Chereads / PRIA KERAS KEPALA / Chapter 41 - 41. Mengulangi Kesalahan Sebelumnya.

Chapter 41 - 41. Mengulangi Kesalahan Sebelumnya.

Kepergian Tae Woo dan juga bibinya dari ruangan tersebut membuat Hoo Sik semakin tidak sadar dengan apa ]yang dia lakukan. Masalah kecil hanya sebatas Hoo Sik mengatakan pada bibinya jika dirinya dengan Tae Woo sudah baik-baik saja beebuntut panjangm

Masalahnya semakin meluas, tidak yang Hoo Sik harapkan. Pria itu semakin terdiam dengan berdiri di ruangan tersebut. Kepergian Tae Woo dan tidak akan pulang ke perusahaannuntuk membantunya.

Pukul sebelas pagi sekarang, selain sarapan yang Tae Woo pesan sudah datang dan dibiarkan saja karena pria itu pergi entah kemana sekarang.

Pertengkaran sekarang membuat Hoo Sik kembali sendiri dan merasa bersalah. Selain dia terlalu baik dan bodoh disaat yang bersamaan, Hoo Sik kira bibinya tidak akan membuat masalah lagi dengan Tae Woo.

Walaupun pria kecil itu jarang dan bahkan tidak pernah pulang ke rumah, Hoo Sik kira bibi dan Tae Woo akan berbaikan dengan halus.

Nyatanya semua itu hanya ekspetasi pahit yang Hoo Sik harapkan tanpa benar-benar terjadi. Dia duduk di lantai ruangan Tae Woo, harinya akan sangat berat sekarang.

Membuat Tae Woo marah adalah mencari kematiannya sendiri. Hoo Sik yang tidak tahu segalanya akan semakin tersudutkan dengan kebaikan yang Hoo Sik berikan karena pria itu dikendalikan oleh bibinya.

Iya. Ibu Kim Tae Woo.

"Tuan Kim Tae Woo." Seseorang masuk dengan beberapa berkas yang harus ditandatangani oleh pria yang memegang semua keputusan perusahaan itu. Nam Gi sengaja datang dan memberanikan dirinya masuk karena pria itu butuh tanda tangannya dengan cepat.

Namun saat melihat tidak ada orang dan hanya Hoo Sik yang sedang terduduk bersimpuh di ruangan tersebut membuat Nam Gi menghela nafasnya berat. Dia menaruh berkas-berkas sebelum-sebelumnya untuk diletakkan di meja kerja Tae Woo.

"Dimana Kim Tae Woo, Hoo Sik?" tanya Nam Gi saat dia tidak melihat siapapun selain pria itu yang terdiam dengan menundukkan kepalanya pelan. "Aku membuat masalah lagi, kali ini lebih parah dari sebelumnya," jawab Hoo Sik membuat Nam Gi menghela nafasnya berat mendenhar kabar buruk yang selalu datang dan menimpa Hoo Sik.

"Iya?" Nam Gi bertanya dengan wajah menyatukan alisnya pelan membuat Hoo Sik menghela nafasnya berat. "Pergilah ke ruanganmu, Hoo Sik. Aku akan membantumu," ajak Nam Gi membuat Hoo Sik bangkit dengan membawa semua makanan yang Tae Woo pesan untuk dia makan nanti.

"Kau sudah terbiasa?" tanya Nam Gi membuat Hoo Sik terkekeh kecil saat Hoo Sik tidak mendengarkan apa yang Nam Gi katakan.

Saat pagi, karena Hoo Sik pikir Tae Woo akan pulang, pria itu membiarkan makanannya di ruangannya. Sayangnya semua itu tidak terjadi, makanan yang Tae Woo pesan menjadi basi dan bau, berakhir Hoo Sik meminta pada OB untuk membersihkan ruang kerja milik Kim Tae Woo.

"Iya," jawab Hoo Sik dengan berjalan cepat menuju ruangannya membuat Nam Gi melirik berkas yang sebelumnya dia bawa akan berakhir selesai besok dan akan menumpuk pekerjaan lebih banyak. Berakhir Tae Woo akan menegurnya nanti, masalah keluarga benar-benar rumit.

Walaupun Tae Woo selalu profesional, Nam Gi tahu benar apa saja yang tidak bisa Tae Woo tahan jika seudah keluar di atas air.

Sangat sulit di tahan.

