Chereads / "When You Love Someone" / Chapter 15 - " Before The Wind Blows " (9)

Chapter 15 - " Before The Wind Blows " (9)

***

Alarm berdering dengan kencang diatas meja, dibalik selimut terlihat tangan yang sedang mengapai poselnya dan mematikan alarm yang membuatnya terbangun. Masih terdiam dibalik selimut, kembali mengecek jam diponselnya yang menunjukan pukul 7.00 pagi, tapi Brian masih enggan untuk keluar dari kasurnya.

Keseharian yang setiap hari Brian lakukan.

Setiap pagi Brian bangun setiap pukul 7 pagi, walau dengan mata yang masih terpenjam. Tanpa sarapan ia segara pergi kesekolah tepat 20 menit sekolah masuk. Sedangkan perjalanan dari rumah kesekolahnya menempuh jarak waktuk sekitar 20 menit.

Setiap harinya didalam kelas Brian selalu saja tidur setelah sampai kelas walau terlambat. Tidak pernah mengikuti setiap pelajaran. Ada saat ia selalu mengerjakan soal dari guru dan selalu saja ia berhasil memecahkan semua jawaban itu dengan benar dan membuat semua orang terkesima dengannya. Tak pernah mengobrol dengan orang lain, bahkan saat pergi kekantin ia hanya makan seorang diri, jika dia makan bersama dengan teman-teman, merekalah yang menghampiri Brian terlebih dahulu.

Ada waktu Brian mendapatkan hadiah atau surat dari para siswi didalam lokernya. Bahkan kadang ada yang memberikannya secara langsung, tetapi tidak ada satupun yang ia terima dan selalu ia abaiakan dengan ekpresi wajah dingin.

Tapi ada waktu ia juga bermain dengan teman-teman dan itu waktu yang sangat langka dimana saat-saat itu adalah saat ia tidak bisa tertidur pulas. Tetapi tetap saja bukan Brian yang mengajak teman-temannya bermain atau mengobrol duluan. Dan rata-rata teman-temannya itu berasal dari para pecinta game.

Setiap malam Brian hanya bisa memakan 3 mangkuk cup ramen yang ia beli di Minimarket dekat rumahnya. Ia tidak pernah makan dengan benar selain disekolah. Dengan sebotol soda dan semangkuk nasi hangat. Ia setiap harinya makan dimeja yang disediakan oleh minimarket. Walau begitu Brian begitu lahap menikmati dengan makananya. Sebenarnya ia bisa saja makan disebuah restoran atau dirumah, tapi ia memilih untuk makan ramen setiap harinya karena sudah menjadi kebiasaanya sejak ia tinggal sendirian dirumah besarnya.

Karena hidup sendirian Brian menjadi lebih bebas untuk melakukan hal yang ia sukai. Tapi itu tidak membuat ia menjadi anak yang nakal yang menyukai kekerasan. Brian lebih menyukai hidupnya yang tenang dan damai. Bahkan berkat Brian kekerasan dis ekolah hampir tidak terjadi, karena beberapa anak-anak nakal tersebut lebih takut kepada Brian.

Sesekali Brian pernah melihat beberapa murid kelas 3 yang sedang memalak atau menghajar secara bergelombolan kepada orang yang lebih lemah. Tanpa harus mengotori tangannya mereka langsung ciut hanya dengan kedatangannya. Brian bukan orang yang suka ikut campur dengan masalah orang lain. Hanya saja ia sangat membenci orang yang sok kuat melawat orang yang lebih lemah.

Dan ada hal lain yang membuat mereka segan dengan Brian adalah karena Brian adalah cucu dari pemilik sekolah ini dan juga Ibu nya pemiliki Yayasan B.ONE Foundation, yaitu Yayasan kebudayaan terbesar di Indonesia dan selalu memberikan beasiswa untuk para murid yang berprestasi, para seniman, ataupun para atelit. Keluarganya adalah termasuk keluarga konglomerat ke 2 di indonesia.

Tapi hal itu tak membuat Brian bangga atas hal itu. Setelah Ibu nya yang pergi meninggalkannya dari dunia ini membuat dunia Brian runtuh dan hilang. Sebenarnya Brian memiliki Ayah. Dan beliau adalah seorang pengusahan sukses di Indonesia. Dia adalah seorang Pemilik perusahan televise SBC yang merupakan salah satu stasiun Tv nasional terbesar di Indonesia. Tapi hubungan dengan Ayah tidak harmonis.

