Chereads / PRIA KERAS KEPALA / Chapter 34 - 34. Urus Dan Selesaikan Sendiri.

Chapter 34 - 34. Urus Dan Selesaikan Sendiri.

Suasana menjadi hening, Jung Hoo Sik yang tidak beegerak dari gerkaannya, ibunya yang terdiam, dan tatapan datar Tae Woo yang menambah mengerian ruangan yang terdominasi dengan aura mengerikan dari Tae Woo.

"Kenapa ibu diam saja?"

"Apa aku benar?"

"Aku hanya asal bicara, namun ibu sudah ketakutan seperti ini. Apa yang ku katakan memang benar, ibu?"

Wanita itu memuta bola matanya malas, dia benar-benar sedikit terkejut dan dia menyalahkan dirinya sendiri begitu tahu jika kesalahannya adalah dia melakukan semua kesalahan itu dengan sangat bodoh.

"Oh."

"Ibu merasa jika ini salahku?" tanya Tae Woo tidak sadar dan tidak menyangka jika ibunya benar-benar melihat ke arahnya dengan tatapan benci. "Apa kau tidak percaya pada ibumu sendiri soal kematian ayahmu?" tanya wanita itu sebagai seorang ibu, yang ditinggalkan, dan diharuskan mengurus putranya sendiri dan keponakan laki-lakinya juga.

"Bukan seperti itu, aku---"

"Jangan menjadi anak durhaka dan menuduh ibumu sendiri yang membunuh ayahmu, Tae Woo. Kau benar-benar putra yang tidak tahu sopan santun sampau mulutmu berani mengatakan hal itu."

"Aku yang menghidupimu, aku yang selalu mendidikmu agar bisa melakukan apa yang seharusnya kau bisa dimasa depan, aku yang selalu meminta padamu untuk bisa mengurus perusahaan dengan baik karena kau juga harus menjadi suami yang baik untuk istrimu."

"Ibu mendidikmu seperti itu, namun kau mengabaikan dan menutup matamu sendiri dengan cara seperti ini?"

"Kau menuduh ibumu seperti ini?"

Tae Woo menggelengkan kepalanya pelan, dia berjalan mendekat kw arah ibunya saat melihat wnaita itu benar-benar menangis karenanya.

"Ibu, maafkan aku. Aku hanya---"

"Lupakan saja ibumu ini jika pada dasarnya memang hanya ayahmu yang menghidupimu," ucap wanita itu beranjak dari duduknya dan memilih berdiri untuk pergi keluar dari ruang kerja milik ayahnya yang sekarang sudah menjadi milik putranya dan dikursi sebagain juga oleh anak dari kakaknya juga.

"Ibu," panggil Tae Woo dengan menghadang ibunya yang akan pergi keluar dari ruangannya dengan rasa kecewa, airmata dan karena ulang Kim Tae Woo, putranya.

"Lepaskan tanganmu, Kim Tae Woo. Kau sudah membuat ibumu merasa sangat kecewa pernah melagikanmu kedunia dan membiarkanmu tetap hidup hanya untuk menyakiti batin ibumu." Wanita yang mendapat marga keluarga Kim dengan asli Jung dari ayahnya benar-benar keluar dari ruangannya tanpa mengatakan apapun.

Tae Woo yang hanya bisa bersimpuh dengan menundukkan kepalanya pelan merasa sanhat tidak berdaya. Bukan ini yang Tae Woo inginkan, dia sangat terbawa perasaan karena baru saja mendengar suara pria yang sangat mirip dengan suara ayahnya.

Ayahnya yang sudah meninggal, itu kata ibunya. Pria yang memiliki sedikit waktu untuknya dan pria yang memberi sedikit pendidikan mental dan kekerasa sebagai anak laki-laki.

Pria itu menghilang hanya dengan ibunya mengatakan ayahnya meninggal, kali terakhir bertemu adalah saat ayahnya pulang dalam keadaan berdarah di bagian lengannya. Entahlah, Tae Woo tidak ingat.

Karena seingat Tae Woo ayahnya pulang dalam keadaan memegang bahu kanan dan lengannya, dengan darah yang mengalir seperti air berwarna merah turun dari tangan.

Luka serius, bahkan pria itu mendapat marah dan teriakan dan juga makian dari ibunya.

Satu bulan setelahnya ibu mengatakan jika ayahnya meninggal tidak lama sebelum rumah keluarga Jung kebakaran. Kebakaran, terbajar atau sengaja dibakar Tae Woo tidak tahu jelasnya.

