Chereads / Unhappy Without U / Chapter 26 - Bagian 26

Chapter 26 - Bagian 26

Happy reading!

Rafa turun dari meja dan menghampiri Riesa yang sekarang tengah tersenyum kepadanya.

"Ngapain Sa? Teriak-teriak kek orang gila ae," ucap Rafa setelah berada di depan Riesa.

"Kalo gue kagak teriak, pasti lo gak bakal denger." Riesa yang semula tersenyum lebar kini menekuk mukanya.

"Ayo ke kantin, gue tau lo pasti belum sarapan." Belum sempat Riesa menjawab, Rafa sudah terlebih dahulu menarik tangan Riesa dan membawanya menuju kantin. Riesa pun hanya menurut, hingga akhirnya mereka berdua sampai di kantin.

"Lo tunggu di sini, gue pesenin dulu makanan buat lo." Rafa berlalu dan memesankan makanan untuk Riesa.

Mera pun mengangguk dan menunggu Rafa. Lagi lagi ia bosan dan mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja. Ya, Riesa memang punya banyak kebiasaan aneh. Aneh memang, tapi entah kenapa keanehan itu membuat pesona tersendiri pada diri Riesa.

"Nih makanan lo," ucap Rafa yang tiba-tiba sudah ada di depan Riesa.

"Makasih Rafaa," ucap Riesa seraya tersenyum lebar.

"Kebiasaan dari dulu ngga pernah sarapan." Rafa memperhatikan Riesa yang tengah makan.

"Males Raf. Kalo harus sarapan dulu, nanti gue bangunnya harus pagian lagi. Kan berkurang ntar waktu tidur gue," ucap Riesa dengan mulut yang penuh makanan.

"Itu makanan ditelen dulu baru ngomong," ucap Rafa.

"Habisnya lo ngajak ngobrol sih." Riesa hanya cengengesan dan melanjutkan sarapannya hingga makanan itu habis.

"Oh ya Raf, gue mau nanya." Riesa bertanya dengan nada serius sehingga membuat Rafa menaikkan sebelah alisnya.

"Nanya apa? Tumben serius," ucap Rafa.

"Ehem jadi gini. Lo kenapa kemarin kok bisa berantem sama Arga?" tanya Riesa.

"Ehm jadi gini," ucap Rafa terhenti sehingga membuat Riesa penasaran.

Padahal Riesa sudah dengan raut seriusnya dan menunggu jawaban dari Rafa. Namun Rafa malah senyum senyum ngga jelas.

"Ish lo kenapa malah senyum-senyum sendiri sih? Kayak orang gila tau ngga," ucap Riesa.

"Lo pengen tau aja apa pengen tau banget?" tanya Rafa.

"Ngga pengen tau sih. B aja gue mah," jawab Riesa dan meminum teh hangat miliknya.

"Beneran?" tanya Rafa sekali lagi.

"Iya, udah gue mau ke ruang osis dulu. Oh ya, jangan lupa bayarin makanannya ya." Riesa pun berdiri dan berjalan keluar dari kantin. Sedangkan Rafa hanya geleng-geleng sendiri melihat tingah perempuan itu yang semakin gak waras.

Riesa pun berjalan menuju ruang osis. Mengingat bahwa ia sekarang adalah seorang sekretaris osis, ya walaupun untuk sementara.

Riesa masuk ke dalam, dan terlihat hanya ada beberapa murid.

"Kak Bagas gimana?" tanya Riesa menghampiri Bagas yang sedang membawa beberapa kertas di tangannya.

"Ah iya makasih Sa tadi malam lo udah bisa nyelesaiin proposalnya," ucap Bagas.

"Iya sans ae kak. Btw, ada yang bisa gue lakuin lagi ngga?" tanya Riesa.

"Nah hari ini kan pendataan buat siapa aja yang bakal ikut lomba lombanya. Jadi lo sama Kinan nanti ngedata, bisa kan?" ucap Bagas menjelaskan.

"Iya iya bisa kok. Ya udah gue nemuin kak Kinan dulu deh," ucap Riesa dan berjalan menuju Kinan yang terlihat sedang mengetikkan sesuatu di laptopnya.

Setelah berbincang bincang, mereka memutuskan untuk mengunjungi satu persatu kelas yang ada di sekolah tersebut. Kinan dan Riesa bertanya dan mencatat, bertanya dan mencatat, seperti itu hingga akhirnya mereka selesai.

"Kak ada beberapa kelas yang belum ngisi," ucap Riesa. Saat ini Riesa dan Kinan sedang membeli minum di kantin.

"Besok biar mereka aja yang nemuin kita. Jadi kita ngga usah susah susah keliling lagi," ucap Kinan dan diangguki kepala oleh Riesa.

Mereka berdua pun berjalan menuju ruang osis dan meletakkan data yang mereka dapat.

Setelah itu, Riesa izin untuk pulang. Karena sekarang sekolah sudah mulai sepi dikarenakan 30 menit yang lalu sudah dipulangkan.

Riesa berjalan ke kelasnya sambil bersenandung kecil. Sesampainya Riesa di kelas, ia segera menggendong tasnya yang berwarna biru langit tersebut dan bergegas pulang.

Riesa berjalan menuju halte bis dan menunggu bis yang akan datang. Ia melihat ke arah langit dan bergumam.

"Pasti bentar lagi hujan," gumam Riesa lirih.

