"Raymond, kamu tidak bisa mengeluarkan sayapmu sembarangan. Orang-orang akan melihat." Ravi dengan panik menyeret masuk Raymond ke dalam rumah setelah dia mendapati Raymond dengan baju terkoyak ketika sayapnya keluar dengan paksa di tengah halaman rumah mereka. Ravi mendesah berat, dia tidak melihat siapa pun di sekitar mereka untuk beberapa saat dia sedikit lega.
Sayap Raymond yang besar terkatup di belakangnya. Ravi menatap Raymond dengan pengertian dan bertanya, "Kenapa kamu keluar rumah dan memperlihatkan sayapmu? Kita sudah membicarakan tentang ini, kan?"
Mata Raymond bergerak-gerak menjauhi pandangan Ravi. "Tadi ada seseorang yang melihat ke jendela Ravi terus menerus. Jadi, aku datang untuk melihat."
"Dan kamu mengeluarkan sayapmu? Dengar Raymond, kamu tidak boleh menampakkan itu di tempat umum. Orang-orang akan takut dan akan terjadi banyak masalah nantinya," terang Ravi sabar untuk membuat Raymond mengerti.
Mendengar Ravi berbicara Raymond langsung berdiri kaku, kepalanya otomatis menunduk tampak jelas bahwa pria itu menyesalinya, tetapi Raymond tidak menanggapi apapun dan menutup bibirnya rapat. Ravi menghela napas berat dan menatap Raymond lekat-lekat saat Raymond mulai membuka bibirnya untuk dia tutup kembali.
"Orang itu mungkin hanya tetangga," kata Ravi mengungkit alasan Raymond barusan.
Namun, mata Ravi tidak luput menangkap gelengan kecil dari Raymond. Alis Ravi bertaut dengan tanya. "Jadi, siapa itu?"
Lagi-lagi Raymond menggeleng.
"Lihat Ravi, baru satu minggu dia berada di sini dan dia akan membuat heboh dunia tentang kepintarannya." Kata-kata sinis terlontar dari Daniel yang tiba-tiba datang ke ruang tamu menghampiri Ravi dan Raymond.
"Daniel!" Ravi menegur Daniel, melirik antara kakaknya dan Raymond.
Daniel memutar matanya dan dia berlalu begitu saja. Ravi menatap punggung Daniel lama, binar matanya meredup dengan ingatan yang menerobos keluar.
"Bintang, katakan padanya. Aku sangat membencinya. Sangat, membenci lebih dari yang bisa kulakukan."
Ravi ingat betul kalimat itu terucap dari Daniel dengan kebencian yang kuat. Apakah itu adalah Raymond? Sebegitu bencinya Daniel dengan Raymond? Tetapi mengapa?
Ravi seolah dia lupa dengan kemarahannya pada Raymond, dia meninggalkannya dan berjalan cepat ke kamar. Entah mengapa di dalam pikiran Ravi dia tidak bisa menerima bahwa ada orang yang akan membenci Raymond, apalagi itu datang dari Daniel. Bahkan ayah dan ibunya menerima di hari pertama dan Ravi sendiri percaya saat pertama kali melihat Raymond hatinya mengatakan Raymond bukanlah orang jahat.
Ravi sekali lagi bertanya pada dirinya sendiri, siapa Raymond bagi Ravi? Dia bahkan tidak tahu bagaimana Raymond dahulu menjalani hidup hingga dia dikirim kemari. Tidak tahu mengapa harus Ravi, yang tertulis di dada Raymond.Ravi tahu bahwa sejak kedatangan Raymond, hidupnya akan benar-benar berubah nantinya.
***
Ravi terlalu memikirkan banyak hal hingga dia tidak menyadari matahari sudah mulai meninggi. Dia memikirkan bagaimana hari-harinya berlalu bersama Raymond tanpa mempertanyakan apa yang Raymond lakukan dahulu dan mengapa dia tinggal di mana kuda juga ada di ruang yang sama dengan Raymond. Tepatnya, mengapa dia tidur di kandang kuda? Luka-lukanya? Dan bagaiman bisa dia berakhir di sini hanya karena Ravi berdoa saat meniup lilin? Tidak mungkin sesederhana itu hingga Raymond tiba di sini?
Ravi ingat bahwa Raymond mengatakan bahwa dirinya datang lebih cepat dari seharusnya menyelamatkan dia dari hukuman eksekusi atas perbuatan yang tidak pernah dia lakukan. Namun, jika Ravi tidak meminta seperti itu saat ulang tahunnya atau jika Raymond tidak benar-benar dieksekusi apakah Raymond akan tetap datang dalam hidupnya seperti sekarang? Ravi tidak tahu apakah ini adalah takdir atau sesuatu yang memang telah terencana.