Dan semua itu semakin memukul kenyataan yang harus Tae Woo terima jika selain dia harus kehilangan ayahnya, dia juga harus berbagi dengan ibunya.

Kim Tae Woo yang tidak pernah dekat dengan Jung Hoo Sik harus berbagi ibu, berbagi yang dia miliki, berbagi mainan, rumah, uang, makanan dan segalanya.

Itu membuat Tae Woo frustasi, dan diumur Tae Woo yang sudah menginjak dewasa, lulus S1 pria itu dengan berani memilih untuk hidup di apartemen yang sudah Tae Woo beli dengan uang yang dia miliki.

Tatapan tajam milik Tae Woo mengarah pada Hoo Sik saat pria itu terlihat membantunya untuk berdiri, memegang kedua bahunya untuk memanangkannya.

Hanya saja.

Satu dorongan kencang Tae Woo berikan pada Hoo Sik karena dia benar-benar tidak bisa bertahan begitu saja.

DUK.

BUG.

Hoo Sik yang memiliki niat baik harus terjatuh dengan sangat keras dengan suara ringisan kecil yang keluar dari mulutnya.

"Apa ini yang kau inginkan?" tanya Tae Woo pada Hoo Sik yang mempertanyakan apa yang Hoo Sik inginkan jika sudah seperti ini. "Apa maksudmu?"

"Aku sudah berusaha berdamai denganmu, kenapa setiap aku ingin memperbaiki diriku sendiri, berdamai denganmu, justru kau datang padaku untuk membuat kesalahan lagi Kak?"

"Apa mulutmu tidak bisa diam hanya dengan menelan fakta jika aku dan kau sudah berbaikan, itu saja?" Tae Woo mengeratkan genggaman tangannya yang mengepal. "Aku lelah!"

"Aku lelah harus mengalah setiap saat, aku harus meminta maaf, berdamai dan meminta maaf lagi. Kau yang datang membawa ibu untuk memarahiku, itu tandanya kau mengibarkan bendera perang lagi untukku."

"Kau hanya anak dari paman Jung, kenapa kau ikut campur urusanku saat kami memiliki marga keluarga Kim. Seharusnya kau tahu diri, ibuku sudah memungutmu, dan kau hanya tinggal membalas budi dengan cara jangan ikut campur. Kau benar-benar bedebah sialan!" kesal Tae Woo melampiaskan semuanya pada kebodohan milik Jung Hoo Sik.

Selalu saja seperti itu.

Selalu saja.

Setiap saat.

Memang kejadiannya tidak sampai ibunya menangis, kecewa dengan perkataan Tae Wok baru saja. Hanya saja, Tae Woo dan ibunya akan terus berkelahi sampai Tae Woo pergi dari ruangan itu dan membiarkan Hoo Sik mengurus segalanya.

Dan berakhir berantakan.

Tae Woo meminta maaf, dan Hoo Sik membuat kesalahan yang sama.

Seperti itu saja seterusnya tiga belas tahun lamanya, Hoo Sik pikir Tae Woo tidak kelelahan?

Bangsat!

"Kau keterlaluan, Kim Tae Woo." Hoo Sik sedikit menegus apa yang Tae Woo katakan padanya dan untuk bibinya. "Kau yang bedebah!" balas Tae Woo dnegan kemarahan yang tinggi dan kebencian yang semakin besar.

Mata tajam milik Tae Woo melihat ke wajah Hoo Sik dengan mata yang terus menuju pada wajah menjijikan Hoo Sik.

"Kau menyakiti ibumu sendiri!" teriak Hoo Sii yang mampu membuat Tae Woo terkejur karena tiba-tiba, Tae Woo terkekeh.

Dia menujuk dirinya sendiri dan menujuk dada sebelah kiri milik Hoo Sik. "Iya, memang wanita tadi ibuku."

"Tapi kau merebutnya dariku," sambung Tae Woo membuat Hoo Sik terdiam membisu tidak bisa mengatakan apapun sama sekali.

Wajah serius Tae Woo.

Tatapan kelihatan milik Tae Woo.

Perasaan hancur dari mata Tae Woo.

Euara lirih yang keluar dari mulu Tae Woo.

Rahang yang mengeras menahan kemarahan milik Tae Woo.

Semuanya terekam jelas di mata Hoo Sik, namun pria itu hanya bisa terdiam tidak mengatakan apapun.

