Ravi Lazy Arsenio membuka kunci pintu kamarnya, dia terkejut mendapati banyak bulu burung hitam bertebaran mengotori lantai kayunya yang mengkilap. Dia menatap jendela tertutup rapat dengan sinar mentari yang menembus kaca transparan pada jendela. Laki-laki berambut hitam itu menunduk mengambil bulu yang berada di depan kakinya, bulu itu sangat lembut dan tebal daripada bulu burung yang pernah Ravi sentuh sebelumnya.
Ravi mengendus udara yang seolah berputar mengelilingi dirinya dan membelai halus penciuman dengan aroma manis dari cokelat leleh dan samar-samar bau hujan yang baru turun. Ravi menarik napas dalam membiarkan oksigen masuk ke rongga paru-parunya lebih banyak lagi, dia tidak pernah mencium aroma campuran seperti ini sebelumnya. Dia menyadari bahwa bulu yang dia pegang di antara jarinya juga memiliki aroma yang sama, tetapi lebih pekat dari sebelumnya seolah aroma itu berasal dari sana. Ravi hampir tenggelam dalam dirinya sendiri melupakan apa yang sebenarnya terjadi dengan kamarnya karena begitu teralih oleh aroma yang membuat dirinya bergejolak itu, sampai sebuah suara memecah pikirannya.
Srak!
Suara gesekan selimut lantas membuat kepala Ravi tersentak ke arah kasurnya dengan mata mengerjap kaget dan tanpa sadar dirinya mundur seketika itu juga. Sebuah gundukan besar bergerak-gerak kecil di dalam selimut tebal yang terhampar dengan berantakan di kasurnya. Jantung Ravi berpacu, memompa darah dengan cepat. Alih-alih lari dari sana, Ravi malah terpaku pada gundukkan itu dan mengawasi dengan rasa penasaran untuk mengetahui siapa atau apapun yang berada di sana secara tiba-tiba di dalam kamarnya ini.
Mata Ravi bergulir mencari-cari sesuatu untuk pertahanan dirinya dan dia menemukan raket tenis tergantung di dinding. Dia bergerak sepelan mungkin untuk mengambilnya. Menarik napas dan berdoa dalam hati untuk keselamatannya nanti, jika apapun yang ada di sana menjadi berbahaya dari yang dia kira. Dia bersiap menyibak selimut dan mengetahui siapa atau apapun yang berada di dalamnya, dan menghadapi yang akan terjadi setelahnya. Ravi menggenggam ujung selimut dan mulai berhitung dalam hati.
Bahkan belum sempat Ravi berhitung sampai tiga di dalam pikirannya, sosok itu lebih dahulu mengagetkan Ravi yang tanpa sadar mundur dan merapat ke dinding. Sosok itu berdiri menjulang di atas kasurnya dengan masih mengenakan selimut menutupi sekujur tubuhnya.
Ravi bisa merasakan napasnya sendiri memburu hingga terdengar sampai ke telinga. Dia merapatkan bibir saat mata cokelatnya menangkap sebuah tangan berkulit tan keluar dari balik selimut, mencoba menarik dengan susah payah untuk menghilangkan gangguan yang menghalangi tubuhnya.
Napas Ravi tercekat, ketika sosok itu berhasil memperlihatkan siapa dia sebenarnya, disusul serbuan wangi semerbak cokelat dan perpaduan aroma hujan yang pekat makin memenuhi kamar Ravi hingga dia sendiri merasa sesak karenanya.
Mata Ravi melebar seiring semakin cepatnya detak yang melaju pada jantung. Di sana berdiri menjulang seorang pria dengan celana kulit hitam tanpa baju yang menempel.
Hal yang pertama yang membuat Ravi ternganga dan merasakan tenggorokannya mengering adalah pada apa yang tercetak di dada pria itu. Nama Ravi tertulis dengan besar dan jelas dengan tinta hitam di kulit tan nya. 'Ravi'. Siapa dia? Penguntit? Ravi bergidik dengan pemikirannya. Untuk apa bahkan pria ini menulis nama Ravi di sana?
