Usman kaget ketika ia ketahuan berbuat sesuatu itu di depan calon mertuanya. Ia tidak bermaksud apa-apa, hanya ingin menggaruknya saja. Tetapi kalau orang melihat hal seperti itu, tentu pikirannya sudah berbeda.
"Eh, anu ... Bu, selamat pagi," ungkap Usman, segera mengeluarkan tangannya yang basah dari dalam celananya.
"Kamu lagi ngapain itu? Hemm ... hayo, jangan keseringan kayak gitu. Nanti kalau malam pertamanya jadi nggak maksimal. Harus dikurangi yang kayak gitu, yah!" Azhari menggelengkan kepalanya pelan. Melihat pemuda yang tidak disangkanya melakukan sesuatu seperti itu.
Untungnya wanita itu tidak terlalu mempermasalahkannya. Namun kendati demikian, Usman sudah sangat malu karena pasti calon mertuanya sudah salah sangka padanya. Gimana rasanya jika dalam posisi seperti itu, sih? Yang jelas Usman sangatlah malu yang tiada terkira.
"Kalau ngelakuin seperti itu, sebaiknya di kamar mandi saja. Jangan di sini, kalau dilihat anakku, apa yang nantinya ia katakan?" sindir Azhari.
Azhari meninggalkan Usman yang tidak percaya, dirinya tidak dimarahin. Malah mendapat senyuman dari calon mertuanya. Saat melihat Azhari tidak memakai kerudung pun terlihat mirip dengan Farisha. Keduanya seperti kakak beradik beneran.
'Huh, untungnya nggak berlanjut dimarahin atau apa. Tapi rasanya kok malu banget, yah? Yah, mungkin dia punya pikiran yang lain? Haduhh ... gimana kalau dia cerita sama tante Farisha?' Usman lalu melangkahkan kakinya ke kamar.
Pagi ini ia masih memakai pakaian yang kemarin. Sebenarnya ia juga merasakan risih dengan pakaiannya saat ini. Setelah sampai di swalayan nanti, ia harus segera mengganti celana dalamnya.
Lelaki itu berlari ke kamarnya untuk mengurus semuanya. Ia lebih baik melepas celana dalamnya yang basah. Di dalam kamar, ia langsung melepaskan celana panjangnya. Menyusahkan celana pendek dan kembali membuka celana pendeknya.
Terdengar suara ketukan pintu dari luar, Farisha yang sudah bangun, ingin mengajak pemuda yang sedang membuka celana pendeknya berbicara. Membuat Usman kaget dan kembali memakai celana pendeknya segera.
"Usman! Kamu sudah bangun, kan? Kalau sudah bangun, bukain pintunya! Aku mau bicara padamu!" ungkap Farisha yang sudah berpakaian rapih dan tertutup. Ia masih memiliki bekas luka, jadi ia menutupi luka itu sampai sembuh ketika di swalayan nanti.
"Sebentar, Tante! Aku lagi pakai celana, ini! Tunggu sebentar, yah," balas Usman dengan buru-buru. Ia tidak tahu apakah Farisha sudah diberitahu oleh Azhari atau tidak. Lalu nanti bagaimana ia harus menghadapi mereka?
"Ah, tadi kulihat kamu baru saja masuk! Masa pakai celana? Kamu ngomong apaan tadi sama ibu? Cepetan bukain pintunya!" Tanpa menunggu lama, ia membuka sendiri dan melihat Usman yang sedang mengenakan celana pendeknya.
"Euh, anu ... Tante, anu." Usman menjadi salah tingkah dan langsung memakai celana pendeknya. "Ini tidak seperti yang Tante duga. Hemm anu ... itu, aku–"
"Kamu ngomong apaan, sih? Nggak jelas banget. Itu celana dalam kamu juga basah! Apa kamu nggak pakai handuknya? Padahal aku sudah suruh Erni untuk menaruh handuk di kamar mandi. Ya pasti kamu gatal, lah. Orang celana dalam basah, dipakai juga."
Usman hanya melongo mendengar ucapan Farisha. Dirinya sangat malu ketika ia ketahuan celana dalamnya. Namum tidak menyangka, reaksi Farisha biasa-biasa saja. Sama seperti ibunya yang sudah mengira melakukan hal yang tidak senonoh tapi reaksinya biasa saja. Kedua wanita itu emang tidak malu atau apa, yang jelas mereka sama-sama membuat Usman heran.