"Urus dan selesaikan sendiri!" Pria itu pergi dan keluar dari ruangannya melimpahkan semua pekerjaan hari itu juga tanpa membawa apapun, Tae Woo hanya berjalan menuju ponsel yang terjatuh dan mengambilnya singkat.

Keluar menuju lift, dan sampai di lobi. Begitu banyak karyawan yang membicarakannya, sudah biasa. Ibunya datang, keluar dengan penuh drama. Tae Woo keluar, dengan tatapan dan wajah penuh amarah.

Berakhir Hoo Sik yang menyelesaikan semua masalahnya sendirian.

Tae Woo keluar menuju parkiran mobilnya, untuk pergi. Tujuannya hanya satu, pria baik yang selalu mendengarkan keluh kesahnya, teman seperjuangannya walaupun pria itu lebih dewasa.

Tae Woo butuh kakak laki-laki, dan hanya Min Yoon Seok seorang pengacara hebat yang bisa mengatakan segalanya dengan jujur tanpa ditutup-tutupi.

Pria yang selalu membantu Tae Woo dalam kondisi apapun, pria yang seakan-akan menjadi malaikat yang setia mendengarkan apa yang akan Tae Woo katakan nantinya.

Dengan kemarahan yang masih ada di dalam dirinya Tae Woo menghubungi seseorang untuk mengabari jika dia akan datang. Apapun yang terjadi, sesibuk apapun pria itu nanti Tae Woo hanya butuh pria itu.

Yang, Yoon Seok untuk mendengar setidaknya nasihat buruk atau menyakitkan yang perlu membangkitkan jika sadis dan buruk di dalam dirinya untuk sadar jika yang dia lakukan benar-benar sesuatu yang salah.

Atau mungkin benar.

"Hallo," sapa Tae Woo saat dia melihat jika Ypon Seok mengangkat panggilan darinya. "Ya?"

"Aku akan datang ke tempat kerjamu, bisakah aku datang?"

"Aku akan ada sidang."

"Tidak masalah, aku akan tetap menunggu."

"Aku akan lama Tae Woo, sampai jam makan siang."

"Aku akan tetap menunggu."

Tae Woo mendengar helaan nasaf berat milik Yoon Seok begitu mendapati Tae Woo yang keras kepala kembali lagi padanya. "Kau bertengkar lagi dengan ibumu?"

"Iya."

Tae Woo kembali mendengarnya untuk yang kedua kalinya. "Keluargamu benar-benar aneh."

Tae Woo mendapat sambungan yang terputus tiba-tiba begitu menyadari jika Tae Woo mendapat pesan dari Yoon Seok setelahnya.

/Datanglah, tunggu saja di ruanganku dan jangan membuat masalah!/

Tae Woo tersenyum senang, sesibuk dan semenyebalkan apapun Min Yoon seok untuk Tae Woo, pria itu selalu bersedia membantu Tae Woo dimanapun masalah terjadi pada Tae Woo.

Seperti sekarang.

Tae Woo menghela nafasnya lega, dia menyimpan ponselnya dan melanjutkan perjelanannya dengan tenang ke tempat kerja milik Min Yoon Seok.

"Aku tidak tahu apakah aku bisa bertahan hidup sampai sekarang jika aku tidak bertemu denganmu, Kak Yoon Seok."

"Kau membantu banyak hidupku yang rumit, terimakasih banyak. Terimakasih banyak Min Yoon Seok."

Pria itu mengatakan hal serius itu pada dirinya sendiri karena hari buruknya yang begitu berat selalu dia lakukan dan berkonsultasi pada Yoon Seok.

Sejujurnya jika Tae Woo bisa dia bisa saja angkat kaki dari rumahnya saat lulusan Sekolah Menengah Atas.

Hanya saja atas saran Yoon Seok juga Tae Woo memperpanjangnya menjasi lulus S1. Yoon Seoknyang mencegah banyak Tae Woo untuk tidak keluar dari rumahnya sendiri, walaupun berakhir gagal juga.

"Kak Yoon Seok, semoga kau tidak memiliki masalah denganku suatu saat nanti, karena jika itu terjadi. Aku tidak yakin bisa mengalahkanmu, aku sangat sungkan padamu karena kau yang membuat hidupku lebih berarti, memiliki banyak kesabaran dan yang mendidikku untuk dewasa."

"Aku tidak tahu apakah aku akan menang jika aku melawanmu dimasa depan nanti."