***
Setelah kejadian malam itu, membuat Arin merasa canggung saat setiap berpapasan dengan Brian. Bukan perasaan takut ataupun cemas lagi tapi kini yang Arin rasakan tapi perasaan canggung hingga membuat dia salah tingkah. Apa lagi beberapa hari belakangan ini Brian dan dirinya menjadi sering makan siang bersama.
Beberapa kali saat mata mereka saling bertemu, Arin yang langsung berusaha menghidar karena merasa tersipu malu, lantaran Arin merasa aneh dengan tatapan Brian yang makin hari terlihat berbeda. Tatapan dingin itu tiba-tiba menghilang dari pandangan Arin.
Ada moment dimana beberapa kali walau tidak terlihat Bria membantu dirinya entah itu hal-hal kecil sekalipun. Seperti saat Arin tidak sampai menghapus papan tulis pada bagian atas, tanpa suara Brian membantu dirinya. Atau saat mereka bertemu didepan pintu, Brian mengalah dan memberikan jalan padanya terlebih dulu, tidak seperti biasanya yang berlaku seenaknya sendiri. Walau ekspresinya memang tidak berubah seperti biasanya, 'datar'. Tapi tatapan dinginnya itu sudah tidak terlihat lagi. Hal itu membuat Arin binggung dengan pemikirannya sendiri.
Setelah kejadian pertemuan malam itu saat di Café, membuat Brian tersadar bahwa ada sebuah dunia lain yang pernah ia bayangkan. Dirinya yang selalu selalu hidup dengan penuh keegoisan dan semuanya sendiri, tapi setelah melihat Arin yang selama ini selalu ia anggap seseorang ganis polos yang manja dan lemah hingga membuat diri hampir tidak menyukai Arin tanpa alasan, tapi selama ini ia salah dengan semua pemikiraannya.
Hingga tanpa sadar Brian mulai memperhatikan setiap gerak gerik yang dilakukkan Arin. Setiap ada moment dimana ia bisa memandangi Arin dari jauh dalam waktu yang lama, melihat perubahaan ekpresi Arin. Saat ia terdiam mendengarkan teman-temannya, saar ia tertawa dan saat Arin bersikap koyol dihadapan teman-temanya tanpa sadar membuat dirinya tersenyum sendiri.
Bahkan saat ia berpapasan dengan Arin didepan pintu, tanpa sadar Brian mengalah begitu saja tidak seperti dirinya yang biasanya tidak pernah mau mengalah dengan orang lain, bersikap seakan-akan dia berkuasa. Tapi ia merasa lemah saat melihat ekpresi Arin yang terlihat ketakutan saat berhadapannya. Hal itu membuat Brian sangat ingin meluruskan kesalah pahaman itu, tapi ia tidak tahu bagaimana cara meluruskannya.
Di saat semua orang sibuk membersihkan setiap sudut kelas sebelum pelajaran terakhir, hanya dirinya yang terdiam berdiri bersandar pada loker kelas. Melihat teman-temannya yang sibuk membersihkan kelas sambil bercanda gurau, hingga perhatian terfocus pada satu orang yang terlihat sibuk membersihkan papan tulis. Kaki pendeknya yang berusaha menghapus papan tulis yang lebih tinggi dari tinggi badan Arin membuat Brian merasa lucu melihatnya.
Perlahan Brian berjalan mendekat, mengambil penghapus papan tulis di atas meja, kemudian langsung menghapus tulisan yang berada dipaling atas. Bria menyadari bahwa Arin terkejut dengan kedatangannya, tapi ia mencoba untuk berpura –pura tidak perduli dengan wajah datarnya.
" ohh ..!? makasih .." ucap pelan Arin.
Sepulang sekolah, ia sengaja pulang terlambat. Setelah jam pulang kerja Arin pergi ke perpustakan yang letaknya tak jauh dari rumahnya untuk belajar, karena terlalu sibuk dengan pekerjaannya membuat Arin sampai lupa bawah ujian akan segera tiba. Jadi dirinya harus belajar dengan lebih giat lagi.
Kini waktu menunjukkan pukul 12 malam. Arin terus berjalan menyusuri jalan terotoan setelah turun dari bus. Semakin ia memasuki jalan rumah sudah tidak jauh lagi. Udara semakin hari semkain menjadi hangat, seperti angin musim panas sudah mulai datang.
