Aldi baru saja sampai ke rumahnya saat ia mendengar ponselnya berbunyi. Ada panggilan masuk dari Kezia. Aldi mengernyitkan keningnya. Tak biasanya Kezia menelfonnya seperti ini. Pasti ada sesuatu yang terjadi.
Tanpa berfikir dua kali lagi, Aldi segera mengangkat telfon itu.
"Hallo, Kez.."
Tak ada suara di sebrang sana. Yang terdengar adalah suara tangisan seseorang yang Aldi yakini adalah Kezia.
Aldi mendadak menegakkan tubuhnya. Ia takut terjadi apa-apa dengan Kezia, "Lo kenapa, Kez?"
"Ald, lo bisa datang kerumah? Gue mau cerita sesuatu sama lo," suara di ujung sama seperti menangis.
Selanjutnya terdengar suara pecahan dan ponsel yang tiba-tiba mati. Aldi jadi penasaran, ia kembali menelfon Kezia namun nomor gadis itu tak aktif.
Aldi kembali masuk ke dalam mobilnya dan menjalankan mobil tersebut di atas rata-rata. Ia tak ingin terjadi sesuatu terhadap gadis itu.
***
Kezia bertos ria bersama Dara setelah selesai menelfon Aldi. Tadi, Kezia ingin merealisasikan ide Dara. Dan sekarang Kezia yakin Aldi akan buru-buru datang kesini.
Saat Aldi dan Kezia telfonan, Dara sengaja menjatuhkan piring kaca dan menyuruh Kezia mematikan ponselnya.
"Kita ke kamar lo sekarang," ajak Dara. Keduanya pun berlari dengan cepat ke kamar Kezia. Entah apa lagi yang akan Dara lakukan. Kezia hanya menuruti saja. Ia yakin ide Dara pasti berhasil.
Sesampainya di kamar, Dara membuka laci di lemari hias Kezia. Ia meraih make up Kezia dan memakaikannya kepada Kezia.
"Lo ngapain?" tanya Kezia bingung.
Dara tertawa, ia sengaja memoleskan blush onn berwarna merah maroon di pelipis Kezia, "Gue bakal bikin, wajah lo kayak memar gitu. Trus nanti lo tinggal bilang sama Aldi kalo lo di aniaya sama Mama lo. Lo jago akting kan?"
Hanya satu kali penjelasan, Kezia sudah tahu apa maksud Dara. Sekarang Kezia hanya perlu menurut dan melakukan akting semaksimal mungkin di depan Aldi nanti.
Setelah Dara selesai merias wajah Kezia. Ia memperlihat wajah Kezia ke depan kaca, "Gimana? Bagus kan karya gue?"
Kezia tersenyum jahat. Ia yakin idenya iniĀ berjalan dengan mulus. Dara juga ikut tersenyum. Ia sengaja meneteskan obat sakit mata di mata Kezia. Sekarang mata Kezia mengeluarkan cairan.
"Sekarang lo tunggu di luar. Tunggu sampai Aldi datang trus lo nangis-nangis." Dara tersenyum miring dan mendorong Kezia untuk keluar, "Gue tunggu disini biar nggak ketahuan sama Aldi."
"Sip!" Kezia mengacungkan jempolnya. Ia mengedipkan matanya agar airmata itu turun lagi. Sebelum menuruni tangga Kezia menghembuskan nafasnya. Kemudian ia menuruni tangga itu dan membuka pintu rumahnya. Bersamaan dengan itu, Aldi barusaja keluar dari dalam mobilnya.
Kezia langsung saja berlari dan memeluk Aldi. Aldi terkejut tetapi membalas pelukan itu juga, "Ada masalah apa?"
Kezia tak menjawab. Ia malah menangis tersedu-sedu untuk menarik perhatian Aldi. Kezia semakin memeluk Aldi erat.
Aldi semakin tak mengerti. Ia pun membawa Salsha untuk duduk di teras rumahnya. Perlahan, Aldi melepaskan pelukan Kezia. Ia melihat wajah Kezia dengan intens. Ada beberapa luka memar di wajah Kezia.
Aldi meringis, "Itu kenapa?"
Kezia malah semakin menangis, "Mama, Ald..." cicitnya.
"Mama lo kenapa?" tanya Aldi bingung.
"Mama udah pulang," Kezia menyeka airmatanya, "Tapi Mama marah sama gue."
