Natasha menyiapkan dirinya untuk hari pertama awal masuk kerja, dia sudah berpakaian sangat rapih entah untuk berkencan bertemu dengan Raga atau untuk bekerja?
"Sambil menyelam, dua tiga pulau terlampaui," gumamnya. Peribahasa yang bercampur.
"Oke, berangkat!" sahutnya.
Dia sudah memesan ojek yang kemarin Raga bilang selalu lewat didepan kosan miliknya, mungkin itu akan menjadi langganan? Tidak mungkin Natasha meminta Raga untuk menjemput seperti biasanya meski terkadang Natasha pernah merasa tidak tau diri karena terus saja membuat Raga menjemputnya.
Dia sudah berada di depan kosannya menurut Ojek yang dipesan olehnya datang, tetapi yang datang malah?
"Gara?" gumamnya.
Gara, ya pria itu melambaikan tangan dari dalam.
"HALO!" ucapnya setengah berteriak memanggil Natasha.
Natasha mendekat, dia menundukkan tubuhnya untuk melihat Gara yang berada di dalam mobil.
"Mau nebeng?"
"Apa rumah kalian ada di sekitar sini?" tanya Natasha.
Gara menatap ke atas, "Mungkin, itu yang dikatakan Raga. Jadi ayo, aku juga akan pergi ke sana,"
"Apa boleh?"
Gara menggangguk, "Boleh, lagipula menghindari pemborosan," sahutnya dengan tawa. Gara sangat berbeda dengan Raga, senyumnya. Entah kenapa mereka memiliki wajah serupa namun senyumnya terlihat sangat berbeda menurut Natasha.
Setelah berpikir untuk benar-benar menumpang agar sampai ke tempat kerjaannya, Natasha masuk ke dalam mobil duduk di samping kiri Gara. Tidak buruk untuk menjalin hubungan pertemanan dengan pria itu, tampaknya ya Gara juga memiliki selera humor yang sama dengan dirinya. Berbeda dengan Raga yang terlalu serius dan terkesan dewasa.
"Hari ini kamu rapih banget,"
Natasha memperhatikan dirinya sendiri.
"By the way gak apa-apa kan kalau pakai bahasa informal?"
Natasha mengangguk, meski terlihat Gara adalah tipe yang sama dengan dirinya. Natasha rasa dia tidak nyaman dan canggung karena berada dia sekitar seseorang yang baru dia kenal. Natasha tidak nyaman.
"Gak nyaman ya?"
Natasha menengok ke arah Gara, ternyata kepekaan pria itu jauh berbeda dengan tingkat kepekaan milk Raga.
Natasha mengangguk, "Sedikit," sahutnya disertai ringisan pelan. Gara menganggukkan kepalanya maklum, jarang juga dia mendekati seorang gadis karena disana pun dia sibuk dengan belajar dan tidak ada banyak waktu untuk berkencan atau bermain, dia hanya belajar dan belajar saja. Saat ini pun dia merasa canggung, terlebih saat Raga menyuruhnya untuk menjemput Natasha, tidak lebih dari menyuruh karena jadwal sibuk miliknya. Raga memang semenyebalkan itu sebenarnya.
***
Keduanya sampai di depan gedung, ini pertama kali bagi Natasha, karena gedung yang didatangi keduanya adalah gedung utama sementara kemarin adalah gedung untuk pengambilam gambar, sejenis itu.
"Apa Raga juga ada disini?" tanya Natasha pada Gara.
Gara mengangguk, "Dia berangkat lebih pagi untuk menyiapkan rapat, dan beberapa berkas yang dia butuhkan," jawabnya.
Mendadak Natasha menunjuk dirinya sendiri, bukankah itu tugasnya? Lalu kenapa Raga menyiapkan itu sendiri, kenapa dia tidak menyuruh dirinya saja? Apa Raga takut Natasha tidak becus dalam pekerjaannya?
"Bukan, dia kayaknya apa emang itu pribadi dan menyangkut perusahaan, jadi dia belum bisa kasih kepercayaan begitu saja kepada orang lain," sela Gara merasa tidak enak.
Natasha membulatkan matanya, "Eh, gak apa-apa, aku cuman agak, ngerasa gak enak aja," sahutnya. Gara mengangguk.
Kemudian, keduanya berjalan untuk masuk ke dalam. Saat masuk di dalam lobi, Gara dan Natasha menemukan Raga sedang berbincang dengan seorang gadis, tampan lebih muda darinya. Sementara itu Natasha tidak memperhatikan Raga, berbeda dengan Gara yang sudah berjalan di depan Natasha.
