Salsha terkesiap. Ia langsung meletakkan kembali bingkai foto itu di tempat semula. Ia tersenyum kikuk, merasa malu karena Steffi mengetahui apa yang ia lakukan. Selama seminggu ini Salsha selalu semangat mengatakan jika ia ingin move on dari Aldi. Tapu nyatanya ia masih sering melihat foto lelaki ini.
"Ngapain lo kesini? Tumben nggak ngomong dulu sama gue," ucap Salsha sembari memuka sebuah laci. Ia mengambil buku yang berisi coretan-coretannya. Ia akan kembali menggambar untuk mengalihkan pikirannya dari Aldi.
Steffi hampir saja lupa maksud dan tujuannya datang ke butik Salsha. Ia kesini untuk mengadukan apa yang Aldi lakukan kemaren di rumahnya.
"Aldi cariin lo kerumah gue."
Salsha mengernyit tetapi masih enggan menatap Steffi. Jarinya bergerak lembut di kertas itu, "Kapan?"
"Kemaren!" Steffi mulai menggebu-gebu, "Dia paksa gue buat bilang lo dimana. Dia ngotot banget sampai Bastian di pukul."
Salsha menghentikan coretannya. Ia menatap Steffi dengan tajam, "Trus lo kasih tau gue dimana?"
Steffi menggeleng cepat, "Nggak la. Gue masih ingat pesan lo."
Salsha memang mengatakan jika Steffi tak boleh mengatakan apa dan dimana Salsha sekarang dari Aldi. Hanya Aldi yang tidak mengetahui kegiatan Salsha sekarang.
"Bagus." Salsha kembali menggambar.
Steffi menopang dagunya di atas meja. Ia menatap dalam Salsha. Steffi tahu jika Salsha dan Aldi masih sama-sama saling mencintai. Tetapi takdir seolah tak mau menyatukan mereka.
"Lo nggak kasihan apa lihat Aldi segitunya nyariin lo," kata Steffi tiba-tiba.
"Nggak!" sahut Salsha cuek.
"Kasihan tau, Sals. Dia nyariin lo udah hampir kayak orang gila. Harusnya di masa liburnya kayak gini, dia tuh senang-senang bukan malah sedih karna lo selalu ngehindarin dia."
"Kasihan mana sama gue?" Salsha menatap Steffi, "Dia selalu ngasih harapan palsu sama gue. Gue capek di giniin mulu. Udah ada Kezia di antara gue sama dia."
"Iya, sih," Steffi menggaruk rambutnya yang tak gatal. Pusing memikirkan nasib percintaan sahabatnya yang miris ini.
Keadaan pun hening. Steffi sudah tak tau harus berbicara apa. Sedangkan Salsha menghela nafasnya dan kembali berkutat terhadap pekerjaanya.
🌾🌾🌾
Aldi memukul stir dengan keras. Bagaimana tidak, ia kehilangan jejak Salsha. Aldi tak menyangka ia akan kehilangan jejak gadis itu karena ia belum pernah melihat Salsha menyetir sebelumnya.
Aldi menghentikan mobirnya di tepi jalan. Ia bingung harus mencari Salsha kemana lagi. Bahkan setelah menunggui gadis itu di rumahnya, ia masih belum tau apa kegiatan dan dimana Salsha berada.
Ponsel milik Aldi bergetar, menandakan ada sebuah pesan singkat. Aldi meraih ponselnya di atas dashboard dan membaca pesan yang ternyata dari Kezia. Kezia meminta Aldi untuk menemaninya ke butik, gadis itu ingin membeli baju baru yang akan ia pakai di acara keluarganya. Aldi mengiyakan ajakan Kezia itu. Ia butuh sesuatu untuk menghilangkan Salsha dari pikirannya.
Aldi segera melajukan mobilnya untuk pulang dan bergegas mandi.
Kini, Aldi sudah tampak rapi dengan pakaian santainya. Ia segera menuju rumah Kezia. Ternyata, gadis itu sudah menunggunya di depan pagar.
Aldi menghentikan mobilnya dan Kezia langsung saja masuk. Mereka sama-sama tersenyum dan Aldi kembali melajukan kembali mobilnya.
"Gue nggak ngerepotin 'kan?" tanya Kezia sekedar basa-basi.
Aldi menoleh sekilas kepada Kezia kemudian kembali fokus terhadap jalanan di depannya, "Nggak, kok. Gue juga lagi nggak ada kerjaan. Tapi kita mau kemana?"
"Ke Lensha Boutique aja. Gue dapat rekomendasi dari sepupu. Nanti lo tinggal lurus trus belok kanan. Nanti butiknya itu sebelah kanan." jelas Kezia. Ia terlampau senang masih bisa bersama dengan Aldi. Kezia pikir setelah mereka libur, ia akan jauh dengan Aldi.
Aldi hanya mengangguk sembari menuruti perkataan Kezia. Aldi sempat heran, karena jalan ini sama dengan jalan yang tadi pagi ia tempuh.
Aldi segera menepikan mobilnya saat mereka sudah sampai di butik Lensha tersebut. Aldi keluar dari mobilnya dan di ikuti oleh Kezia. Keduanya berjalan beriringan memasuki butik itu.
Di pintu masuk, seorang karyawan menyapa mereka. Kezia tersenyum sementara Aldi hanya menampilkan muka datar.
Di butik tersebut banyak menjual gaun masa kini. Modelnya sangat menarik dan jarang di temukan di butik manapun. Aldi mengedarkan pandangannya ke seluruh penjuru butik ini. Ia begitu takjub dengan interiornya serta karyawan di butik ini.
