Seminggu merenung dan tak di ganggu oleh Aldi membuat Salsha berpikir. Bukan berpikir jika Aldi sudah sepenuhnya melupakannya tapi berpikir jika sekarang Aldi di kendalikan oleh Kezia.
Salsha baru paham situasi apa yang terjadi pada saat di basecamp waktu itu. Gadis yang bernama Kezia itu berusaha memainkan emosinya untuk membuat Aldi jauh darinya. Dan saat itu Kezia berhasil, Salsha emosi dan Aldi yang kembali menyakitinya.
Tapi tentu saja hal itu tak akan berlangsung lama. Salsha tahu apa yang Kezia inginkan, dan Salsha tak akan semudah itu untuk di kelabui oleh Kezia lagi. Jika Kezia memainkan peran di hadapan Aldi, Salsha juga harus bisa seperti itu.
Apalagi setelah mendengar penjelasan Aldi mengenai Kezia. Dapat Salsha simpulkan jika Kezia tergila-gila kepada Aldi sementara Aldi hanya menganggap Kezia sebagai teman biasa. Aldi juga mengatakan kepada Salsha jika ia kasihan kepada Kezia yang tak mempunyai satu teman pun. Aldi juga selalu menceritakan Salsha kepada Kezia. Yang artinya, Aldi hanya menganggap Kezia sebagai teman curhat. Sebagai penghilang rasa bosan saat Salsha berada di Itali.
Lantas, Salsha semakin yakin terhadap pemikirannya tentang Kezia melihat bagaimana sikap Kezia di pertemuan mereka yang kedua.
"Jangan salah paham lagi, Sha. Gue nggak mau kita marahan kayak gini lagi." Aldi mengakhiri ceritanya mengenai Kezia.
Salsha menatap lurus kedepan, ke arah banyak anak-anak kecil yang sedang bermain bersama orang tuanya. Mereka sedang berada di taman, sesuai yang Aldi ucapkan tadi.
"Tapi gue rada aneh sama Kezia lo itu." Salsha beralih menatap Aldi.
"Aneh gimana?"
"Terserah lo sih mau percaya apa nggak sama gue. Tapi, asal lo tahu, penjelasan lo mengenai Kezia ke gue barusan beda banget sama apa yang gue lihat di dapur waktu itu."
Aldi mulai tertarik dengen pembahasan ini, "Maksud lo gimana, sih?"
"Gini Ald, gue ngerasa Kezia itu bukan orang yang susah bergaul. Di lihat dari tampangnya dia, dia itu orang yang cepat dekat sama orang lain. Dan gue rasa Kezia itu berusaha buat ketergantungan sama lo. Berusaha bikin lo ngerasa kasihan lewat semua drama dia."
"Salsha…"
"Kenapa?" potong Salsha langsung, "Lo mau nengur gue karena omongan gue ini? Lo mau bilang gue nggak punya etika setelah pulang dari Italia?"
"Bukan gitu, gue malah ngerasa sependapat sama lo. Gue juga mikirnya gitu, sih."
Salsha menjentikkan jarinya, "Nah, betulkan apa kata gue."
Aldi merangkul bahu Salsha dengan tangannya, "Berarti kita sehati dong," bisik Aldi tepat di telinga Salsha.
Salsha mendelik, ia melepaskan rangkulan Aldi di bahunya, "Apaan sih lo, nggak jelas banget."
"Tapi loh, Sha, gue memang nggak pernah lihat Kezia berinteraksi sama siapa pun di kampus selain gue. Itu yang bikin gue bingung." Ternyata Aldi masih membahas Kezia.
"Ribet banget, sih, nggak usah bahas dia lagi, lah. Bosan gue."
"Maunya bahas apa? Bahas masa depan kita?" Aldi berbisik lagi di telinga Salsha.
Salsha menoyor kepala Aldi, "Ogah! Itu sih maunya elo."
Salsha berdiri dari duduknya, ia bosan jika harus duduk diam di bangku itu. Salsha mulai melangkahkan kakinya dan di susul oleh Aldi sampingnya. Lelaki itu kembali merangkul bahu Salsha dengan mesra. Salsha ingin melepaskan rangkulan itu tetapi di urungkan karena mendengar ucapan Aldi.
"Jangan di lepas. Lo nggak iri apa lihat orang lain pada mesra-mesraan sama pacarnya."
Salsha mencubit perut Aldi pelan tapi ia cukup menikmati rangkulan Aldi itu, "Lo kan bukan pacar gue. Kita beda sama mereka."
"Lo calon gue,"
"Calon apaan?"
Aldi berbisik di telinga Salsha, "Calon istri gue, calon ibu dari anak-anak gue."
Salsha yang mendengar ucapan Aldi itu menahan nafasnya, pipinya merona dan jantungnya berdegup kencang. Aldi selalu bisa membuat hatinya tak menentu seperti ini.
Tak ingin larut begitu lama, Salsha kembali mencubit perut Aldi kali ini dengan sedikit keras, "Nggak ngotak lo kalo ngomong." Salsha melepas rangkulan Aldi lagi dan berjalan cepat.