Ravi tidak tahu siapa pria asing ini, dan mengapa bisa ada di kamarnya yang terkunci rapat dan tanpa balkon hingga dia bisa mencapai kemari dan telah berada di dalam selimutnya. Hanya pria itu tiba-tiba ada di dalam kamarnya setelah Ravi baru saja merayakan ulang tahunnya bersama keluarga di lantai bawah. Pria itu masih berdiri dan belum memulai gerakan apapun setelah itu.
Penglihatan Ravi naik perlahan dan langsung bersitatap dengan iris abu-abu jernih di sebelah kanan dan berwarna emas di sebelah kiri menatap tepat ke manik Ravi dengan berbinar yang terasa janggal dengan tubuhnya. Ravi bergeming seolah udara memberat di sekitarnya, mata itu seperti menyedot dirinya dalam ruang waktu. Bahkan melupakan siapa orang ini sebenarnya, dan merasakan lututnya melemas hanya dengan sekali menatapnya. Dia mungkin bisa jatuh meleleh kapan saja.
Rambut hitam pria itu liar mencuat ke sana ke mari teracak dengan sempurna, namun terasa pas di kepalanya. Hingga beberapa helai rambut menutupi sebagian alis tebalnya. Mata Ravi otomatis turun menatap bibir pria itu yang menarik setiap sudut bibirnya ke atas dengan jakun naik dan turun sedemikian rupa. Hingga suara derit kasur berbunyi mengusiknya, ketika Ravi menyadari bahwa pria itu turun menapak di lantai. Tidak begitu menyadari bahwa pria ini begitu tinggi melebihi Ravi sendiri.
Ravi tersentak dari pikirannya sendiri bahwa dia tengah menatap pria lainnya, dia langsung menegakkan badan dan otomatis mengacungkan raketnya tepat di dada pria itu. Ravi tidak takut pada pria ini yang sebenarnya sama sekali tidak menguarkan sebuah ancaman apapun padanya, maka Ravi mulai bertanya, "Siapa kamu?"
"Raymond, Ravi," jawab pria itu hampir seketika. Kening Ravi berkerut ketika mendengar suara berat yang nyaring darinya, yang diketahui bernama Raymond berkata sambil menatap tepat ke Ravi dengan matanya yang lebar.
"Bagaimana kamu tahu namaku?" Ravi mati-matian menahan diri untuk tidak bernapas terlalu sering atau aroma yang telah memenuhi kamarnya ini akan memengaruhi dirinya dengan cara yang tidak Ravi ketahui dan juga terasa sangat salah bagi dirinya.
"Itu hal alami terjadi, saat aku remaja ingatan tentang Ravi perlahan muncul dengan sendirinya. Aku ditakdirkan untuk di sini, Ravi," katanya ringan dengan bibir yang melengkung. Kali ini pandangan Ravi menajam ketika Raymond perlahan mengambil langkah dekat ke arahnya.
Dengan gengaman kuat raket di tangannya Ravi semakin menekan dada Raymond, agar tidak melangkah lebih dekat lagi. Jika dia maju satu langkah lagi, Ravi berjanji akan langsung menyeretnya ke polisi. Dia tidak tahu mengapa dirinya tidak langsung berteriak memanggil orangtuanya saat melihat Raymond dan malah menanganinya sendiri dengan orang asing ini, seolah Raymond bukanlah pria berbahaya. "Apa maksudmu ditakdirkan?"
"Ravi meminta aku datang, maka aku di sini. Tidak peduli bahwa itu belum waktunya, karena jika Ravi tidak memanggil maka tidak akan ada pertemuan yang terjadi secepat ini." Raymond berkata setengah berbisik yang masih bisa Ravi dengar dengan baik.
Garis muncul di antara alis Ravi ketika dirinya tidak mengerti pada kalimat terakhir yang terlontar dari Raymond. Dia melihat kesungguhan di dalam bola mata berbeda warna Raymond yang mulai berair. Namun, Ravi tidak mengerti kapan dia meminta Raymond datang? Ravi bahkan tidak mengenal Raymond hingga pria ini ke mari dan berdiri di hadapannya dengan tiba-tiba. Omong kosong, semua ini!