Karena bingung, ia mencoba mencari-cari toilet. Ia meletakan jaketnya di sofa dan berjalan ke sana kemari dengan pelan. Ia melihat benda-benda yang terlihat bagus dan mewah. Banyak guci antik, pot, patung dengan motif naga dan masih banyak yang lainnya.
"Sebenarnya toilet ke arah mana? Kenapa nggak bisa ketemu? Kebelet banget, duh!" keluh pemuda itu sambil menekannya dengan kedua tangan.
Usman berkeliling mencari di mana ada kamar mandi tapi ia tidak menemukannya di manapun. Ia berjalan jauh entah ke mana lagi. Karena tidak menemukan kamar mandi, ia diam-diam melihat sebuah pot yang berisi tanaman. Ia sudah tidak tahan dan mendekatinya.
"Hei, lagi ngapain, kamu?" celetuk seorang wanita yang melihat Usman hampir buang air kecil di pot. "Itu bukan tempat kencing!"
"Eh, maaf maaf. Aku nggak tahu," gagap Usman kaget. Untungnya ia belum membuka celananya. Hanya saja ia malu karena ketahuan mau buang air kecil di situ.
"Mas mau buang air kencing, di toilet saja, Mas! Di situ nggak boleh!" ucap wanita dua puluh delapan tahun itu.
"Iya, Mbak. Aku bingung, nyari-nyari toilet ke mana? Soalnya aku sudah mencari-cari tapi nggak nemu," ungkap Usman.
"Kalau begitu, ikuti saya, Mas. Ayo ke arah sini!" ajak Erni. Ia mempersilahkan Usman untuk mengikutinya dari belakang.
Wanita itu mengajak Usman ke belakang, di kamar kecil yang biasa dipakai tamu. Memang letak kamar kecil berada di dalam. Sehingga kalau ada tamu jadi repot, harus berjalan ke belakang. Walau sebenarnya banyak kamar mandi di kamar. Karena di setiap kamar dilengkapi dengan kamar mandi.
"Itu, di sana Mas bisa buang air kecil," tunjuknya pada kamar mandi yang berada di belakang. "Kalau ada yang perlu dibantu, bisa panggil saya, yah!"
Pembantu itu meninggalkan Usman karena masih ada pekerjaan lain. Usman sendiri dengan buru-buru masuk ke dalam kamar kecil. Dan ia merasa kaget karena klosetnya adalah kloset duduk. Usman belum pernah melihatnya sebelumnya. Jadi ia tidak tahu apa-apa.
"Duh, di mana aku harus buang airnya? Ini kok membingungkan, yah? Gimana bisa?" Bingung ia mencari-cari kloset tapi adanya kloset yang aneh.
Karena penasaran, ia melihat isi ke dalamnya yang ada air. Sedikit berbeda karena di dalamnya ada air seperti kloset duduk biasanya. Hanya saja ini lebih tinggi dan bisa untuk tempat duduk.
"Apa aku harus kencing di sini? Tapi apa nggak apa-apa, yah? Tapi di mana ada kloset lain? Adanya cuman ini. Apa ini bisa dipakai?" tanya Usman entah sama siapa.
Dalam bingung, ia tidak peduli lagi apapun. Ia harus segera menuntaskan hajatnya. Ia buka celana dan buang air kecil di situ. Bingung juga bagaimana ia mengurasnya karena tidak ada bak mandi di sana.
Ini lagi, nguras ini gimana? Orang nggak ada bak mandi? Eh, ada apa ini?" katanya melihat selang yang merupakan penyemprot air. Usman pencet di ujung selang itu dan keluar air dengan deras.
"Aahh! Ini kenapa airnya gini? Aduh, bagaimana dengan ini?" Pemuda itu bingung tetapi ia segera berpikir untuk melakukan sesuatu yang benar.
Usman keluar dari kamar mandi tetapi sekarang pakaiannya sudah basah. Ia kembali ke depan dan membuka pakaiannya. Ia bertelanjang dada karena bajunya basah. Ia juga melepas celana panjangnya dan hanya memakai celana pendek saja.
"Uuhhh ... kenapa di sini begitu dingin, yah? Apa aku harus berakhir di sini karena kedinginan begini? Rumah ini besar tapi kok bisa, yah?"