Dan benar saja, tetesan air mulai turun dari langit. Rintik-rintik hujan mulai membasahi bumi. Semakin deras dan menimbulkan aroma hujan yang sangat menenangkan atau biasa disebut dengan petrichor.

Riesa menengadahkan tangannya ke depan dan rintik-rintik air hujan tersebut mengenai telapak tangan Riesa. Seketika Mera ingin bermain hujan hujanan. Namun mengingat ia sekarang masih mengenakan seragam, jadi ia menggagalkan niat gilanya itu.

Tak lama kemudian bis yang ia tunggu pun datang. Riesa segera masuk ke dalan bis dan duduk.

---

Sepulang dari sekolah, Riesa langsung membersihkan diri. Setelah itu, ia melihat menuju ke kamar adiknya, Reza. Ternyata anak itu tertidur. Riesa pun tersenyum simpul dan kembali menuju kamarnya.

Hari mulai gelap hujan pun mulai reda, tidak sederas tadi. Riesa mengambil handphone nya dan menelfon Lina.

"Halo Sa ada apa?"

"Main yuk."

"Boleh deh, mau main kemana?"

"Gak tau."

"Lah lo yang ngajak masa kagak tau."

"Asiknya kemana ya Lin?"

"Lo anterin gue nyari kado buat nyokap gue aja yuk."

"Oke deh, nanti gue jemput yaa. Dadaaah Lina."

Tut tut tut

Riesa pun mematikan panggilan itu tanpa menunggu jawaban dari Lina.

--

"Lina mendingan kita coba ke toko sepatu dulu." Riesa menarik Lina ke toko sepatu.

"Enggak enggak. Gue mau ke toko baju dulu," ucap Lina mencoba untuk lari dari Mera.

"Ya udah sana pergi, ntar lo biar pulang sendiri." Riesa melepaskan tarikannya pada Lina.

Lina hanya memutar bola matanya malas.

"Oke kita ke toko sepatu dulu," ucap Lina akhirnya mengalah.

"Nah gitu dong dari tadi." Terlihat raut muka Riesa kembali menjadi ceria.

Mereka berdua pun akhirnya memasuki sebuah toko sepatu. Terlihat Riesa lebih antusias dibanding Lina. Setelah beberapa lama Riesa melihat-lihat dan mencoba beberapa sepatu, ia menghampiri Lina yang duduk di kursi sambil memainkan handphone.

"Lin ayo ke toko baju aja. Di sini gak ada yang bagus," ucap Riesa dengan santainya.

"Sabar Lina, sabar. Orang sabar disayang Tuhan," ucap Lina dalam hati geram.

"Ya udah ayo." Lina mendahului Riesa menuju toko baju.

Setelah memilih milih cukup lama di dalam pusat perbelanjaan itu. Akhirnya Lina menemukan kado yang pas untuk Ibunya.

"Mau langsung pulang?" tanya Riesa saat mereka sudah di dalam mobilnya.

"Gimana kalo makan dulu," usul Lina.

"Boleh deh. Makan sate aja yuk," ucap Riesa dan diangguki kepala oleh Lina.

Riesa pun melajukan mobilnya menuju salah satu warung Sate.

---

"Makasih ya Sa," ucap Lina pada Riesa.

"Iya. Ya udah gue pulang," ucap Riesa.

"Hati-hati," ucap Lina dan diangguki kepala oleh Riesa.

Riesa pun masuk ke dalam mobilnya dan bergegas untuk pulang. Namun saat di perjalanan, ia seperti melihat Ayah tirinya. Padahal kata Mila, Ayahnya itu sedang ke luar negeri. Tapi tidak, Ayahnya itu sedang bersama wanita lain dan baru saja keluar dari sebuah cafe.

Riesa akhirnya memutuskan untuk menemui Ayahnya itu. Ah mungkin Riesa tidak akan memanggilnya sebagai Ayah lagi.

"Jadi ini yang dimaksud ada pekerjaan di luar negeri?" tanya Riesa sinis.

Terlihat laki-laki itu terkejut melihat kedatangan Riesa.

"Riesa?" ucapnya terkejut.

"Bapak Gunawan, saya kira anda benar-benar mencintai Mama saya. Ternyata tidak, saat anda mengatakan pergi ke luar negeri. Anda malah bersenang-senang bersama wanita jalang ini," ucap Riesa dan menunjuk wanita yang ber make-up tebal tersebut.

"Riesa ini tidak se-"

"Saya tidak membutuhkan penjelasan dari anda. Semuanya sudah cukup jelas. Saya tidak menyangka anda sebrengsek ini," ucap Riesa memotong perkataan Gunawan.

"Dan anda." Riesa menunjuk ke arah wanita yang saat ini sedang bersama dengan Gunawan.

"Sudah berapa banyak suami orang yang anda goda? Jalang seperti anda itu harusnya tau diri. Ah saya lupa, mana ada jalang yang tau diri." Riesa tersenyum sinis.

Plakk

Satu tamparan keras mengenai pipi Riesa. Ya, wanita itu menampar Riesa. Riesa berusaha untuk tidak menanggapi wanita menjijikkan itu dan langsung masuk ke dalam mobilnya.

"Ah gila, tuh tante tante kuat banget." merasakan ada darah yang keluar dari sudut bibirnya.

Mera pun segera melajukan mobilnya menuju rumah.

to be continued...