***
Setelah kejadian malam itu, membuat Arin merasa canggung saat setiap berpapasan dengan Brian. Bukan perasaan takut ataupun cemas lagi yang dirinya rasakan tapi perasaan canggung hingga membuat dia salah tingkah. Apa lagi beberapa hari belakangan ini Brian dan dirinya menjadi sering makan siang bersama dijam istirahat. Beberapa kali saat mata mereka saling bertemu, ia yang langsung berusaha menghidar karena merasa tersipu malu, lantaran ia merasa aneh dengan tatapan Brian yang makin hari terlihat berbeda. Tatapan dingin itu tiba-tiba menghilang dari pandangan Arin.
Ada moment dimana beberapa kali walau tidak terlihat Brian membatu dirinya entah itu hal-hal kecil sekalipun. Seperti saat Arin tidak sampai menghapus papan tulis pada bagian atas, tanpa suara Brian membantu dirinya. Atau saat mereka bertemu didepan pintu, ia mengalah dan memberikan jalan padanya terlebih dulu, tidak seperti biasanya yang berlaku seenaknya sendiri. Walau ekspresinya memang tidak berubah seperti biasanya, 'datar'. Tapi tatapan dinginnya itu sudah tidak terlihat lagi. Hal itu membuat Arin binggung dengan pemikirannya sendiri.
***
Setelah kejadian pertemuan malam itu saat di Café, membuat Brian tersadar bahwa ada sebuah dunia lain yang pernah ia bayangkan. Dirinya yang selalu selalu hidup dengan penuh keegoisan dan semuanya sendiri, tapi setelah melihat Arin yang selama ini selalu ia anggap seseorang ganis polos yang manja dan lemah hingga membuat diri hampir membenci Arin tanpa alasan, tapi selama ini ia salah dengan semua pemikiraannya.
Hingga tanpa sadar dirinya mulai memperhatikan setiap gerak gerik yang dilakukkan Arin. Setiap ada moment dimana ia bisa memandangi Arin dari jauh dalam waktu yang lama, melihat perubahaan ekpresi Arin. Saat ia terdiam mendengarkan teman-temannya, saar ia tertawa dan saat Arin bersikap koyol dihadapan teman-temanya tanpa sadar membuat dirinya tersenyum sendiri.
Bahkan saat ia berpapasan dengan Arin didepan pintu, tanpa sadar dirnya mengalah begitu saja tidak seperti dirinya yang biasanya tidak pernah mau mengalah dnegan orang lain, bersikap seakan-akan dia berkuasa. Tapi ia merasa lemah saat melihat ekpresi Arin yang terlihat ketakutan saat berhadapannya. Hal itu membuatnya merasa sangat ingin meluruskan kesalahpahaman itu, tapi ia tidak tahu bagaimana cara meluruskannya.
Di saat semua orang sibuk membersihkan setiap sudut kelas sebelum pelajaran terakhir, hanya dirinya yang terdiam berdiri menyender pada loker kelas. Mleihat teman-temannya yang sibuk memberishkan kelas sambil bercanda gurau, hingga perhatian terfocus pada satu orang yang terlihat sibuk memberisihkan papan tulis. Kaki pendeknya yang berusaha menghapus papan tulis yang lebih tinggi dari tinggi badan Arin membuat dirinya tak sanggup manahan tawa karena merasa lucu melihatnya.
Dengan perlahan ia berjalan mendekat, mengambil apusan papan tulis dimeja, kemudian langsung menghapus tulisan yang berada dipaling atas. Ia menyadari bahwa Arin terkejut dengan kedatangannya, tapi ia mencoba untuk berpura –pura tidak perduli dengan wajah datarnya.
" ohh ..!? makasih .." ucap pelan Arin.
***
Sepulang sekolah, ia sengaja pulang terlambat. Setelah jam pulang kerja Arin pergi ke perpustakan yang letaknya tak jauh dari rumahnya untuk belajar, karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya membuat Arin sampai lupa bawah ujian akan segera tiba. Jadi dirinya harus belajar dengan lebih giat lagi.
Kini waktu menunjukkan pukul 12 malam. Arin terus berjalan menyusuri jalan trotoan setelah turun dari bus. Semakin ia memasuki jalan rumah sudah tidak jauh lagi. Udara semakin hari semkain menjdari hangat, seperti angin musim panas sudah mulai datang.
Tapi kenapa tiba-tiba Arin merasakan perasaan tidak enak, ia merasa seperti ada yang mengikutinya dari belakang dan membuat dirinya sangat ketakutan setengah mati. Arin mulai berfikiran yang aneh-aneh, dan mulai mempercepat langkahnya, tapi ia merasa orang yang berada dibelakangannya juga mempercepat langkahnya.
