Setelah mengganti ekor ikan kecilnya menjadi kaki manusia, Tangtang selalu berada di pelukan Mo Heng, sangat jarang berjalan di daratan.
Tangtang terhuyung-huyung ke depan tangga, karena takut ia menggigit jarinya dan menoleh ke arah Mo Heng. Kemudian ia memberanikan diri untuk memanjat tangga dengan kedua tangan dan kaki pendeknya.
Demi estetika, tangga di Taman Mo tidak memiliki pembatas. Melihat Tangtang memanjat tangga itu dengan goyang, jantung Mo Heng pun seolah terangkat ke tenggorokannya, ia segera mengikutinya di belakang. Sejenak, ia tidak menyadari apa yang ingin dilakukan anak itu.
Setelah berhasil naik sampai lantai dua, Tangtang duduk di lantai dan mulai terkikik bahagia seperti orang yang baru saja menyelesaikan petualangan besar. Kemudian ia bangkit lagi dari lantai dan berjalan menuju paman galak, Mo Qishan.
Sejak dulu, anak-anak tidak pernah suka dengan Mo Qishan. Mo Heng yang merupakan anaknya sendiri pun tidak akur dengannya. Bahkan, hubungan mereka bagaikan musuh dan sudah melakukan perang dingin selama sepuluh tahun.
Anak-anak yang pertama kali bertemu Mo Qishan pasti akan menangis ketika melihat wajahnya yang galak. Namun Tangtang tidak takut kepadanya, tidak hanya memeluk betisnya, gadis kecil itu bahkan menganggapnya seperti pohon besar, berusaha untuk memanjat seperti bekicot.
Sambil berusaha memanjat, mulut kecil Tangtang bergumam, "Papa, papa…"
Berada di hadapan Mo Heng, Mo Qishan merasa begitu canggung dan kebingungan untuk menghadapi situasi tak terduga itu.
Tangtang masih berusaha untuk memanjat tubuh Mo Qishan yang seperti pohon besar itu. Namun setelah ia gagal untuk kedua kalinya dan tergelincir ke lantai, mata besar Tangtang mulai berair dan hidung kecilnya menjadi merah.
Paman berwajah dingin itu tetap tidak memedulikannya, Tangtang sangat sedih tetapi berusaha untuk tidak menangis.
Mo Heng juga tidak tahu apa yang salah dengan dirinya. Padahal, ia jelas-jelas merasa duyung kecil itu sangat merepotkan. Ia membawanya pulang pun juga karena tidak ada pilihan lain.
Tetapi sekarang ini ketika melihat Tangtang sedih dan hidungnya memerah, hati Mo Heng bagaikan ditusuk pisau, terasa begitu menyakitkan.
Ah, sudahlah, mungkin nanti jika dia sudah tidak menginginkan karirnya, dia akan mendaftarkan Tangtang pada Kartu Keluarganya dan menyatakan bahwa gadis itu adalah anak perempuannya.
Ternyata sebelum Tangtang menangis, badan kecilnya sudah dipeluk oleh Mo Qishan.
Mata merah Tangtang berhadapan dengan tatapan mata Mo Qishan yang telah luluh dan penuh kasih, "Gadis mungil, siapa namamu?"
Tangtang duduk di lengan Mo Qishan. Bahkan ketika Mo Heng masih kecil pun, ia tidak pernah menikmati perlakuan seperti ini.
Tangtang yang tadinya masih sedih, kini emosinya telah berubah drastis menjadi sangat senang. Ia memeluk leher Mo Qishan dengan erat dan menjawab pertanyaan ayah Mo Heng itu kata demi kata, "Tang...tang..."
Jarang-jarang nada suara Mo Qishan terdengar begitu lembut, "Nama yang bagus, siapa yang menamaimu?"
Mo Heng takut Tangtang keceplosan. Ia pun memberikan isyarat kepada Tangtang dengan tiba-tiba batuk. Tangtang yang juga cilik mengetahui isyarat itu dan menunjuk kepada Mo Heng, "Kakak yang memberikan nama ini kepadaku!"
Mo Qishan melirik ke arah Mo Heng, 'Hmm, mulutnya rapat juga.'
Mendengar isi hati Mo Qishan, Tangtang segera membuka mulutnya lebar-lebar. Ia menunjukkannya kepada Mo Qishan untuk memperlihatkan bahwa mulutnya sama sekali tak rapat.
Mo Qishan tidak mengerti apa maksud tindakan Tangtang, ia hanya menganggap gadis itu sedang memasang muka jelek dan ia pun dibuat tertawa olehnya.
Isi hati Mo Qishan sekali lagi terdengar oleh Tangtang, 'Meskipun Mo Heng begitu kurang ajar, tapi itu tidak ada hubungannya dengan anak ini.'
Kemudian ia mendengar, 'Anak ini memang generasi dari keluarga Mo kami, dia sama sekali tidak takut kepadaku, bahkan tersenyum begitu manis kepadaku.'
'Tangtang begitu imut, Mo Heng telah membawanya ke rumah, maka jangan harap dia bisa membawanya pergi lagi.' batin Mo Qishan sedetik kemudian.
Tangtang diam-diam menghela napas lega. Paman yang dari luar terlihat begitu galak dan dingin ternyata sangat mudah luluh! Jauh lebih gampang dari Ayahanda-nya!
Fang Lanxin melihat suasana perang yang tadinya masih mengelilingi ayah dan anak itu telah dihilangkan oleh si gadis kecil yang cantik. Ia pun segera menyarankan, "Jarang-jarang Mo Heng pulang ke rumah, malam ini makan di rumah saja, aku akan meminta bibi Zhang menyiapkannya."
Namun, Mo Qishan langsung berseru, "Tunggu sebentar..."