Salsha mondar-mandir di teras rumahnya. Ia gelisah sembari menunggu kedatangan Bundanya. Salsha rasa sudah tak ada lagi kesempatan untuk Aldi. Lelaki itu sama sekali tak memikirkannya. Seenaknya saja bermesraan dengan Kezia. Salsha memutuskan untuk menghindari lelaki itu untuk beberapa saat. Ia ingin menjernihkan pikirannya dan melupakan lelaki itu.
Sebuah mobil sedan pun memasuki rumah Salsha. Dengan tak sabaran, Salsha menghampiri Bundanya dan membuka pintu mobil itu, "Bun," panggil Salsha.
Helen mengernyit, sebelumnya Salsha tak pernah menemuinya seperti ini. Sepulang Helen kerja, Salsha pasti sudah di kamar. Namun berbeda dengan hari ini, membuat Helen sempat bingung.
Helen melangkahkan kakinya dan masuk ke rumahnya. Ia duduk di sofa sembari melepas sepatu haq tingginya itu. Helen memijat pelipisnya yang terasa pening.
Salsha lantas mengikuti Helen dan duduk di samping Bundanya itu. Ia memijat lengan Helen, "Bunda pasti capek, ya?"
Setelah kepergian Salsha ke Itali dua tahun yang lalu, Helen memutuskan untuk membangun sebuah butik kecil-kecilan. Ia ingin bekerja untuk menghapus kesendiriannya. Apalagi Ayah Salsha sangat jarang dirumah, membuat Helen kesepian. Dan sekarang butik itu sudah mulai berkembang. Setiap pagi Helen akan pergi ke butik itu dan pulang malam hari. Kerjaan di butik itu juga sangat banyak, membuat tenaganya terkuras.
"Iya, sayang," ungkap Helen. Ia menyandarkan kepalanya disofa dan menutup mata.
Salsha mengigit bibirnya. Ingin mengutarakan maksudnya namun masih bimbang, "Bun," panggil Salsha lagi.
Helen membuka matanya, ia yakin ada sesuatu yang ingin Salsha utarakan, "Apa, sayang?"
"Salsha mau ngomong sesuatu," Salsha masih bingung. Antara mengutarakan maksudnya atau tidak. Dengan menghela nafas, Salsha kembali berkata, "Salsha mau kerja di butik, Bunda." ungkap Salsha akhirnya.
Helen hanya diam, tak merespon. Salsha kembali melanjutkan ucapannya, "Salsha bosan kalo cuma di rumah atau keluyuran di luar."
Helen sempat bingung dengan keinginan Salsha. Karena gadis itu pernah mengatakan jika ia ingin melanjutkan sekolah di kampus Aldi. Helen mengusap lembut rambut anaknya itu, "Kamu nggak pengen kuliah? Pendidikan itu penting, Sha."
Salsha tahu. Ia memang ingin kuliah di kampus Aldi, alasannya agar ia bisa lebih mudah bertemu dengan lelaki itu. Tapi, melihat hubungannya dengan Aldi membuat Salsha mengurungkan niatnya itu. Ia ingin benar-benar melupakan Aldi.
"Nggak, Bun. Salsha udah nggak mau kuliah. Salsha pikir, buat apa lagi kuliah kalo sekarang aja Salsha bisa kerja di butik, Bunda."
Salsha tahu, pernyataannya itu salah. Pendidikan penting, sangat penting. Tapi bukan itu yang Salsha perlukan sekarang. Ia ingin mengalihkan pikirannya dari Aldi. Dan satu-satunya cara adalah ia harus melakukan kegiatan lagi.
Helen menepuk-nepuk tangan Salsha seolah memberikan semangat untuk anaknya itu, "Yaudah, mulai besok kamu bisa datang ke butik."
***
Aldi kelimpungan mencari Salsha. Entah ada masalah apalagi Salsha sangat susah di temui. Sejak kejadian di cafe waktu itu, Aldi pikir masalahnya dengan Salsha akan berakhir dan mereka akan kembali ke sedia kala. Namun itu hanya ada di angan-angan Aldi. Buktinya, sekarang Aldi lost contact dengan Salsha.
Aldi sudah selesai ujian dan sekarang ia sedang liburan. Rencananya, di masa liburan ini Aldi ingin menghabiskan waktunya dengan Salsha. Mengganti acara mereka ke pantai yang sempat tertunda. Tapi jika sudah seperti ini, bagaimana ia akan merealisasikan niatnya tersebut?