"Coba ceritain kenapa, kenapa lo bisa jadi seperti ini?" tanya Aldi. Wajah Kezia sangat memprihatinkan.
"Nggak tahu salahnya apa, tiba-tiba Mama datang dan marah sama aku. Katanya dia stress," Kezia kembali menangis. Kali ini lebih kuat. "Kata Mama perusahaannya mengalami kerugian dan terancam bangkrut."
"Trus luka lo kenapa?" Aldi mencoba memegang luka memar di pelipis Kezia. Namun dengan cepat Kezia menepisnya, "Sakit, yaa?"
"Aku di dorong sama Mama sampai ke pentok kursi. Mama juga nampar aku, Ald." Kezia mendekati Aldi. Ia bersandar di dada lelaki itu, "Aku takut sama Mama."
Aldi meringis prihatin. Seumur hidup, ia belum pernah melihat ada Ibu yang tega memperlakukan anaknya seperti ini. Tiba-tiba saja rasa kasihan Aldi semakin memuncak. Kezia selalu merasa kesakitan dan sendirian. Ia tak pernah mendapat kasih sayang dari ibunya. Ia juga tak mempunyai teman selain Aldi. Sekarang juga ia di aniaya oleh ibu kandungnya sendiri.
"Sekarang Mama lo kemana?" tanya Aldi sembari mengusap rambut Kezia.
"Mama pergi, nggak tahu kemana. Aku takut sama Mama, Ald." Kezia menyeka airmatanya dan menikmati wajahnya di dada Aldi. Kapan lagi bisa seperti ini?
"Gue nggak bakalan tinggalin lo. Gue bakal disini sampai malam jagain lo. Jangan mereka sendirian lagi, ya."
Kezia tertawa tanpa suara saat mendengar ucapan Aldi itu. Jika begini saja, ia yakin bisa menjadikan Aldi sebagai miliknya.
"Lo udah makan?" tanya Aldi sembari mengusap rambut Kezia. Kezia menggeleng, "Kita cari makan dulu."
***
"Jadi Tante Helen ninggalin lo buat sementara waktu?"
Salsha yang sedang mengeringkan rambutnya menggeleng pelan. Ia bari siap mandi dan langsung mendapati Steffi berada di kamarnya. Gadis itu sedang membaca majalah sembari terngkurep di kasurnya.
Sebelum mandi, Salsha bertemu dengan Bundanya, Helen. Wanita itu mengatakan akan menemani Ayah Salsha tugas di luar negeri. Ia juga menyuruh Salsha untuk mengajak Steffi nginap di rumahnya.
Dengan berat hati pun Salsha mengangguk. Sebenarnya ia tak rela jika Bundanya pergi, tapi mau bagaimana lagi. Salsha tak mungkin melarang.
"Lo nyuruh gue nginap disini?" tanya Steffi lagi sembari membolak-balikkan lembaran majalah tanpa minat.
"Kalo lo mau," jawab Salsha acuh.
"Jelas mau, la," Steffi bangkit dari posisi semula, "Kalo tidur di rumah, gue nggak bebas ketemu Bastian."
Salsha hanya tersenyum singkat. Kehadiran Steffi bisa mengusir rasa sepinya. Siapa lagi yang ia harapkan selain Steffi.
Selesai mengeringkan rambutnya, Salsha menyisir rambutnya itu dan memoleskan bedak bayi ke wajahnya. Ia menatap Steffi, "Nyari makan, yuk. Yang dekat aja tapi. Jalan kaki."
Steffi mengangguk semangat. Keduanya pun berjalan beriringan menuju penjual makanan di pinggir jalan dekat rumah Salsha.
"Jika makan apa? Bakso apa nasi goreng?" tanya Steffi saat keduanya sudah mulai dekat ke penjual makanan itu.
"Bakso aja."
Sesampainya mereka di penjual bakso, Salsha melihat Aldi dan Kezia sedang makan berdua di tempat itu. Di meja yang terbuat dari kayu.
Salsha tersenyum simpul. Walaupun sakit ia mencoba bersikap biasa saja. Salsha menyuruh Steffi untuk memesan bakso kepada mereka berdua sementara ia duduk tak jauh dari tempat Aldi dan Kezia berada.
Samar-samar Salsha mendengar jika keduanya sedang bercanda gurau. Salsha tersenyum miris. Ia merasa seperti tempat persinggahan Aldi saja. Datang di saat butuh dan pergi di saat sudah mendapatkan yang baru.
***