Chereads / PRIA KERAS KEPALA / Chapter 36 - 36. Bertemu Dengan Ji Min.

Chapter 36 - 36. Bertemu Dengan Ji Min.

Mendapat tuduhan yang menyakiti perasaannya dari putranya sendiri wanita yang memilih untuk berjalan keluar dari perusahaan milik ayahnya dengan menahan semua yang dia rasakan.

Wanita itu melihat ke arah sekitar ruangan dan memilih berjalan keluar dan menuju mobilnya sendiri. Dia sengaja mendorong supir pribadinya dan membawa mobilnya sendiri untuk pergi ke suatu tempat.

Entah kemana, wanita itu sama sekali tidak memiliki nafsu dan setidaknya sedikit saja kemarahan pribadi untuk putranya.

Kim Tae Woo.

Pria yang awalnya bayi laki-laki, menjadi laki-laki kecil, pria yang sudah tumbuh, dan menjadi pria sangat dewasa.

Wanita tadi terkekeh kecil dan mengambil beberapa kali langkah cepat. Seorang ibu berhasil mendapat satu foto yang tidak sengaja dia lihat, berusaha mengingatnya dan ada begitu banuak pertanyaan kenapa satu foto yang dia lihat di walpaper ponsel putranya dengan jelas adalah foto sesrkang yang sama bahkan beberapa bulan lamanya putranya berhasil menggunakannya tanpa menggantinya setelah pertemuan antara dirinya dengan Tae Woo beberapa lamanya.

"Siapa pria itu?" tanya wanita itu yang lagi-lagi hanya bisa tersenyum dalam diam namun ada perasaan sedikit khawatir dan takut juga.

Terkadang memasang foto seseorang sebagai walpaper bukaah hal biasa? Tapi hari ini seorang ibu justru mengkhawatirkan anaknya dengan melihat foto yang sama di wallpaper ponsel putranya hanya karena foto itu seorang pria.

Sejujurnya tidak menakutkan juga. Hanya saja nyonya Kim, alias wanita yang dinikahi oleh seornag pria mapan, tampan, dan sangat penyayang itu memilih untuk menucurigai putranya.

Walaupun isi kepala yang menggila ada di dlaam kepalanya membuat wanita itu memilih langsung menjalankan mobilnya pergi ke suatu tempat. Acak, wanita itu tidak memikirkan akan beehenti dimana atau akan berakhir dimana.

Wanita itu hanya ingin dia berhenti jika dia ingin, berusaha keras mengingat siapa pria itu, dan bagaimana bisa putranya menggunakan wajah itu sebagai kunci layar ponselnya begitupun dengan walpapernya.

Walaupun terkesan sendiri dengan senyum manis milik pria cantik itu, siapapun pasti akan menjasi semakin sensitif.

Termasuk seorang ibu, wanita dewasa itu sengaja memarkirkan mobilnya begitu dia dia melihat ke siai caffe dimana di sana memiliki pengunjung yang padat. Perempatan jalan yang ramai, dengan beberapa orang yang mengantri masuk dan beberapa orang yang keluar.

Dia tidak beprikir sama sekali untuk masuk, namun wanita itu memarkirkan mobolnya untuk tetap di dalam. Dia hanya sedang mengontrol mati-matian isi di dalam kepalanya yang kian sulit dikendalikan.

Dan karena putranya menanyakan mengenai ayahnya, wanita itu menkadi semakin melemah. Putranya, suaminya. Seorang istri dan seorang ibu. Wanita itu tidak bisa memposisikan kedua hal yang sama untuk kesenangannya.

Dan wanita tulus mencintai seorang pria itu harus memilih untuk menjadi seorang ibu atau seorang istri.

Tidak bisa mendapatkan keduanya, wnaita itu, seorang ibu yang memiliki seorang anak laki-laki diumurnya duabelas tahun, tahun ke tigabelas tahun pernikahannya, memiliki putra yang tampan dan cerdas harus dihadapkan sebuah pilihan yang besar.

Hanya seorang ibu, atau hanya seorang istri.

Wanita manapun mungkin akan memilih menjadi seorang ibu, namun nyonya Kim memilih untuk menjadi seorang ibu dan tidak memiliki suaminya.

