***
Sesaat mereka sudah sampai didepan rumah, suasana yang begitu canggung hingga membuat Arin tidak berani menatap mata Fathan yang terus memandanginya. Persaaan canggung dan senang yang saat ini Arin rasakan untuk pertama kalinya. Ia benar-benar merasa sangat bahagia hari ini dan tidak pernah akan ia lupakan.
Sejak ia terlahir kedunia untuk pertama kalian ulang tahun begiru berharga. Dimana semua temannya dengan tiba-tiba memberikan kejutan ulang tahun untuknya tanpa ia duga. Karena memang Arin tidak pernah memberi tahukan kapan ulang tahunnya dan tidak pernah ada bahasa tentang hal seperti ini sejak mereka kenal. Entah bagaimana keempat temannya begitu memperhatikkannya dan membuat Arin tidak berhenti berterima kasih dalam hatinya.
Mereka masih terdiam satu sama lain, saling berhadapan dengan canggung. Arin mulai menyadari sesuatu yang saat ini Fathan pegang dengan kedua tangannya yang penuh dengan kado miliknya.
" ahh ... sini berikan barangnya .. maaf sudah membuatmu repot .." ucap Arin yang tak enak hati karena dirinya hanya membawa seikat bunga besar pemberian dari teman-temannya. Perlahan Farhan memberikan satu persatu paperback yang berukuran besar itu pada Arin.
" hati-hati berat .." ucap Fathan yang melihat Arin yang tak seimbang karena keberatan beban.
" nggak .. nggak apa-apa kok .. aku ini kuat .. heheh .." ucap Arin dengan penuh percaya diri walau sebenarnya ia merasa sedikit keberatan. " emm .. makasih yaa .. buat hari ini ... aku bener-bener makasih sama kalian .." ucap Arin.
" kamu udah berapa kali aja ngucapain makasih .. udah sana masuk .. ini'kan berat .." ucap Fathan yang mengkhawatirkan Arin keberatan karena tangan yang penuh dengan barang.
" emm .. kamu hati-hati dijalan yaaa ..." ucap Arin.
" emm ..." angguk Fathan sambil tersenyum lembut. " Aku pergi yaa .. sampai ketemu disekolah .. byeee ..." ucap Fathan sambil melambaikan tangannya, lalu mulai berjalan pergi. Arin masih terdiam menunggu Fathan, tiba-tiba Fathan yang sudah cukup jauh berbalik kearahnya.
" Kenapa masih disitu ..?? udah masuk aja ...!! cepat masuk .." ucap Fathan yang sentak membuat Arin salah tingkah dan panik, kemudian segera beranjak pergi. Melihat Arin yang bertingkah lucu membuat Fathan tak bisa menahan senyumannya karena merasa sangat gemas dengan tingkah Arin yang seperti anak kecil. Hingga akhirnya Fathan berbalik dan melanjutkan langkahnya untuk berjalan pulang.
***
Pagi yang cerah, Arin baru saja keluar dari dalam rumahnya. Terus berjalan melewati rumah-rumah dengan jalan yang terlihat ramai orang yang juga akan berangkat kesekolah ataupun bekerja. Wajahnya tampak begitu cerah dengan senyumannya yang lebar, bahkan ia dengan ramah menyapa orang-orang yang mengenalnya.
Tidak seperti sifat Arin yang selalu diam dan tidak terlalu pandai menyapa orang-orang disekitarnya. Sifatnya yang pemalu itu membuatnya sulit beradaptasi, bahkan orang-orang yang ia sapa pun tampak heran melihat Arin begitu berbeda dari pada biasanya.
Bagaikan jalan berbunga sepanjang jalan yang Arin lewati, tampak begitu harum dan segar. Arin benar-benar seperti terlahir kembali dengan versi dirinya yang berbeda. Langkah yang berirama menyusuri jalan menuju stasiun kereta bawah tanah.
Tiba-tiba ...
