Chereads / Esostrefis Gynaíka / Chapter 11 - Pengakuan Lena

Chapter 11 - Pengakuan Lena

Jam 3 sore, tiba-tiba Lena terbangun karena perutnya terasa lapar. Dia mengucek-ngucek matanya lalu melihat ke arah jam dinding yang terletak di atas televisi.

Hah? Sudah jam 3? Ya ampun, saya belum makan siang dari tadi, saya lapar banget.

Lena terkejut karena tadi dia tertidur begitu lama sampai lupa makan siang. Dia bergegas bangun dan beranjak dari kamar untuk mengisi perutnya yang kosong.

Lena pergi ke dapur lalu menghangatkan nasi yang di simpan di dalam rice cooker, setelah itu dia menggoreng beberapa buah nugget ayam yang diambilnya dari lemari es.

Tiga puluh lima menit kemudian, nasi dan nugget pun sudah siap untuk di makan. Lena makan dengan cepat dan lahap karena sudah sangat lapar.

Selesai makan Lena membereskan semua peralatan bekas makan dan minumnya lalu bergegas mandi di kamar mandi utama.

Lena merasa tubuhnya lebih segar setelah mandi tadi, kepalanya juga sudah tidak pusing dan berat. Hari itu adalah hari Jumat, seperti biasa orangtua Lena akan pulang dari kantor lebih awal daripada hari-hari lainnya, kecuali Sabtu dan Minggu libur.

Kalau sampai mereka tahu bahwa Lena sudah pulang kerja sebelum jam 5 sore bisa-bisa ia ditanya ini itu oleh papi maminya. Lena cuma perlu perhatian lebih dari keluarganya, hanya itu.

Seringkali Lena disudutkan dengan berbagai pertanyaan yang membuat dirinya down, seperti kenapa dia belum punya kekasih, kapan mau menikah. Sedangkan Ivana saja tidak pernah ditanya mengenai hal tersebut oleh kedua orangtua Lena.

Lena kembali ke kamarnya dan berdandan seadanya, lalu mengambil blouse polos tanpa lengan berwarna merah dan celana jeans panjang hitam dari lemari pakaian.

Waktu Lena mengenakan pakaian itu, dia berpikir sepertinya cara berpakaiannya agak berbeda. Padahal dia cuma mau bertemu Rika sore itu, bukannya bertemu Evan.

Lho kok kenapa saya pakai baju ini? Kayak mau nge-date sama Evan. Biasanya saya gak pernah pakai baju ini kalau cuma ketemu Rika.

Lena heran pada dirinya sendiri, mungkinkah suasana hati Lena sedang baik atau memang benar bahwa ia sudah mulai ada rasa untuk Evan sampai cara berpakaiannya pun berubah?

Lena senyum-senyum sendiri di depan cermin. 

"Mumpung lagi agak feminim, apa saya minta Evan jemput saya ke rumah gitu? Sekalian memperlihatkan ke dia kalau saya memang manis," gumam Lena.

Ya, Lena memang cantik juga manis, dia baru menyadari hal tersebut. Ucapan David di rumah makan minggu lalu membuat Lena sadar bahwa sebetulnya ia tidak jelek.

Lantas mengapa Evan sebelumnya bersikap kaku dan dingin pada Lena? Apa karena penampilan Lena waktu pertemuan pertamanya beberapa hari yang lalu kurang menarik atau malah biasa saja sampai Evan terlihat tidak nyaman dan salah tingkah di depan Lena?

Jangan berpikir macam macam, Lena. Yang bilang kamu manis kan David bukan Evan, belum tentu dia emang bener suka sama kamu. Ada rasa sih boleh, tapi jangan sampai berubah jadi orang laen.

Setelah berpikir lama di depan cermin, Lena mengurungkan niatnya untuk dijemput Evan. Dia pun bergegas pergi menemui Rika karena sudah hampir jam 5 sore.

Lena naik angkutan umum jurusan Rangga Satya-Stasiun Hall yang biasa lewat di depan rumahnya juga komplek perumahan Rika.

Senin sore, jalanan di Kota Bandung macet dan padat seperti biasa. Apalagi di daerah utara tersebut banyak tempat pariwisata seperti kafe, restoran, kolam renang, taman hiburan dan sebagainya.

Untungnya, jarak rumah Lena ke rumah Rika tidak terlalu jauh, maka dua puluh menit kemudian ia sudah sampai di Jalan Venus.

Dari sana, Lena berjalan kaki ke Komplek Perumahan Azalea. Dia memang belum memberitahu Rika sebelumnya kalau dirinya akan berkunjung ke rumah Rika. Biar jadi kejutan untuk Rika.

Sesampainya di depan rumah Rika di Jalan Peony II no 6, Lena pun menelepon Rika.

Tuut … tuut … tuut, klik.

"Halo, Len. Sorry saya lagi nyetir, teleponnya nanti saja," ujar suara di telepon.

"Rika, saya ada di depan rumah kamu, nih."

"Apa? Gak jelas suara kamu. Tunggu, sebentar lagi saya nyampe rumah. See you," balas Rika.