Masa bodoh, dia tidak perduli sama sekali. Kim Tae Woo masih sangat kecil saat itu, dia ditodong pistol oleh ayahnya sendiri karena nyawanya sedang dalam bahaya.

Tuan Kim atau putra Kim.

Hahaha. Nyonya Kim saat itu hanya bisa menangis dalam diam dan memikirkannya matang-matang, dia harus menjadi orang tua tunggal dan menutup segalanya.

Mengerikan, sebuah fakta yang tidak akan bisa Tae Woo terima jika ayahnya, jika ayahnya---.

Wanita itu menangis di dalam mobilnya sendiri, dalam keadaan mesin mobil yang masih menyala.

"Bagaimana bisa akau mengatakannya saat semuanya begitu memukuliku, putraku!" Wanita itu bergumam dengan teriakan di salam dadanya keras namun hanya keluar suara rintihan dan tangisan kecil di sana.

"Maafkan ibu jika kau terlahir dari orang tua seperti kami, Kim Tae Woo." Wanita itu kembali menguatkan dirinya sendiri, dia menghela nafasnya dalam dan mengelap semua air mata pribadinya dengan cepat.

Tidak ada yang bisa melihat air matamya, tidak ada yang harus melihatnya, dan air mata miliknya tidak untuk dilihat oleh orang lain juga.

Wanita itu pergi ke suatu mini market dengan turun dari mobilnya, dua tidak jauh dari parkirannya adalah sebuah mini market. Tempatnya cukup berseberangan dengan caffe yang memiliki pelanggan yang ramai, lalu benar-benar bersejajar dengan kafe kecil itu.

Keadaan mini market yang tidak cukup kecil namun memiliki begitu banyak kebutuhan.

Nyonya Kim pergi ke sana, pria itu benar-benar pergi untuk keperluan pribadi, dia masuk ke dalam untuk memberi setidaknya cemilan yang sehat dan bebrapa minuman.

Dia ingin pergi, ke suatu tempat yang jauh agar dia tidak bertemu dengan siapapun lebih dulu. Ini pertama kalinya, karena putranya untuk pertama kalinya juga bertanya padanya mengenai ayahnya.

Dengan sebuah tuduhan yang membuatnya terkejut dan kembali meraskaan rasa sakit mengingat masalalu yang begitu menyayatnya.

Sepertinya wanita itu juga benar-benar tidak beprikir untuk pupang. Putranya tidak akan mencarinya, pria itu benar-benar tidak memperdulikannya. Intinya seperti tidak dianggap karena wanita itu terlalu fokus pada Jung Hoo Sik.

Sejujurnya juga seorang ibu melakukan sebuah kesalahan besar seperti ini karena dia memiliki alasan. Alasan besar yang berushaa keras wanita lakukan agar keduanya (Jung Hoo Sik dan Kim Tae Woo) tidak bertengkar.

Namun akhirnya menjadi semakin rumit, walaupun pertengkaran keduanya tidak membuat keduanya bertengkar hebat, setieaknya dia maish bisa menahannya.

Dengan apa yang dia bisa, nyonya Kim mengambil keranjang untuk membawa beberapa barang yang akan dia beli, sesekali dia juga melihat beberapa netto untuk yang bisa dia konsumsi.

Namun beberapa pembicaraan seorang pembeli yang sama sepertinya terdengar sedang membicarakan seseorang.

"Kafe di depan sana sangat ramai, aku tadi siang membelikam ibuku minuman yang beliau suka di jam istirahat, sebenaenya mereka seharusnya tidak melayani pelanggan, namun aku sengaja masuk dan meminta dikayani secepatnya karena ibuku sedang sakit, dua pria di sana melayaniku dengan baik. Bahkan aku mendapat diskon dua persen untuk kesembuhan ibuku. Padahal aku berbohong, aku merasa bersalah sekarang. Ibuku benar-benar sakit," ucap salah satu wanita yang sedang berbelanja beberapa makanan kering yang memiliki waktu penyimpanan yang panjang. "Apa karena minumannya?" tanya satu wnaita lain.

"Bukan, ibuku jatuh dari kamar mandi bahkan sebelum aku pulang membawa kopi pesanannnya." Mereka mulai membahas sesuatu yang serius dengan sesekali bergurau. "Kau berkenalan dengan dua pria di sana?"