Aldi meringis kesakitan akibat cubitan Salsha itu. Tapi ia juga terkekeh, akhirnya ia masih bisa menjahili Salsha lagi. Aldi kembali menyusul Salsha. Sampai tepat samping gadis itu, Aldi kembali merangkul Salsha kali ini bukan bahunya tapi pinggangnya.
"Biar makin romantis."
Salsha hanya terkekeh menanggapi ucapan Aldi itu. Hari ini, ia begitu menikamati setiap perlakuan Aldi. Hari ini ia sangat bahagia, walaupun Salsha tahu akan ada babak baru dalam perjalanan cinta mereka.
*****
Suasana sore hari yang mendung menemani kebersamaan Salsha dan Aldi. Saat ini mereka berdua sedang memutari taman sembari memakan es krim. Tangan Aldi masih setia merangkul pinggang Salsha. Aldi tak mau kalah dengan beberapa pasangan yang juga tampak bermesra-mesraan di taman ini.
Aldi menikmati hari ini, bahkan dia berharap waktu berhenti sampai disini. Saat bersama Salsha, ia seakan melupakan beban yang selama ini ia simpan sendiri. Salsha mampu membuat hidupnya lebih berwarna.
Aldi mulai berangan-angan, jika saja dua tahun yang lalu Salsha tak jadi ke Italia, pasti hubungan mereka berdua akan lebih indah daripada sekarang.
"Andai aja, waktu itu lo nggak buat keputusan sendiri dengan pergi ke Italia, mungkin sekarang kita bisa lebih dekat dari ini." ucap Aldi sembari menatap lurus kedepan.
Salsha menengok ke arah Aldi, ia mulai memelankan langkahnya yang di ikuti oleh Aldi. Salsha kembali menengok ke depan, membayangkan kejadian dua tahun yang lalu, "Andai aja waktu itu lo langsung utarain isi hati lo. Andai aja waktu itu lo nggak siapin kejutan-kejutan aneh sama gue. Andai aja waktu itu pas Katya relain lo ke gue, lo bilang ke gue, mungkin gue nggak bakal pergi ke Italia."
Aldi terkekeh. Kekehan yang menyadarkannya kepada kebodohannya dulu. Aldi semakin erat merangkul pinggang Salsha membuat Salsha terjerembab kedepan. Langkah keduanya berhenti. Jarak wajah keduanya pun amat dekat. Aldi tersenyum manis, menikmati setiap pahatan indah wajah Salsha yang tampak sempurna. Aldi membuang es krim dari tangan kanannya sementara tangan kirinya masih merangkul Salsha.
Salsha terkejut bukan main mendapat perlakuan seperti itu dari Aldi, nafasnya ia tahan, ia juga menikmati setiap pahatan dari wajah eksotis Aldi.
Tangan Aldi bergerak mengusap lembut pipi Salsha, ia juga merapikan poni Salsha yang menutupi wajahnya. Ia tak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini.
Aldi mendekatkan wajahnya ke wajah Salsha, Aldi tersenyum kemudian berbisik di telinga gadis itu, "I Love You."
Salsha menahan nafasnya kala mendengar bisikan itu, Salsha tak bisa melakukan apapun kecuali menutup mata. Apalagi Aldi belum mau menjauhkan wajahnya dari wajah Salsha.
Bisa Salsha rasakan kecupan hangat mendarat di keningnya. Aldi mencium kening Salsha dengan lembut. Jantung Salsha berdetak tak karuan. Ia juga masih menahan nafasnya. Aldi paling bisa menjungkirbalikkan perasannya.
Ciuman itu belum terlepas, namun saat membuka mata kesadaran Salsha terkumpul, mereka masih di tengah-tengah taman. Bagaimana jika ada yang melihat mereka seperti ini.
Dengan segera, Salsha mendorong dada bidang Aldi cukup kuat. Ciuman dan rangkulan Aldi pun terlepas, barulah Salsha menghirup udara sebanyak-banyak.
Aldi menggerutu, "Kenapa di lepas, sih? Padahal lagi seru juga."
"Seru nenek moyang lo," sembur Salsha langsung, "Lo nggak lihat semua pada lihatin kita? Mikir nggak!"
Aldi mengedarkan pandangannya ke sekeliling taman dan benar saja banyak pasang mata yang tertawa melihat keduanya. Aldi menggaruk tengkuknya dan tertawa aneh, "Hehe. Maaf, deh. Gue kebawa perasaan."
"Maaf-maaf," Salsha makin menggerutu, "Malu gue jalan sama lo."
Salsha menghentakkan kakinya dan berjalan cepat, Aldi langsung saja mengikutinya. Aldi juga malu, tapi ia menikmati kejadian itu.
Aldi mempercepat langkahnya yang tertinggal dari Salsha. Ia juga kembali merangkul bahu gadis itu. Tak ada penolakan, Aldi tersenyum senang.
"Tapi lo senang kan gue cium kayak tadi," bisik Aldi di telinga Salsha.
Salsha hanya diam saja, tak membantah ataupun mengiyakan ucapan Aldi itu. Salsha tak ingin munafik, ia memang sangat senang di perlakukan seperti itu.
"Tapi Ald, kapan-kapan ajak gue hangout bertiga dong sama Kezia."
"Hah apa?"
"Teman lo teman gue juga 'kan?"
"Siap bos. Kapan-kapan gue ajak."
***