Ravi menjauh dari jendela menghentikan kegiatannya melamun sambil berdiri menatap asal keluar sana. Dia meraih pegangan pintu yang dingin menyentuh permukaan kulit dan membukanya untuk menemukan Raymond duduk bersandar di belakang pintu Ravi.
Raymond tersentak dan langsung berdiri menghadap Ravi. Hidung dan matanya telah memerah dengan jejak air mata di pipi. "Ravi maaf. Maaf telah membuat Ravi marah, aku berjanji tidak akan mengulangi hal itu lagi," mohon Raymond dengan suara parau dan Ravi tidak tahu sudah berapa lama Raymond menangis seperti ini.
"Apa yang kamu bicarakan?" tanya Ravi.
"Ray membuat Ravi marah dengan sayap itu," sesalnya.
Alis Ravi terangkat. "Kamu tidak perlu terus menangis. Kamu memang salah, tetapi aku memaafkannya."
Raymond menghapus jejak air mata dengan baju bagian depannya dan Ravi baru menyadari dia masih memakai baju dengan bagian belakang yang masih terkoyak lebar.
"Raymond?" panggil Ravi pelan.
"Uh!?" Napas Ravi tercekat ketika aroma pekat yang sepanjang hari ini dia lupakan tiba-tiba menerobos masuk ke indera penciumannya dengan cara seperti memkulnya telak.
Harum cokelat leleh di musim gugur dan aroma lainnya yang tidak bisa Ravi deskripsikan dengan kata-kata, membuatnya terpaku dengan pipi yang terasa panas hingga ke daun telinganya. Ada apa dengan Raymond yang menatapnya dengan alis tenggelam di dalam rambut acaknya? Tidak lupa dengan binar di mata berbeda warna itu yang semakin cerah dari waktu ke waktu.
Ada apa dengan dirinya yang tiba-tiba saja mempunyai keinginan untuk menenggelamkan wajahnya di dada bidang Raymond dan bernapas di sana? Ravi merasa dia mungkin sudah gila.
Jika Ravi tetap diam menghirup udara seperti tidak akan bernapas lagi, mungkin saja penciuman Ravi yang akan mengambil alih dirinya untuk menghilangkan rasa malunya untuk bertingkah tidak normal kepada Raymond yang sama seperti dirinya. "Maaf juga untuk Daniel tentang kata-katanya."
Lidah Ravi menjulur membasahi bibirnya yang terasa kering atau dia mungkin saja merasa sedikit gugup, Ravi sendiri tidak tahu. Dia hanya menunggu Raymond menanggapi dan bersyukur aroma itu tidak lagi menekannya begitu kuat seperti sebelumnya.
"Daniel benar. Ravi tidak perlu meminta maaf, aku memang salah," lirihnya menunduk mengamati jemari panjangnya yang dia rentangkan.
Ravi menutup matanya sebentar hanya untuk mendengar jantungnya bergemuruh. "Kita selesai dengan pembicaraan ini, aku harus mengambil pakaian yang layak untukmu."
Saat Ravi melangkah untuk masuk ke kamar Raymond, samar dia masih mendengar gumaman lirih dari Raymond. "Maaf."
***
"Ravi, lihat!" Raymond hampir berteriak tertahan, ketika dia melihat sesuatu di luar jendela kamarnya.
Ravi meletakkan koas biru di atas nakas dan dan menuju ke sisi Raymond memfokuskan mata pada apa yang ditunjuk Raymond. "Ada apa?"
"Di sana di seberang jalan. Orang yang sama melihat ke kamar Ravi terus menerus tadi. Dan dia sekarang melakukannya, Ravi," kata Raymond dengan suara yang Ravi takut akan terdengar sampai keluar dan membuat orang itu pergi segera.
Ravi bisa melihatnya, dia seorang pria berbadan tinggi dengan pakaian aneh, rambutnya berwarna perak dan Ravi sangat yakin pria itu menatap ke arahnya. Dia hanya berdiri di bawah sinar matahari, mata Ravi menyipit saat dia melihat sesuatu yang berkilat di tangan pria itu.
Ravi semakin memfokuskan pandangannya untuk meyakinkan bahwa benda yang dipegang pria itu bukanlah apa yang dia pikirkan.
Tangan pria itu bergerak masih menatap, mata Ravi melebar saat dia bisa melihat dengan jelas. Ravi menjadi kaku, itu adalah sebuah pedang mengkilap dengan berlumur cairan berwarna merah yang tidak salah lagi adalah darah.
Tidak sampai di situ, Ravi semakin membeku tanpa sadar menggenggam pergelangan tangan Raymond erat. Dia melihat sayap putih besar terbentang di balik punggung pria itu, hampir seperti milik Raymond. Sayapnya mengepak dan dia terbang melesat entah kemana.
"Adrian?" Ravi mendengar Raymond berbisik dengan nada tercekat di sampingnya tetapi tidak yakin bahwa itulah yang dia dengar.