Seminggu sudah Aldi mendatangi rumah Salsha, namun seminggu itu juga ia tak menemukan Salsha. Aldi sudah bertanya kepada Steffi, tapi sepertinya Steffi juga tak mengetahui keberadaan Salsha.
Seperti saat ini, Aldi mengacak rambutnya frustasi saat rumah itu kosong, terkunci. Aldi merasa ia sia-sia ke tempat ini dan ia juga bingung dimana keberadaan gadis itu.
Aldi membuang buket bunga yang ia bawa tadi, dengan perasaan kesal Aldi keluar dari pagar rumah Salsha. Ntah harus jam berapa lagi ia kesini agar bisa bertemu dengan Salsha.
Aldi melajukan motornya di atas rata-rata. Ia akan menemui Steffi dan memohon agar di beri petunjuk dimana Salsha. Apapun akan Aldi lakukan.
Sesampainya di rumah Steffi. Ia melihat Bastian dan Steffi sedang berbincang di teras. Aldi menghampiri mereka.
"Salsha dimana?" sambar Aldi langsung. Seakan tak punya waktu lagi.
Steffi mengalihkan pandangannya dari Bastian. Ia menatap Aldi aneh, "Gue bukan Bundanya. Jadi gue nggak tahu dimana Salsha."
Aldi menggeram frustasi. Dengan kesal ia duduk di bangku di depan kedua sahabatnya itu, "Nggak usah bohong. Mau sampai kapan lagi kalian nyembunyiin dia?"
Bastian hanya diam. Tak berniat menanggapinya. Ia sudah malas membahas hal-hal yang menyangkut Aldi. Berbeda dengan Bastian, Steffi malah tersulut emosi, "Ngomong apa sih, lo? Kalo pengen tahu Salsha dimana ya cari tau sendiri lah!"
"Udah!" Aldi mengepalkan tangan, "Gue udah capek nyari dia di rumah. Tapi nggak ada. Kalian pasti tahu 'kan?"
Namun Steffi hanya diam. Ia kemudian meraih ponselnya dan fokus ke ponsel itu. Sama sekali tak memerdulikan Aldi yang saat ini hampir gila.
Aldi menggebrak meja sebelum berdiri. Ia menatap tajam ke arah Steffi dan juga Bastian, "Kalian bisa nggak, sih, bantuin gue. Apa salahnya tinggal bilang Salsha dimana!" bentak Aldi.
Bastian juga ikut berdiri, ia memancarkan tatapan permusuhan kepada Aldi, "Nggak usah ganggu Salsha lagi! Hidup dia lebih bahagia tanpa lo!"
Aldi mengepalkan tangannya, tak terima dengan ucapan Bastian itu. Bogeman mentah mendarat mulus di pipi Bastian. Darah segar mengucur dari sudut bibirnya. Aldi sudah kehilangan akal untuk mencari Salsha. Bukannya mendapat solusi ia mendapat makian. Aldi tahu apa yang ia lakukan. Bastian atau yang lainnya tak perlu ikut campur.
Steffi berteriak histeris. Dengan spontan ia mendorong dada Aldi, "Pergi lo dari rumah gue! Nggak bakal gue kasih Salsha ke lo lagi. Cowok kayak lo cuma bisa nyakitin dia."
Aldi perlahan mundur. Ia naik ke atas motornya dan menyalakan mesinnya. Sebelum benar-benar berlalu, Aldi sempat berteriak, "Gue nggak butuh bantuan lo semua buat tahu dimana Salsha!"
***
Aldi melempar semua barang-barang di kamarnya. Ia sudah tak peduli lagi meski sekarang kamarnya sudah seperti kapal pecah. Aldi menjambak rambutnya. Ia meringsut lemah di samping kasurnya. Aldi belum menemukan keberadaan Salsha. Sudah beberapa kali Aldi menelfon gadis itu namun hasilnya nihil, nomor Salsha tidak aktif.
Jantung Aldi berdesir cepat. Ia takut jika Salsha memutuskan untuk pergi lagi. Aldi masih belum mengetahui dimana letak kesalahannya. Ia merasa tak membuat kesalahan fatal terhadap gadis itu. Bukankah masalah mereka sudah selesai?
Aldi meraib frame fotonya berdua dengan Salsha. Dengan murka, Aldi melemparkan frame itu hingga pecah. Ia sudah tak tahu harus melakukan apalagi.
Aldi mengepalkan tangannya. Ia akan mendatangi rumah Salsha pagi-pagi buta. Ia yakin Salsha masih ada dirumah dan enggan untuk bertemu dengannya. Aldi akan menunggu gadis itu hingga ia keluar dari persembunyiannya.
****