"Nat," panggilnya.
Natasha menengok, "Eh, iya," dia berjalan mengejar Gara.
Sekarang pertanyaan berjalan keluar berkeliaran di kepala Natasha mengenai siapa lagi gadis itu dan dimana dia pernah bertemu gadis itu, punggungnya saja terlihat familiar.
"Em, Gara, kamu tau dia siapa?" tanya Natasha.
Gara menengok, "Dia, siapa?" tanya Gara balik.
"Itu, cewek yang tadi ngobrol sama Raga,"
Gara menggeleng, "Mungkin asisten atau pekerja disini," sahutnya terlihat tidak perduli. Apa yang Gara perdulikan hanyalah pekerjaannya. Bekerja, selesai, pulang.
Natasha membulatkan bibirnya dan mengangguk, mungkin memang itu privasinya Raga. Dia mencoba untuk tidak memikirkannya lagi.
"Kamu masuk ke ruangan itu, dan aku bakal masuk ke ruangan ini," arah Gara. Narasha hanya mengangguk dan berucap terimakasih sebelum pergi ke ruangan yang Gara tunjuk tadi.
***
"Nat, hari ini bakal ada rapat, jadi aku bakal pergi Rapat dulu dan nanti sekitar satu jam bakal balik lagi kesini. Kamu bisa nunggu atau pergi ke kantin dulu," Natasha mengangguk dan tersenyum saja.
Saat Raga hendak keluar ruangan dengan berkas yang ada di tangannya, seorang gadis datang dan langsung menubruk Raga, memeluknya. Itu membuat Raga dan Natasha langsung terkejut, bahkan tanpa sadar Natasha membelalakan matanya seakan-akan itu perbuatan tidak benar. Tapi anehnya, Raga tidak melepaskan pelukan itu.
Merasa seperti dering harus memisahkan diri dari ruangan, Natasha menghela napasnya, ada bagian dalam dirinya yang merasa sakit.
"S-saya izin ke kantin, pak," pamit Natasha tenang. Benar, mereka punya privasi dan Natasha tidak berhak mengaturnya.
"Kamu disini saja, biar saya yang keluar,"
Natasha diam, bukan itu jawaban yang dia inginkan. Dia menginginkan Raga menghentikan ini dan menjelaskan padanya. Lagi-lagi memang dia siapa?
"Hanin, kita bicara di luar,"
Raga menutup pintunya.
Apa sesulit itu untuk menjelaskan semua ini? Apa memang seorang atasan tidak bisa bertingkah profesional? Papahnya dulu tidak pernah mengumbar kemesraan di depan khalayak, atau mungkin dia tidak tau?
"Kehidupan kantor macam apa," gumamnya.
Dia bukan tokoh utama dalam kisah hidup Raga, dia hanya korban yang beruntung saja menemukan pria yang mau menolongnya sampai mengizinkan dia bekerja di tempat pria itu. Bagaimana bisa dia berharap lebih?
"Ah, aku gak bisa kayak gini terus, ini membosankan," erangnya. Baru hari kedua, dia pikir bekerja dengan Raga adalah hal yang menyenangkan. Karena mereka berdua merasa sudah saling kenal, atau ralat? Natasha yang menganggap seperti itu sementara Raga tidak? Sebenarnya ada apa dengan dirinya?
Natasha mengangkat bahunya, dia bergerak keluar memilih untuk pergi ke kantin, dia bisa mencari letaknya.
"Mungkin saja ada di lantai baw—"
"Aku udah bilang kalau kedua orang tua aku udah menjodohkan dia dengan aku, aku gak tau apa-apa, Ga. Sumpah Demi apapun, aku gak tau dan aku juga baru deket sama dia!"
Natasha tidak menguping, dia tidak SENGAJA mendengar.
"Saya juga sudah bilang bukan? Saya gak masalah kalau kamu memutuskan untuk mengakhiri hubungan ini, lagipula saya rasa kamu terlalu sibuk dan saya pun begitu,"
"Tapi, Ga—"
Keduanya menatap ke arah Natasha, sial Natasha lupa pintunya bisa dibuka menjadi dua arah.
Natasha menatap ke kanan dan ke kiri gerakan Refleknya seperti itu.
"So-sorry, gak tau kalau kalian masih ada disini,"
Seseorang mengambil foto keadaan ambigu itu.