Tapi kenapa tiba-tiba Arin merasakan perasaan tidak enak, ia merasa seperti ada yang mengikutinya dari belakang dan membuat dirinya sangat ketakutan setengah mati. Arin mulai berfikiran yang aneh-aneh, dan mulai mempercepat langkahnya, tapi ia merasa orang yang berada dibelakangannya juga mempercepat langkahnya.
" Hya ..! kenapa baru pulang jam segini ..?".
Terdengar suara yang ia kenal dan membuat Arin menghentikan langkahnya. Dia adalah Brian yang mulai berjalan menghampiri Arin.
" huff .. aku pikir siapa .. bikin takut aja sih .." gerutu Arin yang mengatur nafasnya yang tak beraturan karena jantungnya berdetak lebih cepat karena ketakutan.
" baru dari tempat kerja ..?" tanya Brian.
" emm .." jawab Arin yang terus menrundukkan kepalanya membuat Brian merasa serba salah dan binggung
Mereka terus berjalan menyusuri jalan yang sepi. Brian yang berjalan didepan sedangkan Arin berjalan dibelakang terlihat sibuk dengan pikirannya. Hingga mereka berhadapan dengan jalan perempatan didepan. Brian yang sudah berdiri tepat ditengah-tengah, menghentikkan langkahnya menunggu Arin.
Arin yang berjalan sambil merundukkan kepalanya hingga tak sadar bahwa Brian berhenti dan akhirnya kepalanya menabrak punggung Brian.
" Ahh ..!!" Arin yang merintih karena keningnya merasa sakit karena menubruk punggung Brian dengan cukup keras.
Brian langsung berbalik dengan wajah kesal. " Hya ..!! kalau jalan yang benar ..!!".
" ohh .. maaf .." ucap Arin yang kembali merunduk takut mendengar Brian yang meninggikan suaranya.
Brian hanya bisa menghela nafas melihat tingkah Arin yang sejak tadi menghidari dirinya. Tapi ia juga merasa sedikit bersalah saat melihat Arin yang sedang merundukkan kelapanya dan raut wajahnya yang takut padanya. " hyaa ..!! angkat kepalamu .. emangnya lehermu gak sakit .. selalu saja merunduk .. " ucap Brian yang merendahkan suaranya.
Perlahan Arin menengakkan kepalanya. Tak sengaja mata mereka saling bertatap satu sama lain beberapa detik saja, tapi kemudian Brian langsung memalingkan pandangannya, entah kenapa Brian merasa sedikit malu dan salah tingkah, saat memandang wajah polos Arin yang terlihat begitu imut.
" kenapa sih lu selalu ngerundukin kepala setiap didepan gue ? apa segitu menakutkannya gue dimata lu ? emangnya gue keliatan kaya pengen makan lu ?" ucap kesal Brian.
Mendengar perkataan Brian membuat Arin tersadar akan satu yang selama ini membuatnya bahkan tidak mengerti kenapa ia harus menghindari Brian. Mungkin hanya belum terbiasa menghadapi cowok yang bersifat dingin terutama ekspresi wajah yang selalu datar membuatnya tanpa sadar seakan tidak berani menatap Brian.
" bukan begitu ..." gerutu Arin yang tidak bisa memberikan jawaban atas pertanyaan Brian.
Sambil menghela nafas karena merasa tidak tega melihat ekspresi Arin, ia mencoba menenggakn dirinya dan berfikir agar bersikap lebih halus dihadapan Arin. " udah sana pergi ..!!" ucap Brian sambil menunjuk dengan dagunya kearah kanannya, karena letak rumah Arin masuk kearah kiri dari perempatan jalan, sedangkan arah rumahnya masih lurus kedepan.
" ohh .." jawab Arin yang langsung bergegas panik, berjalan menuju rumahnya.
Brian masih memandangi punggung Arin, ia merasa bersalah karena tanpa sadar ia selalu bersikap kasar pada Arin walau sebenarnya ia tak bermaksud untuk menakutinya. Brian memastikan Arin sampai dirumahnya dengan selamat, melihat Arin yang sudah masuk kedalam rumah, kemudian Brian pun berbalik dan berjalan menuju rumahnya yang hanya berbeda 2 blok dari rumah Arin.
***