Happy reading!
5 missed call by Rafa
"Rafa nelfon gue ada apa?" ucap Mera dalam hati dan memilih untuk menelfon Rafa.
"Halo Mer. Kemana aja lo, gue telfonin juga dari tadi."
"Ya maap hp nya gue silent jadi enggak tau kalo lo nelfon. Emang kenapa?"
"Gapapa si."
"Lah terus lo ngap-"
Tut tut tut
Belum selesai Mera berbicara, panggilan itu sudah dimatikan secara sepihak oleh Rafa.
"Dasar orang aneh," gumam Mera.
Baru saja Mera meletakkan handphone nya, namun tiba-tiba handphone Mera berbunyi. Sehingga mau tidak mau Mera harus mengambil handphone nya.
Ternyata yang menelfonnya adalah Bagas.
"Halo Kak, ada apa?"
"Gue mau ngasih tau lo buat bikin proposal acara 17-an. Bisa gak?"
"Iya bisa kok."
"Ya udah kalo semisal udah selesai, lo langsung kirim ke email gue aja ya."
"Oke Kak."
"Makasih ya."
Tut tut tut
Mera mengangguk meski tau bahwa Bagas pasti tidak melihat itu. Panggilan pun terputus.
Mera pun menyimpan handphone miliknya dan bergegas untuk membersihkan dirinya.
---
Pukul 02.24.
Lagi-lagi Mera terbangun dikarenakan mimpi sialan itu. Ia selalu ingin tidur dengan tenang dan nyenyak. Bukan dengan mimpi mengerikan itu. Mera tidak pernah puas-puasnya berdoa agar dia bisa tidur dengan nyenyak tanpa mimpi yang sama sekali tidak ia inginkan.
Akhirnya Mera pun mencoba untuk tidur kembali. Namun, ia tidak bisa tidur kembali hingga matahari terbit. Dengan langkah gontai ia bergegas menuju kamar mandi.
Setelah Mera rapi dengan balutan seragamnya, ia segera berangkat menuju ke sekolah. Hari ini ia berniat akan berangkat sekolah dengan naik bis. Sehingga Mera harus berjalan terlebih dahulu menuju halte bis, tidak terlalu jauh dari rumahnya.
Setelah sampai di halte bis, Mera duduk di sana. Halte bis terlihat sepi, hanya ada 3 orang dan 4 dengan Mera. Tiba-tiba ada seseorang yang duduk di sebelah Mera, ia mengenakan jaket dan tudungnya sehingga Mera tidak bisa melihat siapa dia. Ditambah sedari tadi ia menunduk terus.
Mera hanya acuh dan menunggu bis sambil mengayun-ayunkan kakinya ke depan dan ke belakang.
Mera melihat ada pergerakan dari orang yang duduk di sampingnya itu. Ternyata orang itu bergeser mendekat ke arah Mera. Mera hanya menatap orang tersebut dengan heran dan bergeser agar tidak terlalu dekat dengan orang itu. Namun saat Mera bergeser, orang tersebut juga ikut bergeser. Mera pun geram.
"Ih lo kenapa sih geser geser mulu?" tanya Mera pada orang tersebut. Namun orang itu tetap saja menunduk.
"Heloo lo denger gak sih?" tanya Mera lagi sambil melambai-lambaikan tangannya di depan orang itu.
Tiba-tiba tangan Mera dipegang oleh orang itu. Mera terkejut bukan main. Ia pun bersiap untuk berteriak. Namun, orang itu membuka tudung jaketnya dan melarang Mera untuk berteriak.
"Gak usah teriak," ucap orang itu dan melepaskan tangan Mera.
"Ih Yogaaa. Ngeselin banget sih, gue takut tau." Mera kembali duduk dengan raut muka ditekuk.
"Tumben naik bis, kenapa?" tanya Yoga. Menurut Yoga ini sangat langka sekali, tidak biasanya ia kepo dengan urusan orang lain. Apa lagi wanita. Tapi entah dorongan dari mana yang membuat laki-laki itu bertanya pada Mera.
"Gue gak mau jawab. Gue masih sebel sama lo," ucap Mera dengan ekspresi muka yang bisa saja membuat Yoga tertawa namun ia tahan.
"Ya udah, tuh bisnya dateng." Yoga berdiri dari duduknya diikuti oleh Mera.
"Iya gue juga tau. Lo kira gue ngga punya mata," ucap Mera dan masuk ke dalam bis diikuti Yoga dan beberapa orang lainnya.
Yoga pun memilih duduk di samping Mera. Mungkin mengganggu Mera menjadi salah satu hobinya sekarang.
"Lo ngapain duduk di sini? Tuh masih banyak kursi kosong." Mera menunjuk beberapa kursi penumpang yang kosong.
"Suka suka gue," jawab Yoga dengan santainya.