" Woii ..!! kenapa jam segini baru pulang ..?".
Terdengar suara yang ia kenal dan membaut Arin menghentikan langkahnya. Dia adalah Brian yang muali berjalan menghampiri Arin.
" huff .. aku pikir siapa .. bikin takut.." gerutu Arin yang mengatur nafasnya yang tak beraturan karena jantungnya berdetak lebih cepat karena ketakutan.
" Baru pulang kerja ..?" tanya Brian.
Arin hanya diam saja tidak membalas pertanyaan dari Brian dan hanya merundukkan kepalanya, kerena entah kenapa tiba-tiba jantungnya muali berdebar hingga dirinya tak nyaman berdekatan dengan Brian.
Melihat tingkah Arin yang masih ketakutan dengannya membuatnya merasa binggung dan serba salah. Ia khawatir akan kemba,i membuat kesalahan.
" apa gua sebegitu menakutkannya ..? sampai- sampai gak berani ngangkat kepala dan ngeliat gua ..?" ucap Brian mencoba merendahkan suaranya lalu munduk satu langkah menjuah dari Arin.
" bukan gitu kok ..." ucap Arin terdiam menatap kaki Brian yang melangkah menjauh darinya, sungguh saat ini pipinya terasa panas, ia khawatir Brian akan melihat pipinya yang mulai memerah.
Young Hyun merasa tak habis pikir dengan gadis satu ini, membuatnya tidak bisa berkata-kata. Hanya bisa menghela nafas, kemudian berjalan meninggalkan Arin.
" Huff .. kenapa harus aku jadi salah tinggah gini sih .." gerutu Arin yang binggung dengan dirinya sendiri, sambil memegang pipinya yang terasa panas seperri kentang rebus yang baru matang. Kemudian Arin berjalan tepat dibelakang Brian.
Mereka terus berjalan menyusuri jalan yang sepi. Brian yang berjalan didepan sambil memikirkan cara agar dirinya bisa lebih dekat dengan Arin. Sedangkan Arin berjalan dibelakang terlihat sibuk dengan pikirannya. Hingga mereka berhadapan dengan jalan perempatan didepan. Brian yang sudah berdiri tepat ditengah-tengah, menghentikkan langkahnya menunggu Arin.
Arin yang berjalan sambil merundukkan kepalanya hingga tak sadar bahwa Young Hyun berhenti dan akhirnya kepalanya menubruk punggung Young Hyun.
" Ahh ..!!" Arin yang merintih karena keningnya merasa sakit karena menabrak punggung Brian dengan cukup keras.
Setak membuat Brian langsung berbalik dengan wajah kesal. " Kalau jalan yang benarlah ..!!".
" ohh .. maaf .." ucap Arin yang kembali merunduk takut mendengar Brian yang meninggikan suaranya.
Seketikan Brian menyesal karena tak sengaja meninggikan nada suaranya hingga terdengar seperti orang marah, hingga kembali membuat Arin merundukkan kepalanya, sambil menghela nafas . " hyaa ..!! coba angkat kepalamu dulu .. emangnya lehermu gak sakit .. terus-terusan ngerunduk .. " ucap Brian yang merendahkan suaranya.
Dan perlahan Arin menegakkan kepalanya. Hingga tak sengaja mata mereka saling bertatap satu sama lain beberapa detik saja seperti waktu yang seketika berhenti disekitar mereka, sorot mata yang lembut mereka pancarkan membuat mereka tak sadar dengan apa yang mereka lakukkan, tapi kemudian akal sehat Bria tiba-tiba muncul hingga langsung memalingkan pandangannya, entah kenapa Bria merasa sedikit malu dan salah tingkah, saat memandang wajah polos Arin yang terlihat begitu imut hingga membuat akal sehatnya sekana menghilang.
" udah sana pergi ..!!" ucap Brian sambil menunjuk dengan dagunya kearah kanannya, karena letak rumah Arin masuk kearah kiri dari perempatan jalan, sedangkan arah rumahnya masih lurus kedepan.
" ohh .." jawab Arin yang kemudian berjalan menuju rumahnya.
Brian masih memandangi punggung Arin, ia merasa bersalah karena tanpa sadar ia selalu bersikap kasar pada Arin walau sebenarnya ia tak bermaksud untuk menakutinya. Ia memastikan Arin sampai dirumahnya dengan selamat, erus menunggu hingga ia melihat Arin yang sudah masuk kedalam rumah, dan kemudian ia pun berbalik dan berjalan menuju rumahnya yang hanya berbeda 2 blok dari rumah Arin dengan parasaan yang membuatnya merasa aneh sendiri.
***