" Kelihatannya seneng banget yaa .." Saut seseorang yang tiba-tiba muncul dari belakang sentak membuat Arin yang terkejut dengan kedatangan Brian yang sudah berjalan disebelah kananya. Arin yang sejak tadi tersenyum kini menutupi senyumannya karena merasa malu pada Brian yang bisa menggangapnya seperti orang bodoh yang tersenyum sendirian.
" Engga kok .. biasa aja .." ucap Arin yang kemudian menyadari bahwa dirinya terlalu dekat dengan Brian dan langsung membuat dirinya sedikit menggeser posisi untuk memberikan jarak.
Perlahan dengan ragu Arin mencoba melihat wajah Brian dari samping, sedikit mendongkakkan kepalanya karena tinggi badannya hanya sekitar sepundak Brian untuk bisa mlihat ekpresi wajah Brian yang begitu datar untuk beberapa detik saja sebelum Brian menyadarinya.
Arin merasa binggung dengan sikap Brian yang semakin aneh. Entah itu mencoba bersikap ramah, ataupun tiba-tiba muncul saat ia sedang sendirian. Bahkan wajah dingin yang selama ini Arin lihat, entah kenapa tiba-tiba menjadi biasa aja dan tudak membuatnya takut, tapi yang membuatnya binggung adalah kenapa dirinya yang tiba-tiba merasa canggung saat berdekatan dengan Brian.
" ahh ..! kemarin lu abis kemana ..? gue lihat lu jalan bareng sama Fathan ..?" tanya Brian dengan tiba-tiba membuat keheningan Arin terpecahkan.
" ahhh .. itu .. enggak kok .. kita abis main bareng aja .." jawab Arin mencoba untuk bersikap tenang, tapi secara bersamaan ia merasa bingung kenapa Brian bisa melihatnya jalan dengan Fathan.
" ahh .. gitu yaa ..".
Kembali hening.
Pandangan ragu Brian yang penuh dengan pertanyaan yang sangat ia ingin mengetahui penjelasannya, karena sejak semalam ia terus saja memikirkan hal bodoh hingga membuatnya tidak bisa tidur dengan tenang.
Dirinya mencoba melihat kearah Arin yang terlihat diam saja, membuatnya penasaran dengan apa yang saat ini Arin pikirkan. Sebuah pikirkan yang tiba-tiba masuk dalam pikirannya. " Mungkin dia gak nyaman dengan keberadaan gua" pikir Brian.
Mereka saling terdiam satu sama lain seperti orang asing. Bahkan saat masuk kedalam kereta, Brian mencoba untuk menjauh dari Arin yang mungkin akan merasa tidak nyaman dengannya.
Setelah dipikirkan selama perjalanannya, memikirkan hal ia ia ingat kembali sikapnya terhadap Arin, sejak mereka bertemu di stasiun, dilapangan bola dimana ia tak sengaja melempar bola hingga mengenai Arin, walau ia sudah mencoba untuk meminta maaf dengan memberikan obat luka, tapi ia tidak benar-benar meminta maaf secara langsung pada Arin dan beberapa kejadian yang mungkin membuat Arin akan berfikir dirinya sangat tidak menyukai Arin.
Berbanding terbalik dari pemikiran itu, dirinya sungguh ingin bisa menjadi dekat seperti Mina dan teman-temannya yang lainnya. Tapi entah kenapa walau sudah berusaha untuk bersikap tenang, ada saja yang membuat suasana menjadi tegang.
Kereta terus melaju melewati beberapa stasiun. Arin yang terduduk diantara orang-orang, sorot matanya tak bisa berhenti melihat kearah Brian yang tiba-tiba menjadi seseorang yang dingin.
Aura kuat dan mencengkam pada Brian begitu tampak jelas dipandangannya. Percakapan singkatnya tadi entah kenapa tiba-tiba menjadi dingin dan asing. Perubahan sikap yang begitu spontan pada Brian membuat Arin terus berfikir apa yang salah darinya.
Hanya bisa menghela nafas dan terdiam didalam kereta yang penuh dengan orang-orang. Hening hanya terdengar suara decitan rel kereta. Arin mencoba mengalihkan pikirannya dengan mendengarkan lagu sambil berfikir.
" kenapa juga harus gue yang merasa bersalah".
***