Usman mengambil jaket yang ia taruh di sofa, sebelum pemuda itu beranjak dari tempat duduk. Sebenarnya ia masih memiliki pakaiannya sendiri di mobil. Tapi ia tidak tahu harus mengambilnya atau tidak. Kalau ia ambil, tentunya bisa membuatnya lebih nyaman. Tapi karena sudah ada jaket, ia merasa sudah cukup.
"Oh, kenapa ini semakin dingin saja? Apa tante Farisha tidak akan datang ke sini lagi? Aku kedinginan, butuh pelukan dan kasih sayang," gumam Usman dalam dinginnya malam ini.
Ia masih bisa melihat televisi yang menyala dan menampilkan acara sinetron yang ia tidak tahu jalan ceritanya. Jangankan menonton sinetron, nonton televisi saja dirinya tidak pernah. Kalau menonton televisi di rumah pamannya, ia akan dimarahi dan disuruh mengerjakan pekerjaan yang lain.
Berbeda dengan sekarang, Usman yang lebih banyak menganggurnya daripada saat masih bersama dengan pamannya, Kardi.
Farisha ikut tiduran bersama dengan Azhari. Azhari telah membuka kerudungnya karena hanya ada anaknya di kamar itu. Sudah menjadi kebiasaan Farisha yang tidur dan memeluk ibunya. Namun kali ini Azhari berkali-kali menolak dipeluk anaknya. Tapi tetap saja wanita itu masih tetap do sana, memeluk sang ibu dengan mesra.
"Ah, ibu jadi sesek, nih! Kamu nanti kalau sudah menikah, meluk suami kamu pasti akan membuat suami kamu sesak nafas," ujar Azhari yang berusaha melepaskan pelukan anaknya.
"Yah, tetap saja, pelukan ibu nggak akan ada duanya. Aku akan terus memeluk ibu dan tidur bersama denganmu. Kita tidur saja malam ini, yah," ajak Farisha.
"Sudah ... ibu mau tidur. Kamu temui saja calon suami kamu, di depan!" perintah Azhari mengusir anaknya itu. Ia melepas tangan Farisha di perutnya.
Karena tangannya dilepas, Farisha akhirnya menyerah juga. Sebenarnya merasa malas ketika harus menemui Usman. Ia bangun dari rebahannya dan duduk di tepi ranjang.
"Ya sudah ... aku temui Usman dulu, yah. Nanti aku tidur juga di sini sama ibu," jawab Farisha lalu bangkit dari tempat duduknya.
"Kamu kalau mau peluk, peluk saja suami kamu," ujar Azhari. "Sudah, sana keluar!" usir Azhari pada anaknya. Ia bangkit lalu mendorong punggung anaknya agar cepat meninggalkan kamar.
"Iya, Bu. Aku akan temui dia, deh." Farisha berjalan ke arah pintu. Ia berbalik lalu mengatakan, "Selamat malam, Bu. Mimpi yang indah."
Farisha membuka pintu dan keluar dari kamar. Setelah menutup pintunya, ia berjalan ke arah ruang di mana ia meninggalkan Usman. Usman masih duduk sendiri sambil menonton televisi.
Usman hanya mengenakan celana pendek dan juga jaket. Pemuda itu menengok ke arah Farisha ketika wanita itu duduk di sebelahnya. Wanita itu tampak bingung, bagaimana Usman membuka pakaiannya di saat dingin seperti itu.
"Kamu kok lepas celana dan baju kamu? Ini kenapa jadi basah begini? Kan di sini nggak hujan. Apa kamu mandi lagi, hah?" tanya Farisha bingung. Dirinya menatap pemuda di samping dengan tatapan menyelidik dan menyipitkan matanya.
"Tadi aku buang air kecil di kamar kecil. Tapi aku nggak tahu kalau airnya nyalanya gede banget. Jadi basah semua ini, Tante," kata Usman yang mulai menceritakan. Ia menceritakan semuanya yang terjadi.
Farisha mengangguk dan mengerti. Usman memang lelaki yang tidak tahu apa-apa kalau menyangkut hal-hal yang belum pernah dilakukannya. Tadi saat di kamar mandi pun ia tidak memiliki gambaran apapun. Makanya ia bisa sampai basah karena air yang menyemprot sangat deras itu.
***