satu nama yang berterbangan di pikirannya ya adalah Lee Jeno.
"Dia keliatan seperti bodyguard," gumam Natasha mengingat kejadian dimana Jeno menemaninya.
Dahulu ketika Natasha masih menjadi orang kaya, dia selalu bermain dengan Ema dan Jeno kadang-kadang kalau memang pria itu mau dan memiliki waktu, saat bermain dengan Jeno, Natasha selalu berjalan di depan dan Jeno serta Ema yang berjalan di belakangnya. Natasha tau kenapa Ema memilih berjalan di belakang, itu karena Ema menyukai Jeno. Mungkin karena itu juga alasan Ema membully dirinya tempo hari lalu.
Saat sedang berkhayal melakukan kilas balik itu, ponselnya berbunyi.
"Siapa yang nelpon malam malam gini?" ucapnya bertanya, kemudian dia bangkit dan mengambil ponsel yang dia letakan di atas kulkas. Sudah kebiasaan.
"Jeno?" gumam Natasha.
"Kebetulan banget," ucapnya sembari tertawa pelan.
Dia menekan ikon jawab untuk menjawab telpon dari Jeno, "Hallo!" sapa Natasha dengan semangat.
Jeno di sama tertawa, 'Udah malem lo gak tidur?' tanyanya.
Natasha menatap jam digital ponselnya, "Belum, kenapa?"
'Nat, besok gue ada birthday party. Lo mau ikut ngga?'
Natasha mengernyit, "Mendadak banget," ucapnya.
Jeno berdehem setuju, 'Papah yang bilang, papah bilang gak bisa datang dan minta gue buat gantiin' ucapnya.
Natasha bergumam, "Jam berapa?" tanyanya.
'Garden party sekitar jam lima sore sampai malem kayaknya, tapi kalau lo gak nyaman dan mau sampe sore atau langsung balik juga kenapa-napa'
Natasha menyetujui itu, "Dresscode nya?" tanya Natasha, dia akan memilih pakaian yang pas dipakai di garden party itu.
'Kalau gak salah Mint white'
Wah, selera yang bagus.
'Lo gak usah siapin baju, nanti gue udah kirim baju ke lo beberapa jam lalu. Mungkin besok bakal sampe'
Natasha sudah merasa seperti kekasihnya Jeno sekarang.
"Iya, udah ah mau tidur gue. Lo tidur juga, jangan ngegame, gila aja tengah malem ngegame," Jeno tertawa dan bilang bahwa dia juga akan tidur, mengucapkan selamat malam dengan Natasha kemudain panggilan berakhir.
***
Pagi menjelang, Natasha mendapatkan paket berupa pakaian itu di depan rumahnya. Jeno bilang dia memang menyuruh kurir untuk menaruh nya disana jika orangnya tidak ada di rumah atau belum keluar.
Natasha langsung mencobanya, pilih Jeno memang tidak pernah gagal. Seleranya sangat bagus dan Jeno masih hapal ukuran bajunya. Disana dia menemukan satu lembar amplop berisi surat.
Raga's Party.
Natasha mengernyit, "Raga?" alisnya bertaut. Tidak mungkin Raga yang dia kenal pastinya, mungkin Raga teman perusahaan papahnya Jeno.
'Jangan lupa membawa ini jika datang' itu tulisan yang tertera disana.
Natasha akan bersiap terlebih dahulu dan membereskan rumahnya sebelum pergi, dia juga akan dijemput oleh Jeno jam dua siang karena mereka berdua akan pergi ke salon untuk penataan rambut dan kegiatan lainnya. Jeno bilang ini adalah keluarga yang berpengaruh dengan papahnya. Yang tidak memungkinkan bagi Jeno berpakaian seadanya seperti biasa.
***
Jam dua sudah datang, Natasha memakai cardigan berwarna putih dengan rok pendek nya. Jeno sudah berada di bawah dan dia juga tergesa untuk turun.
"Hai!" teriak Natasha saat melihat wajah Jeno.
"Padahal belum ke salon tapi lo udah cantik,"
Natasha memperagakan gerakan akan mengeluarkan isi perutnya, kemudian dia tertawa.
"Gombalnya kayak jamet," sahut Natasha dengan nada bercanda.
"Gak kenapa-napa nih gue yang lo ajak?" tanya Natasha.
"Biasanya juga gue ngajak lo kan?"
Natasha mengangguk, memang Jeno selalu mengajaknya jika berkaitan dengan Party. Tetapi situasinya berbeda sekarang, biasanya Natasha akan senang dan antusias, dia bisa memilih pakaian berjam-jam di walk in closet nya. Tapi sekarang bahkan lemarinya tidak lebih besar untuk menyimpan beberapa potong pakaian dress.
"Mau lo kaya atau kayak sekarang, kalau udah kebiasan itu bakal susah ilangnya. So, enjoy aja kayak biasa,"