"Astaga, aku tidak tahu kenapa hubungan kalian sangat rumit. Aku hanya banyak berharap jika kalian dipertemukan dengan orang-orang yang tidak memiliki banyak masalah." Nam Gi berjalan keluar dari ruangan Tae Woo dengan menyusul Hoo Sik di ruangannya.

Benar saja, baru saja saat Nam Gi masuk ke ruangan Hoo Sik pria itu sudah terbebani dengan apa yang akan dia jalani sampai besok. "Kau baik-baik saja?" tanya Nam Gi begitu melihat wajah kacau Hoo Sik yang ke sekian kalinya membuat Nam Gi mulai terbiasa.

"Apa karena datangnya nyonya Kim bertemu dengan Kim Tae Woo, lagi?" Nam Gi yang sangat peka dengan kejadian sebelum dan sesudahnya semakin terbiasa dengan apa yang sedang terjadi. Pria itu terkekeh kecil dan mengelus bahu kanam sahabatnya.

"Jadi kau tidak mendengarkan saranku kemarin?" tanya Nam Gi membuat Hoo Sik sontak saja mengangguk membuat Nam Gi terkekeh. "Kau harus semakin dewasa untuk memilih mana yang seharusnya kau katakan dan mana yang seharusnya kau tidak katakan."

"Seharusnya masalah seperti ini bisa membuatmu sadar jika kesalahanmu hanya mengulangi kesalahan sebelumnya."

Pria dewasa itu berjalan menjauh untuk duduk di sofa, kali ini Nam Gi ingin memberi sedikit nasihat dan saran untuk sahanat dekatnya karena dia tahu bagaimana sulitnya menjadi Hoo Sik.

Pria itu berbohong pun akan semakin menyulitkannya. Tapi setidaknya, Nam Gi akan memberi sedikit telinganya untuk mendengarkan apa yang Hoo Sik ceritakan, Nam Gi juga akan merelakan mulutnya untuk lelah berbicara memberi saran yang akan berakhir sia-sia.

"Kau tidak paham, Nam Gi." Hoo Sik mengelap wajahnya dengan kasar karena dia tidak sadar jika apa yang dia hadapi semakin rumit. "Iya, dan bodohnya kau terus berbicara padaku."

Hoo Sik terkekeh, dia melempar kaleng colla pada Nam Gi membuat pria itu menangkapnya dengan cepat.

"Kau mengharapkan apa dariku, Hoo Sik." Pria itu membuka kaleng colla sebelumnya untuk mengeringkan tenggorokkannya. "Bodoh."

"Kau selalu bicara padaku, dan berakhir sama. Tidak ada perubahan, dan itu juga membuatku malas. Aku juga lelah." Nam Gi meletakkan kaleng colla tersebut dan melipat kedua tangannya santai.

"Hoo Sik, pikirkan jika kau jadi aku. Aku memiliki sebagian besar rahasia perusahaan, lalu banyak infomasi dan data pribadi, masalah pribadi dan hubunganmu, nyonya Kim dan Kim Tae Woo yang tidak baik."

Nam Gi menghela nafasnya berat, pria itu kembali melihat ke arah Hoo Sik untuk menjelaskan sejelas-jelasnya. "Apapun masalahnya, aku tidak tahu." Hoo Sik melirik pelan Nam Gi, dia bisa melihat dengan jelas bagaimana pria itu terlihat tidak berdaya menjadi temannya.

"Aku juga bingung, Nam Gi. Selain aku tidak memiliki siapa-siapa di dalam hidupku dan hanya bisa bergantung pada bibi Kim. Aku benar dan aku salah bagi bibi Kim, aku hanya bisa patuh padanya." Nam Gi berjalan menuju Hoo Sik, dia memeluk tubuh sahabatnya untuk memberi sedikit ketenangan.

"Diumur kita yang sekarang memang ada begitu banyak masalah, kita hanya didewasakan dari keadaan, bukan kenyataan." Nam Gi memberi pelukan hangat karena pelukannya hanya sebatas teman.

"Kita hanya bisa dibahagiakan dan disenangkan dengan apa yang kita buat. Jadi, jika kau senang dan tidak keberatan dengan apa yang kau lakukan. Aku hanya memberimu saran jika, jalani saja." Hoo Sik mendorong tubuh Nam Gi dari pelukannya.

Dia hampir menangis mendengar bagaimana Nam Gi masih tetap menerimanya walaupun pria itu tahu bagaimana kesepiannya seorang Jung Hoo Sik setelah kedua orang tuanya maninggal.