"I-iya, Tante. Aku tadi malam, eh. Anu, enggak." Dan semakin membuat Usman gugup, ia bingung harus berkata apa lagi. Di dalam hatinya sudah sangat malu luar biasa.
"Aku mau bicara sama kamu. Tapi kamu copot saja celana dalam kamu dulu! Untuk apa kamu pakai celana yang basah? Itu bikin kamu gatel sendiri." Farisha bersedekap dada, diam di tempat.
Usman ingin membuka celana dalamnya tapi ia malu kalau ada Farisha. Bagaimana ia bisa menunjukkan senjatanya yang kecil, ia merasa malu di depan wanita itu.
"Maaf, Tante. Aku malu, buka celana dalamnya, heh," ungkap Usman lalu menunduk malu.
"Ya sudah, kamu masuk ke kamar mandi, Usman! Ngapain kamu ganti di sini? Lagian siapa yang mau ngintip barang kecilmu itu! Nggak ada gunanya kecuali hanya bikin beban saja!"
Farisha tidak perduli dengan Usman. Ia hanya ingin bicara sebentar sebelum pergi ke swalayan. Walaupun bisa saja mereka membicarakannya di dalam swalayan.
Usman langsung menuju ke kamar mandi untuk mencopot celana dalamnya. Saat sudah melepas semuanya, ia menyadari kalau benda kecil di bawah, mengalami perubahan ukuran. Hanya saja ia menahannya agar kembali tertidur. Bagaimana ia bisa tertidur, kalau ia mengingat kejadian semalam? Mimpi yang indah saat bersama dengan Farisha.
"Duh, kenapa nggak tidur-tidur? Aku malu ini ... bagaimana kalau sampai ketahuan sama Tante Farisha?" Ia menunggu dan mengendalikan pikirannya. Dan selang beberapa menit, ia telah membuat burung kecilnya kembali ke bentuk kecil seperti semula.
"Copot celana kok lama banget? Ini mau copot celana atau mau berak?" ujar Farisha yang duduk di tempat tidur Usman. Ketika ia melihat sprei, ia juga mencium bau yang menyengat di hidungnya.
Lalu Farisha membuka selimut yang dipakai oleh Usman semalam dan menyentuh sesuatu yang lengket berwarna putih. Ia merasa jijik dan mengelapnya kembali.
"Iihhh! Ini apaan? Kok jijik sekali? Apa dia masih ngiler atau apaan?" Wanita itu mencium tangannya dan masih bau sesuatu. Ia lalu berjalan ke depan kamar mandi, menunggu Usman keluar dan mencuci tangannya.
Saat Usman keluar dari kamar mandi, Farisha langsung masuk dan tanpa menutupnya. Ia mencuci dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa cairan yang mengering di tangannya.
"Kenapa sekarang Tante yang masuk? Aduh, dia nggak tutup pintunya?" ujar Usman menutup matanya. "Ya Allah, tolonglah hamba yang bersalah."
Usman di luar membalikan badannya, ia tidak mau mengintipnya karena ia sudah berjanji untuk tidak berbuat apapun kepada Farisha. Pikiran di otaknya membuat dirinya merasa ini jebakan atau apa. Ia hanya mengira Farisha ingin mengetes dirinya. Berarti ia harus lolos tes agar tetap bisa bekerja di swalayan milik wanita itu.
"Usman! Kamu jorok banget, yah!" Farisha keluar dengan pakaian yang sama dengan tadi. Bahkan tidak terlihat melepaskan pakaiannya. "Kamu taruh celana dalam kamu di kamar mandi? Tapi kamu nggak akan ke rumah ini lagi sampai kamu menikah pura-pura denganku. Tapi ya sudahlah ... lelaki nggak tahu malu, kamu!"
Melihat Usman yang seperti itu, membuat Farisha tidak ingin lagi mengatakan semuanya. Ia lebih jijik melihat Usman yang perlakuannya jorok dan membuat kepalanya pusing.
"Eh, iya maafkan aku, Tante. Aku janji nggak akan mengulangi lagi." Usman menunduk merasakan bersalah. Padahal ia baru kali ini melakukannya. Ia merasa malu karena tidak tahu harus dijemur ke mana.
***