"Kafe itu berdiri lebih dari enam tahun, dan lima tahun terakhir barisatanya sangat baik dan pembuatan kopinya sangat enak. Kakekku selalu datang ke sana bersama ayahku, dan merekomendasikan padaku untuk datang, namun sampai sekarang aku belum ke sana. Sangat ramai saat aku sedang libur, aku malas pergi." Wanita satu membalas.

"Kau harus datang, selain dua pria di sana sangat baik dan ramah, barista kopinya sangat cantik padahal dia pria."

"Kau memiliki salah satu fotonya? Mungkin jika memang pria itu manis aku akan datang untuk sekedar melihatnya dan memesan untuk kopi ayahku." Wanita tadi mengambil ponsel miliknya dan menjawab.

"Aku berkenalan dengannya dua bulan terakhir, selain membelikan kopi untuk ibuku aku selalu minum susu kocok di sana. Benar-benar sangat enak, dan baristanya sangat cantik dan baik. Walaupun sedikit bicara." Wanita yang menjelaskan memberikan ponselnya untuk memberitahu salah satu temannya yang lain.

"Ini, dia barista yang cantik itu. Namanya Jeon Jung Ki, satu lainnya adalah pelayan kasir, namanya Park Ji Min. Dua-duanya sangat ramah dan baik." Satu wanita yang beklm pernah datang tersenyum tipis, dia mengembalikan ponselnya. "Aku akan mampir besok, dia benar-benar pria yang manis."

"Siapa?"

"Pria yang memiliki nama Jeon Jung Ki, sia sangat manis dan cantik." Keduanya tertawa kecil dan kembali sibuk dengan belanjaannya begitu menyadari mereka benar-benar berisik.

Nyonya Kim yang ada di sana menjadi memikirkan sesuatu, yang dia takutkan hanya sebuah kekhawatiran.

Dan beberapa kali wanita itu mengambil barang asal untuk cepat memenuhkan keranjangnya lalu membawanya ke kasir, membayarnya dengan cepat dan peegi ke suatu tempat.

Dia hanya ingin memakan makanan cepat saji yang dia beli dua buah, dan beberapa minuman botol yang dia beli untuk teman cemilannya.

Tangannya mengambil kemudi untuk mencari tempat untuk memakan makanam tersebut. Taman kota yang lebar, luas dan tidak akan membuat siapapun akan perduli dengan sekitarnya.

Wanita itu memakan habis makanannya, cemilam, minuman dan mengambil ponsel untuk mencari nama kafe tersebut.

Entah memang sama atau tidak, saat kedua wanita tadi membicarakan soal barista caffe dan juga pelayan caffe depan persis mini market tadi nyonya Kim terlihat seperti melihat foto pria yang sama dimana pria itu adalah pria yang sama di ponsel putranya.

Jika seorang wanita saja mengatakan pria itu cabtik, bukankah sebagai seorang ibu merasa was-was adalah hal yang wajar.

"Tutup pukul sebelas malam." Wanita tadi menganggukkan kepalanya pelan, masih sekitar duabelas jam lagi dia bisa pergi ke kafe tadi untum berbicara pada satu orang yang lain.

Ya. Tujuan awalnya sekarang adalah Park Ji Min. Dia ingin berbicara dengan pria itu untuk mencaritahu siapa Jeon Jung Ki, latar belakangnya, dan memiliki hubungan dengan siapa saja pria itu.

Merasa terlalu lawa nyonya Kim.pada akhirnya memilih ke apartemen terdekat untuk menyewa satu malam, lalu menunggu tidak jauh dari persimpangan jalan tersebut pukul sebelas malam.

Nyonya Kim menunggu Park Ji Kang bahkan saat pria itu ternyata selesai bekerja pukul satu pagi.

Saat melihat dua pria keluar daei kafe tadi dengan salah satu pergi ke sisi lain menggunakan hodie tertutup dan berjalan kaki, lalu terlihat satu orang lainnya menggundakan sepeda untuk kepulangannya.

Nyonya Kim yang saat itu sedang menunggu pria itu terlihat tersenyum dan menghentikan Park Ji Min untuk turun.

"Iya nyonya, ada yang bisa aku bantu?" tanya Ji Min dengan wajah yang kelelahan, perut kelaparan dan baju yang sudhs cukup bau.

"Bisa kita bicara? Aku butuh banyak informasi darimu. Tenang saja, semuanya tidak gratis."