"Aku tahu kau senang mengatakan banyak hal pada bibimu, tapi aku juga tahu bagaimana kau tidak bisa menangani masalah yang ada." Nam Gi kembali menegaskan bagaimana Hoo Sik bermain dengan bodoh tapi pria itu selalu melakukan hal yang sama.

"Hoo Sik, aku senang kau mendapatkan keluarga baru. Tapi setidaknya, kau bisa berbicara pada bibimu mengenai kesehatanmu. Jika kau merasa berbicara dengannya kau merasa senang karena kau merindukan ibumu, katakan saja apa yang ingin kau katakan. jangan mengadu domba antara Tae Woo dengan bibimu. Kasihan, sepupu laki-lakimu sebenarnya." Nam Gi mulai berbicara pada Hoo Sik untuk memberi setidaknya sedikit pemahaman yang ada mengenai Tae Woo yang tahu bagaimana Hoo Sik memiliki kesalahan mental yang buruk, dan bagaimana Hoo Sik menjadi semakin sulit dikensalikan.

"Kau tidak paham apa yang sebenarnya aku inginkan, Nam Gi. Aku juga bingung, tapi aku tidak percaya apakah bibi menyayangiku dengan tulus juga saat dia juga bisa saja berpura-pura perduli padaku." Nam Gi terkekeh, dia menggelengkan kepalanta pelan dan kembali menghela nafasnya berat.

"Terserah saja. Aku selalu menyarankanmu untuk tidak mengatakan mengenai apa yang Tae Woo lakukan segala hal di sini untuk dilaporkan pada bibimu dengan dilebih-lebihkan. Tapi sepertimya kau semakin senang mengadu pada bibimu mengenai Tae Woo karena kau butuh banyak bicara." Nam Gi menggelengkan kepalanya pelan dan berjalan menjauh saat Hoo Sik akan kembali melemparkan alasan yang lain agar membuat Nam Gi percuma menemani keterpurukannya.

"Tunggu sebentar, pacarku menelfon," ucap Nam Gi mengangkat panggilan telefonnya di luar ruangan Hoo Sik karena dia butuh privasinya sendiri.

Nam Gi keluar dengan menjawab sambungan telefon dan mulai berbicara. "Hallo, Kak!" Nam Gi menyapanya dengannsuara yang ramah dan terkesan humoris.

"Kau sedang sibuk? Aku ingin mengajakmu makan siang bersamaku, apa kau bisa?" tanya pria itu dengan mengharapkan kedatangan Nam Gi untuk bisa makan siang bersama. "Ah, makan siang ya." Nam Gi menjawab dengan sedikit berpikir dan gumam yang cukup panjang karena dia tidak cukup bisa menjawabnya.

"Kenapa? Apa kau sibuk? Jika tidak bisa hanya katakan saja, Nam Gi. Aku tidak akan memaksamu untuk---"

"Kak, sebenarnya aku memiliki masalah lain," adu Nam Gi pada pacarnya karena dia juga butuh orang lain untuk menjadi dirinya. "Ada apa? Aku akan memberimu semangat." Pria disambungan telefon dengan Nam Gi mulai sedikit serius berbicara.

"Pimpinanku sedang ada masalah pribadi dengan ibunya, sebenarnya ini masih permasalahan yang sama seperti lima bulan lalu. Kau tahu kan Kak? Aku cerita banyak padamu." Pria itu terkekeh kecil dan kembali berbicara panjang.

"Aku juga sepertinya harus memberimu sedikit arahan lagi," ucap pria yang lebih dewasa itu agar pacarnya tidak akan melakukan hal yang lebuh serius dan ikut campur lebih dalam lagi pada masalah pimpinannya. "Aku ingat semua yang kau katakan padaku, Kak."

"Tapi tetap saja Nam Gi, jika kau semakin banyak memberi perasaan kasihanmu pada pria itu, kau sama saja ikut campur!" Nam Gi menghela nafasnya berat, benar juga. Pria itu tahu segalanya, dan pria itu juga benar atas segalanya. "Lalu apa yang harus ku lakukan?"

"Keluarlah dari pekerjaanmu, aku akan memberimu jabatanku. Bukankah kau berjanji padaku jika kau akan menikahiku, cepat atau lambat itu akan terjadi. Aku ingin pensiun lebih cepat."