"Kenapa naik bis? Tumen banget," tanya Mera tidak bisa menahan rasa penasarannya.
"Udah gak sebel sama gue?" tanya Yoga.
"Masih tau. Sebel gue sama lo." Mera mengalihkan pandangannya ke arah jendela.
Yoga pun terkekeh.
"Mobil gue di bengkel," jawab Yoga.
"Oh," ucap Mera singkat. Berlagak sok tak peduli.
Tak lama kemudian mereka sampai di sekolahan. Mereka berdua berjalan beriringan. Ah bukan, hanya saja Yoga yang terus menyamakan langkahnya dengan Mera.
Hingga Mera sampai di depan kelasnya dan melirik ke arah Yoga.
"Lo ngapain di sini? Ngikutin gue ya?" Tunjuk Mera pada Yoga. Yoga hanya mengernyitkan dahi bingung.
"Gue mau ke kelas," ucap Yoga.
"Yaudah sana balik ngapain di sini?" tanya Mera yang bisa dikatakan jauh dari kata 'kalem'.
Yoga pun pergi menuju kelasnya tanpa berkata apapun lagi pada Mera. Mera hanya mengendikkan bahu acuh dan masuk ke dalam kelasnya.
"Mer lo berangkat sama siapa?" tanya Lina saat Mera sudah duduk di sampingnya.
"Gue berangkat single kok," jawab Mera.
"Single single apaan lo," ucap Lina seraya menoyor pelan kepala Mera. Tapi emang dasar Meranya lebay sehingga ia terlihat seperti kesakitan.
"Aduhh lo kok noyor kepala gue sih? Sakit ini Lin sakitttt," ucap Mera lebay.
"Aelah sakit apaan, orang gue noyornya pelan juga," ucap Lina.
"Tapi tetep aja," ucap Mera tak mau kalah.
"Kalo lo berangkat sendiri, tadi lo ngomong sama siapa di depan?" tanya Lina lagi.
"Ooh Yoga," jawab Mera sambil memainkan gelang yang ada di tangannya. Kurang kerjaan memang.
"Serius lo?" tanya Lina yang sekarang sudah menatap Mera.
"Iya serius deh," jawab Mera.
"Yoga kelas MIPA-3 kan?" tanya Lina lagi untuk memastikan.
"Iya Linaaaa," jawab Mera.
"Tuh cowok kan dingin banget. Buat diajak ngomong aja susah banget," ucap Lina.
"Iya? Tapi engga tuh, makanya kalo kenal sama orang tuh jangan dari gosip-gosip. Yoga anaknya emang dingin sih, tapi asik kok." Mera sok bijak menggurui Lina.
"Ih sok lo. Oh ya tadi lo dicari Rafa," ucap Lina.
"Rafa?" tanya Mera memastikan dan dijawab anggukan kepala oleh Lina.
"Ya udah gue ke kelasnya Rafa dulu ya." Mera berdiri dari duduknya dan hendak keluar kelas. Namun tiba-tiba Lina mencegahnya.
"Bentar lagi bel masuk loh," ucap Lina mengingatkan.
"Hari ini kan buat persiapan lomba 17-an Lin," ucap Mera.
"Ah iya, gue lupa." Lina menepuk jidatnya sendiri.
Akhirnya Mera berjalan keluar kelas dan menuju ke kelas Rafa, yaitu MIPA-4. Setiap Mera berjalan, seperti biasa ia akan selalu menyapa orang-orang dan tidak lupa disertai dengan senyum indahnya.
Karena hari ini sampai 2 hari ke depan akan ditiadakan pelajaran, masing-masing kelas memiliki kesibukan tersendiri. Ada yang bersih-bersih kelas supaya kelasnya jadi kinclong. Ada yang mempersiapkan buat lomba-lomba. Ada yang main-main ngga jelas.
Dan saat Mera akan memasuki kelas Rafa, ia mendengar kelas tersebut sangat gaduh. Ia melihat ke dalam dan geleng-geleng melihat tingkah cowok itu. Lihat saja, sekarang Rafa sedang berada di atas meja sambil bernyanyi tidak jelas mengikuti lagu yang tengah mereka putar. Ah ya, jangan lupakan juga teman-teman gilanya. Mereka malah ikut bernyanyi bersama Rafa sambil memukul-mukul meja, membuat irama. Mereka kira itu meja kendang apa.
Mera pun bersiap untuk mengeluarkan teriakan mautnya.
"RAFAAA! RAFAAAA!" panggil Mera dengan nyaringnya. Merasa bahwa teriakannnya kurang, Mera mengeluarkan lagi teriakannya itu.
"RAFAAAA! YUHUUU! WOY MANTANNNN." Mera berteriak-teriak tidak jelas sehingga mendapat beberapa perhatian dari para siswa siswi. Mera hanya tersenyum.
Rafa pun turun dari atas meja dan menghampiri Mera.
to be continued...