Kezia sendiri sudah sibuk memilih gaun yang ingin ia pakai di acara keluarganya. Aldi hanya mengikuti Kezia dari belakang.
Irene, karyawan butik yang melihat Kezia sedang memilih beberapa gaun pun menghampirinya, "Selamat siang, mbak. Kita masih punya gaun spesial, kalo mbak mau," tawar Irene dengan sopan.
Kezia mengangguk. Sepertinya ia butuh saran dari Irene, "Iya, gue butuh gaun yang cocok di pakai untuk acara keluarga."
"Kita ke sebelah sana mbak," Irene menuntun Kezia dan Aldi untuk mengikutinya.
Irene memperlihatkan dua gaun kepada Kezia. Gaun pertama berwarna merah selutut dengan pita di pinggang sedangkan gaun yang kedua berwarna hitam di atas lutut dan bertali spagetti.
Kezia tertarik melihat gaun berwarna merah itu. Ia meraihnya dari tangan Irene, "Bagus, Ald?" tanya Kezia.
Aldi hanya mengangguk singkat, tak tahu harus berkomentar apa, "Bagus, kok."
"Ren, kalo Bunda nyari gue bilang aja lagi makan siang sama Steffi, ya." Salsha baru saja keluar dari ruangan. Ia meninggalkan tas di ruangan tersebut dan hanya membawa dompet kecil dan ponsel. Salsha masih belum menyadari kehadiran Kezia dan Aldi di butiknya.
"Loh, Salsha, lo kerja disini?" Kezia baru menyadari Salsha berada di depannya. Ia tersenyum miring melihat penampilan Salsha. Ia yakin Salsha hanya karyawan biasa di butik sebesar ini.
Aldi pun sama, ia terkejut saat menyadari Salsha berada di depannya. Gadis itu masih memakai pakaian yang sama seperti tadi pagi.
Salsha juga terkejut. Apalagi ia melihat Kezia dan Aldi bersama lagi, tapi Salsha mencoba menutupi keterkejutannya itu. Salsha hanya menampilkan senyum tipisnya. Hatinya sedikit ngilu melihat Aldi yang tampak setia menemani Kezia kemanapun gadis itu pergi.
"Wajar sih, lo jadi karyawan disini. Lulusan SMA bisa apa coba," ledek Kezia. Ia sedikit tertawa meremehkan.
Aldi masih diam. Terlalu syok melihat Salsha ada di depannya.
Salsha menatap Aldi sekilas kemudian beralih menatap Kezia, "Butik ini punya gue," jawab Salsha singkat.
Kezia pura-pura syok. Ia tak percaya jika butik sebesar ini punya Salsha, "Ngaco kamu. Nggak mungkin kali."
Salsha tersenyum. Begitu muak dengan gadis ular di depannya, "Butik ini memang punya gue. Lensha, Helen-Salsha. Gue nggak perlu capek-capek kuliah buat bisa punya butik ini. Meskipun cuma lulusan SMA, gue bisa ngurusin butik ini.
"Harusnya lo mikirin diri lo sendiri. Bisa apa lo setelah jadi sarjana? Apa lo bisa bangun lapangan kerja buat orang lain. Atau mungkin lo yang bakal kerja sama orang. Jadi, nggak usah urusin urusan orang lain," Salsha masih saja tersenyum manis. Ia menghadapi Kezia dengan santai. Kemudian Salsha menepuk pundak Aldi, "Ajarin teman lo buat bisa menghargai orang lain. Dia mahasiswa tapi omongannya sama sekali nggak berpendidikan. Lulusan SMA bisa aja lebih sukses dari sarjana. Takdir siapa yang tahu?" Salsha mengangkat sudut bibir dan tersenyum miring.
Kezia mengepalkan tangannya. Salsha selalu bisa membalas ucapannya dan ia tampak seperti orang bodoh. Kezia semakin emosi saat Aldi hanya diam. Seperti tak mau membelanya.
Kemudian Salsha beralih kepada Irene yang sedari tadi hanya diam memperhatikan mereka, "Ren, layani dia. Dan kasih gratis gaun yang dia pilih."
Setelah mengucapkan itu Salsha pergi meninggalkan mereka. Steffi pasti sudah menunggunya di parkiran.
Salsha ingin membuka knop pintu, tapi tangannya di cekal oleh Aldi. Salsha berbalik dan menatap malas lelaki di depannya itu, "Apa lagi?"
"Kenapa lo nggak bilang kalo lo punya butik dan kerja disini. Kenapa lo nutupin semua dari gue?" tanya Aldi dengan datar.
"Lo siapa gue? Pacar gue? Bukan!" Salsha tertawa meremehkan, "Lo itu cuma teman gue. Lo nggak berhak tau kemana dan apa yang gue lakuin. Nggak usah sok peduli sama gue dan nggak usah urusin gue."
"Sals, lo nggak berhak ngomong gitu. Gue perlu tahu kemana pun lo pergi."
"Lo bukan siapa-siapa gue dan lo nggak punya hak untuk itu!" Salsha berkata dengan tegas, "Gue udah malas berurusan sama kalian berdua. Jadi, stop gangguin gue."
Salsha membuka knop pintu itu dan meninggalkan Aldi yang kini diam membisu. Ia kehilangan kata-kata. Semua ucapan Salsha begitu menohok hatinya. Ia tak menyangka jika sekarang hubungan mereka semakin jauh. Salsha semakin pergi darinya.
Gue siapa? Gue orang yang akan terus sayang sama lo, Sha. Batin Aldi.
Kezia menghentakkan kakinya kesal dan mendekati Aldi. Ia menarik tangan lelaki itu, "Kita cari tempat lain. Nggak sudi gue beli gaun disini."
****