Evan mengantar Lena pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan pulang, laki-laki itu sesekali memegang tangan Lena dan tersenyum manis padanya.
Sementara Lena merasa tidak nyaman ketika dipegang tangannya oleh Evan. Di satu sisi dia memang menginginkan hubungan yang lebih dekat dengan Evan, namun di sisi lain dia juga ragu akan perasaannya.
Trauma masa lalu yang pernah dialami Lena membuatnya bimbang untuk membuka hati bagi laki-laki yang sedang duduk di sampingnya saat ini.
Lena tidak membalas senyuman dan pegangan tangan Evan, dia memalingkan wajahnya ke jalanan yang tampak sepi malam itu.
Evan sengaja memperlambat laju mobilnya karena dia masih ingin berduaan dengan Lena di dalam mobil, dia berharap usaha penjajakannya dengan Lena kali ini berhasil, tapi perempuan itu malah bersikap dingin.
"Len, lo kenapa? Masih gak enak badan?" Evan tiba-tiba bertanya.
"Gua gak kenapa-kenapa, cuma ngantuk," jawab Lena datar.
"Besok pagi gua jemput jam berapa?" tanya Evan lagi.
"Jam 7 aja, kita harus ke rumah Rika dulu." Lena menoleh pada Evan.
"Oke deh jam 7. Rencananya di Lembang mau pada ngapain, Len?"
"Belum tau, Rika nggak bilang apa-apa sama gua waktu di kantor tadi sore," sahut Lena cuek.
Tak lama kemudian setelah ngobrol-ngobrol sebentar, mereka berdua akhirnya sampai juga di depan rumah Lena.
"Udah sampe nih. See you tommorow, Len." Tatapan Evan sangat dalam pada Lena, seakan-akan dia ingin memeluk dan mencium pipi Lena.
"Thanks buat malam ini, Van. Gua masuk dulu, see you tommorow too."
"Sama-sama," balas Evan lembut.
Sesaat sebelum keluar dari mobil, mereka saling berpandangan. Lena merasa sepertinya Evan hendak mengatakan sesuatu, namun dia cepat-cepat menghindar dari pandangan Evan karena jantungnya berdebar-debar sangat kencang.
Deg ... deg ... deg.
Lena tidak dapat menahan perasaan lagi pada Evan, laki-laki yang sudah meluluhkan hatinya dalam waktu sebentar saja. Dia bergegas keluar dari mobil sambil membawa bungkusan berisi makanan dari Evan.
Ketika berbalik menutup pintu mobil, tak lupa dia tersenyum dan mengucapkan terimakasih sekali lagi pada Evan. Dia berusaha menyembunyikan perasaannya di hadapan laki-laki itu.
"Gua masuk, ya. Ngomong-ngomong makasih buat makanannya." Lena mengangkat bungkusan berisi makanan ke arah Evan.
"Dimakan, ya ... jangan cuma dilihatin aja. Selesai makan langsung tidur, Say--" Evan hampir keceplosan memanggil Lena dengan sebutan sayang.
"Barusan manggil apa ke gua? Say ... Sayang maksud lo?" tanya Lena memotong ucapan Evan.
"Bukan, maksudnya sayang kalau gak dimakan," jawabnya mengalihkan pembicaraan. "Gua pulang, ya. Bye."
"Bye."
Setelah itu Evan menyalakan mesin mobil kemudian memutar balik kendaraannya ke arah Jalan Pasirputih sementara Lena masuk ke dalam rumah.
Malam itu sudah hampir jam 9, tapi rumahnya masih sepi.
Ke mana mereka? Kenapa jam segini belum pulang juga? Mending gua makan dulu terus tidur.
Lena menyimpan tas dan makanannya di ruang makan lalu pergi ke dapur, mengambil peralatan makan, segelas air putih kemudian kembali ke ruang makan.
Sesudah semua siap di meja makan, dia mulai menyantap masakan yang dibelikan Evan di mall tadi, cumi goreng mentega.
Lena makan dengan lahap karena selain merasa lapar, hatinya juga berbunga-bunga.
Van, lo baik banget sama gua. Perempuan mana yang gak akan luluh kalau diperhatiin kayak gitu sama lo.