Berada dirumah juga salah satu hal yang membuatnya nyaman, sambil memakan chicken dan menonton televisi yang berikuran cukup besar berada diruang tamu rumahnya. Saluran apapun ia tonton kecuali jika ada berita tentang Ayahnya Brian yang muncul diacara TV berita secara sepontan ia langsung mematikan TV dan hal itu membuat mood Brian langsung tidak baik. Perasaan marah dan benci langsung meluap dengan tiba-tiba, hingga ia melempar remot TV dengan penuh emosi, Brian langusng beranjak dari sofa dan berjalan pergi keluar dari rumah untuk mencari udara segara, mengilangkan rasa amarannya.

***

Waktu menunjukkan pukul 6 pagi, Alarm berbunyi segera Arin terbangun sambil mematikkan jam alarm-nya Arin beranjak dari tempat tidurnya dan segera mandi. Tepat pukul 7 pagi Arin sudah rapih untuk segera berangkat sekolah.

Berangkat menggunakan tranportasi umum, berdesakkan bersama dengan orang yang ingin berangkat kerja. Berbaur dengan orang-orang, menemui orang –orang yang sama sekali tidak ingin melangalah untuk mendapatkan tempat duduk. Walau berangkat lebih pagi Arin tidak pernah sekali pun mendapatkan tempat duduk, dengan sikapnya yang tidak enakkan dan tidak bisa bersikap egois. Ada hari dimana ia mendapatkan tempat duduk tapi dengan memudah ia berikan pada orang yang lebih berhak mendapatkannya, seperti ibu hamil atapun orang lanjut usia.

Keharian disekolah dimana ia belajar dengan giat, menyimak pelajaran, makan siang bersama dengan ketiga temannya. Mengobrol berbagai hal dan bercanda dengan teman-temannya membuat dirinya menjadi dirinya sendiri. Arin yang sebenarnya adalah seseorang yang ceria dan banyak bicara tidak seperti kebanyakkan orang yang hanya tahu bahwa Arin orang yang pendiam. Hanya saja ia bersikap seperti itu hanya pada orang-orang yang menurutnya nyaman saja. Jika berhadapan dengan orang yang tidak dekat dengannya, sifatnya akan berubah mode menjadi orang yang sangat pendiam.

Sepulang sekolah Arin segera pergi ke Café yang tempat ia bekerja paruh waktu. Ada hari dimana Café begitu ramai hingga tak ada waktu Arin untuk beristirahat dan ada hari dimana Café sepi pembeli membuat Arin menjadi lebih banyak waktu untuk bernafas. Jam kerja di café hanya 4 jam, jadi setiap hari nya Arin pulang jam 10 malam.

Didalam kereta bahwa tanah yang sedang melaju, dalam terlihat cukup dengan orang pekerja yang pulang bekerja. Arin berdiri menghadap pintu sembari mendengarkan radio dengan earphone. Dengan wajah lelahnya, Arin selalu menjalani hari-hari yang melelahkan setiap harinya. Terkadang hal itu membuat Arin sering ketiduran dijam pelajaran karena menahan kantuk dan lelah harus membagi waktu antara sekolah dan bekerja.

Hari terus berulang, walau hanya satu hari ia memiliki hari libur, hal itu ia habiskan untuk bermain dengan adiknya yang bernama Ririn yang masih berumur 7 tahun. Ibu-nya juga bekerja disebuah pabrik dan selalu pulang larut malam ataupun pagi hari jika ia bekerja dimalam hari, hal itu membuat Arin juga harus mengurus adik sepulang kerja. Membuat makan malam ataupun makan pagi dan mengerjakan beberapa pekerjaan rumah.

Setelah Ayah-nya yang meninggal saat ia masih kecil membuat Ibu harus berkerja lebih keras dan Arin sudah sejak dulu membantu Ibunya mengurus adiknya yang saat itu masih bayi.

Sepulang sekolah dengan menggunakan kereta bawah tanah, Arin pergi menuju tempat kerjanya, setelah berpisah dengan teman-temannya didepan gerbang. Biaya sekolah tidaklah murah, mengingat latar belakang Arin bukan dari keluarga berada hal itu membuat mereka mengerti dengan posisi Arin.