Klik, suara telepon ditutup dari seberang sana. 

Duh, saya sudah pelan-pelan jalannya tapi Rika belom pulang ternyata. Apa di sana macet gitu? Daerah sana kan jarang macet.

Sambil menunggu Rika datang, Lena bersandar di pintu pagar rumah Rika dan iseng-iseng meng-sms Evan.

Hi, Van. Lagi ngapain, nih? Kamu sudah pulang kerja?

Ya ilah, Kamu kenapa nge-sms dia duluan? Gengsi, dong. 

Gak masalah kalau cewek sms duluan ke cowok, hari gini udah gak jaman gengsi-gengsian.

Perang batin terjadi di dalam diri Lena, di satu sisi dia sangat ingin menanyakan kabar Evan meski kemarin sore baru bertemu dan makan malam bersama, namun di sisi lain Lena juga gengsi.

Belakangan ini Lena jadi sering melamun, sampai-sampai Rika muncul di hadapannya pun ia tidak tahu.

Rika membunyikan klaksonnya beberapa kali agar Lena mengetahui jika ia sudah pulang. Seketika Lena tersentak kaget mendengar suara klakson mobil di dekatnya.

"Haii, Ka!" Lena menyapa Rika lalu segera menghampirinya.

Kepala Rika tersembul dari balik kaca mobil yang terbuka lebar. Dia terkejut melihat Lena sudah ada di situ, setahu Rika tadi siang Lena ijin pulang karena sakit. Kenapa sekarang dia malah ada di depannya?

"Sejak kapan kamu ada di sini?" tanya Rika heran.

"Sejak dua puluh menit yang lalu saya di sini," jawab Lena.

"Bukannya tadi kamu sakit? Tahu-tahu sudah muncul di sini, ck, ck, ck." Rika menggeleng-gelengkan kepala.

"Kenapa? Kaget liat saya sudah sembuh? Ha, ha, saya sudah sembuh kok, cuma sakit migrain saja," Lena tertawa.

"Tolong minggir dulu. Saya mau masuk, tar kita lanjutin ngobrolnya di dalem," balas Rika.

"Iya, iya. Buruan masuk, gua pegel berdiri terus," sahut Lena.

Rika keluar dari mobil, lalu ia membuka pintu pagar dan memasukkan mobil kijangnya ke dalam garasi yang terletak di sebelah kiri bangunan utama.

Garasi mobil di rumah Rika memang terpisah dengan rumahnya, garasi tersebut lebih terlihat seperti bekas gudang daripada tempat untuk menyimpan kendaraan.

"Ayo masuk, Len." Rika menggandeng lengan Lena setelah memarkirkan mobil dan menutup pintu pagar.

"Gua di sini aja, gak enak masuk ke dalem," sahut Lena.

"Ya udah, gua ganti baju dulu. Sebenernya di dalem juga gak apa-apa, emang mau ngobrolin apa?" Rika tahu jika Lena datang ke rumahnya bukan sekadar berkunjung biasa melainkan ada sesuatu yang ingin dibicarakan dengannya.

"Mau ngobrolin yang kemaren," jawab Lena.

"Udah gua duga, tunggu bentar, Len. Lo mau minum, gak? Gua bikinin sekalian."

"Gak usah repot-repot, Ka. Gua cuma sebentar kok di sini."

"Oke, deh," balasnya.

Rika masuk ke dalam rumah, berganti pakaian lalu mengambil sekotak tissue juga toples berisi camilan untuk tamunya.

Di teras, Lena memberitahu maminya jika ia akan pulang terlambat karena ada janji dengan Rika.

Beberapa saat kemudian Rika keluar menemui Lena di teras sambil membawa toples camilan dan tissue.

"Nih, gua bawain cemilan kesukaan lo sama tissue," ujar Rika."

"Buat apa tissuenya? Gua gak butuh tissue." Lena mengerutkan dahinya."

"Buat ngelap air mata lo nanti, he, he, he." Rika terkekeh.

"Apaan, sih. Orang mau cerita, lo kira gua bakal nangis gitu?"

"Ya, enggak tapi dari tadi gua liat muka lo kayak mau nangis banget," terang Rika.

"Masa? Muka gua ceria gini dibilang kayak mau nangis." Lena mengelak.

"Jadi gimana kemaren? Evan ngajak lo makan malem, gak?" Rika tidak menghiraukan elakan Lena barusan.

"Jadinya kita makan malem, sih. Gara-gara itu migrain gua kumat," jelas Lena.

"Duh … gua gak ngerti maksudnya apa. To the point aja jangan muter-muter." Rika menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal.

"By the way, kita ke dago aja, ya. Sekalian nongkrong di sana. Udah lama kita gak hangout bareng." Lena mengajak Rika jalan-jalan ke Dago, sebuah kawasan di daerah utara yang asri, sejuk dan suasananya nyaman untuk ngobrol.

Lena meminta Rika menemaninya ke Dago agar ia lebih nyaman dan leluasa mengeluarkan isi hatinya pada Rika sekaligus makan malam bersama Rika.

~~~~