Michella baru saja tiba di apartemennya, ia langsung di sambut oleh Kate yang sejak tadi sudah menunggunya. Michella merebahkan tubuhnya di atas sofa, Kate langsung menghampirinya. Michella masih memikirkan tentang tawaran Ben, karena sebenarnya ia merasa agak risih jika Jose masih terus tinggal di apartemennya.
Karena terkadang Michella merasa tidak bebas melakukan hal apapun di apartemennya, namun ia tidak mungkin mengatakan hal itu pada Kate. Mengingat Kate sudah sangat baik padanya, bahkan sudah menggratiskan dirinya dari biaya apartemen.
"Mic, apa kau baru saja menemui Ben?" tanya Michella lirih.
"Iya, aku baru saja menemuinya, tapi ada hal yang bikin aku bingung."
Kate mengerutkan keningnya. "Kenapa? Apa kalian bertengkar lagi?"
Michella menghela nafas dan langsung menceritakan semuanya pada Kate, dan tentu saja hal itu membuat Kate merasa senang mendengarnya. Ia tidak menyangka jika Ben akan memperlakukan sahabatnya dengan baik.
"Mic, apa kau serius? Astaga aku tidak menyangka jika Ben begitu baik denganmu, jika kau ingin ikut bersamanya tidak apa-apa Mic. Aku tidak keberatan, aku malah senang karena akhirnya sahabatku menemukan kebahagiaan."
"Apa kau serius?"
"Tentu saja, lagi pula aku tidak akan kesepian karena Jose bisa tinggal di sini menemaniku." Ujar Kate antusias.
"Kate, apa kau sudah yakin dengan Jose?" tanya Michella penasaran.
Kate mengerutkan keningnya. "Memangnya kenapa? Apa kau meragukan Jose?"
Michella mendekat ke arah Kate dan berbisik lirih di telinga Kate. "Kate, kau baru kenal Jose 1 minggu yang lalu. Kau harus tau dulu bagaimana kehidupan ia sebenarnya, maaf aku bukannya memperkeruh keadaan. Kau itu satu-satunya keluarga yang aku punya, aku tidak ingin hal buruk terjadi padamu."
Kate tertegun mendengar ucapan Michella. "Mic, kau tidak perlu khawatir, aku tau siapa Jose. Jadi tidak mungkin jika Jose akan berbuat yang tidak-tidak padaku."
Michella menghela nafas. "Baik lah, aku percaya padamu Kate."
"Sebaiknya sekarang kau beristirahat, nanti biar aku yang bikin makan malam."
"Ok! Terima kasih Kate." gumam Michella yang langsung beranjak dari duduknya dan bergegas masuk ke dalam kamarnya.
Ketika di depan kamar, Michella berpapasan dengan Jose yang baru saja keluar dari dalam kamar Kate.
"Mic, kau sudah pulang? Bagaimana kencan pertamamu?" tanya Jose mengerling Michella.
"Sempurna" sahut Michella yang langsung masuk ke dalam kamarnya. Sementara Jose tertawa kecil dan langsung menghampiri Kate yang sedang duduk di ruang tengah.
Jose langsung mengecup bibir Kate dengan lembut, dan Kate membalasa kecupan Jose dengan mesra. Mereka berdua benar-benar pasangan yang sedang di mabuk kepayang.
"Bagaimana Michella? Kelihatannya dia sangat senang sekali hari ini."
Kate tersenyum. "Tentu saja, kau tau apa yang Ben berikan padanya?"
Jose mengerutkan keningnya. "Memangnya apa? Aku jadi penasaran."
Kate berbisik di telinga Jose. "Ben membeli apartemen mewah untuknya, makanya sekarang dia sedang bimbang."
Jose membelalakan matanya. "Apa? Apartemen mewah? Lalu kenapa dia bimbang."
Kate menghela nafas. "Ia tidak tega jika harus meninggalkan aku sendirian di sini."
"Michella memang sahabat sejati, lagi pula kau tidak akan kesepian. Kan ada aku di sini yang akan selalu menemanimu" gumam Jose dan kembali mengecup bibir Kate dengan lembut, mereka berdua telah di selimuti oleh nafsu yang sudah tak bisa di bendung lagi.
Sementara itu di lain tempat, Michella yang berada di dalam kamar masih duduk termenung di depan meja riasnya. Michella masih membayangkan saat ia memadu asmara dengan Ben, terkadang Michella tersenyum ketika membayangkan saat Ben menyentuh tubuhnya dengan lembut. Sungguh kini ia benar-benar seperti sedang di mabuk asmara, karena belum pernah ia jatuh cinta seperti ini sebelumnya.
"Astaga, pikiran macam apa ini." Gumam Michella tertawa kecil, Michella beranjak dari duduknya dan merebahkan tubuhnya di atas ranjang.
Michella masih bimbang memikirkan keputusannya, apakah ia harus pindah atau menetap tinggal bersama Kate. Tak lama kemudian ponsel Michella berdering, di lihatnya nama Ben yang tertera di layar ponsel.
Michella tersenyum dan langsung menjawab panggilan telepon dari Ben. Ia sedikit terkejut saat mendengar Ben memanggilnya dengan sebutan sayang, bahkan ia merasa belum meresmikan hubungannya dengan Ben.
"Hai sayang, kau sedang apa?"
"Aku masih bersantai di atas ranjang, apa kau sedang sibuk?" tanya Michella penasaran.
Tak lama kemudian, Ben menyalakan kamera video call. Michella tersenyum kecil karena sebenarnya ia ingin sekali menyalakan kamera, namun ia tidak memiliki keberanian untuk melakukannya.
Kamera video menyala, Ben tersenyum manis ke arah Michella. Sementara Michella membalas senyuman pada Ben. Michella tampak cantik di mata Ben, rasanya ia tidak ingin berjauhan dengannya.
"Michella, kau sangat cantik." Gumam Ben lirih dan hal itu membuat Michella tersipu malu.
"Ben berhentilah untuk terus memujiku seperti itu, aku sangat malu." Sahut Michella.
Ben tertawa kecil, ia tidak menyangka jika wanitanya sangat pemalu. "Kau tidak perlu merasa malu denganku, karena aku tidak akan bosan untuk terus memuji kecantikan wanitaku."
"Ben, kau ini."
Ben kembali tertawa. "Oke, aku akan berhenti memuji sekarang. Tapi tidak untuk setelah telepon ini di tutup, jadi bagaimana? Apa kau sudah memutuskannya?" tanya Ben penasaran.
Michella menghela nafas. "Belum, aku masih bingung"
Ben mengerutkan keningnya. "Apa yang membuatmu bingung, Mic? Katakan padaku, mungkin aku bisa memecahkan masalahmu"
"Tidak, ini hal yang mudah. Aku akan memberitamu jika aku sudah siap untuk pindah kesana." Seru Michella antusias.
Ben tersenyum mendengar ucapan Michella. "Benarkah? Aku akan terus menunggumu Michella, yasudah aku mau mandi dulu. Setelah ini aku ada sedikit pekerjaan untuk besok, kau mau aku belikan makan malam?"
"Tidak perlu Ben, Kate akan memasak untukku malam ini."
"Baiklah, kau memang sahabat yang baik. Aku akan meneleponmu 2 jam ke depan, bye sayang."
"Oke Ben, aku tunggu teleponmu, bye"
Panggilan telepon pun terputus, Michella kembali meletakkan ponselnya di atas meja. Perasaannya sangat senang, Ben benar-benar sudah menghipnotis dirinya.