Sesampainya di Café Arin langsung bertukar shif dengan teman kerjanya. Ia meletakan tas diloker dan mengenakan celemek dan mulai bekerja. Ia mencuci gelas atau piring yang kotor, ia juga berjada di meja kasir untuk melayani pelangan yang ingin memesan. Dengan ramah Arin mendengarkan semua pesanan pelanggan yang terlihat mengantri didepannya.

Hingga hari semakin gelap dan pelangggan semain berkurang. Café menjadi sedikit sunyi hanya ada beberapa pelanggan yang masih menikmati kopi mereka sambil berbincang. Arin terlihat sedang mengelapi meja yang baru saja tinggalkan pelanggan. Dan berjalan menuju tempat cuci piring meletakan gelas kotor untuk ia bersihakan.

Setelah berjalan cukup jauh dari rumahnya bahkan tadi Brian.Hingga ia melewati sebuah café dan memutuskan untuk masuk kedalamnya untuk sekedar beristirahat disana sambil menikamati kopi. Brian memasuki café dengan membuka pintu, Ia melihat sekitar beberapa saat hingga ia sampai didepan meja kasir. Melihat menu yang terpajang disana, ia juga melihat pegawai yang berdiri membelakanginya terlihat sedang mencuci sesuatu disana.

" permisi ..!" saut Brian.

" iyaa .. tunggu sebentar ..." ucapnya yang terlihat sedikit terburu-buru, sambil membasuh tangannya yang masih ada busa sabu, mengelapnya lalu berjalan menuju meja kasih.

" mau pesan apa ..?"

Seketika bagaikan waktu terhenti. Pertemuan yang tidak terduga antara Brian dan Arin. Membuat mereka saling terdiam dengan padangan binggung dan terkejut. Suasana canggung dan hening meliputi mereka. Terutama Arin, matanya tampak gemetar kebinggung. Tapi ia segera melurusakan pikiraannya karena saat ini ia sedang berkerja.

" mau pesan apa ..?" tanya Arin sekali lagi yang terlihat mengalikan focusnya pada lanyar kompurter. Sedangkan Brian yang walau tatapannya yang datar tapi sungguh saat ini dia juga merasa canggung dan binggung.

" ahh .. Ice Americano satu ..." jawab Brian sambil mengelurkan kartu kredit-nya.

" ne .. Ice Americano satu .. ada lagi ..?" tanya Arin yang mecoba untuk tenang.

" tidak ada .. itu saja ..".

" semuanya jadi 25000 .." ucap Arin yang melihat kearah Brian yang terlihat mengulurkan kartu kredit padanya, segera dengan tenang Arin mengambilnya.

" ini .. silahkan ditunggu sebentar .." ucap Arin sambil memberikan kemali kartu kredit milik Brian.

Brian hanya menganggguk melihat Arin yang hari terlihat berbeda dengan apa yang selalu ia lihat saat disekolah. Walau tidak begitu memperhatikan tatapi Brian merasa Arin untuk pertama kalinya menatapnya tanpa ragu.

5 menit berlalu Brian menunggu sambil memainkan ponselnya. Arin yang mendekati kearahnya didepan meja kasir sambil mengulurkan segelas ice kopi kepadanya.

" ini Kopinya .." ucap Arin yang mencoba untuk tetap bersikap tenang dan mengggap Brian hanya seorang pelanggan bukan teman satu sekolahnnya.

" oh iya .." jawab Brian yang kemudian segera pergi meninggalkan Café.

Saat Brian sudah tak terlihat setika itu juga Arin menghela nafas panjang. Rasanya seperti baru keluar dari dalam air yang membuat ia sulit bernafas, tapi akhirnya ia bisa kembali bernafas dengan normal.

" huff .. huff .. apa-apan tadi itu ..hampir saja .. waoh .." Arin yang masih tidak bisa berkata-kata dengan apa yang terjadi.

" kenapa dia bisa datang kesini yaa ...? Apa jangan-jangan dia tahu gue kerja disini .. ?? huff, gimana ini ..?" Arin yang mearsa resah dan tidak tenang dengan apa yang akan terjadi kedepannya.

***