Setengah jam berlalu sehabis makan, dia masih duduk di situ sambil sms-an dengan Evan.
Van, cumi goreng menteganya enak banget. Kapan-kapan kita ke sana lagi, ya. ^.^
Pasti, Len. Nanti gua ajak lo dinner lagi di sana, gimana?
Oke, makasih. ^.^
Belum tidur lo? Ini kan udah malem, memangnya gak ngantuk?
Ngantuk sih, tapi masih pengen ngobrol sama lo.
Besok ketemu lagi kok sama gua. Sms-annya udah dulu, ya. Cepet tidur, Sayang.^.^♡♡
Bye and goodnight.
Goodnight.^v^
Besok dandan yang cantik, ya.
Gak mau ah, ke Lembang doang buat apa dandan cantik-cantik.
Please, Len. Do it for me.
Iya, iya. Daag, Van.
Sms-an dengan Evan pun berakhir, Lena langsung mematikan ponselnya. Dia bangkit dari kursi lalu membawa semua peralatan makan serta gelas ke dapur. Dengan cepat dia mencuci dan meletakkannya di rak penyimpanan piring, sendok serta lain-lain.
Ketika hendak naik ke lantai 2, pintu rumahnya terbuka. Suara mobil terdengar dari luar, Lena segera mengintip dari balik dinding ruang tamu.
Rupanya papa, mama dan kakaknya baru saja pulang. Dia segera menghampiri mereka di luar untuk menyapa juga sekalian minta ijin untuk pergi ke Lembang besok pagi bersama Rika, Evan serta Albert.
"Malam, Ma. Gimana acara makan-makannya tadi?" tanya Lena penasaran.
"Sayang banget kamu gak ikut sama kita, Len." jawab mamanya.
"Iya, harusnya tadi kamu ikut makan di restaurant," timpal Ivana.
"Aku kan sudah bilang sama kamu, kalau ada acara dengan Evan," jelasnya pada Ivana.
"Evan? Siapa dia, Len?" tanya mamanya penasaran.
"Nanti saja aku beritahu. Aku sudah ngantuk, mau tidur. Sekalian minta ijin untuk pergi ke Lembang dengan Rika, Albert dan Evan besok pagi. Boleh?"
"Boleh kalau memang perginya dengan Rika, tapi minta ijin juga sama papa ya," balas mamanya lembut.
"Iya, Ma."
Lena, Ivana dan maminya berjalan menuju ruang tengah sementara papinya memasukkan mobil ke garasi kemudian menutup pintu rumah.
Mereka bertiga duduk di sofa minimalis berwarna abu-abu muda sambil menunggu papa Lena muncul di ruangan tersebut.
"Jadi begini, Len. Tadi kita makan di luar karena memang ada acara penting." Mamanya memulai pembicaraan.
"Acara apa?" tanya Lena bingung.
"Bulan depan Ivana tunangan, Len." sahut papanya yang tiba-tiba muncul di ruang tengah.
"Apa? Tunangan?" tanya Lena terkejut.
"Iya, tunangan. Kamu sendiri kapan nyusul?" Ivana mengedipkan mata pada Lena.
"Jadian aja belum, kok. Oh iya, Pa ... aku mau minta ijin untuk pergi ke Lembang besok pagi. Boleh?"
"Boleh ... pergi dengan siapa?" tanya papinya dengan nada menyelidik.
"Dengan Rika dan teman-temannya," jawab Lena berbohong. "Besok aku dijemput Evan, salah satu teman Rika."
"Gak masalah, tapi kenalin sama Papa dulu besok."
"Baik, Pa. Terimakasih untuk ijinnya."
"Sama-sama," balas kedua orangtuanya serempak.
Sesudah meminta ijin, Lena pergi ke kamar tidur. Dia mengganti pakaiannya dengan baju tidur lalu membasuh wajah, kaki dan tangannya di kamar mandi atas.
Kamar mandi yang jarang dia gunakan untuk mandi, kecuali jika sedang terburu-buru atau sudah sangat mengantuk barulah Lena akan melakukan ritual wajibnya di kamar mandi tersebut.
Di dalam kamar mandi Lena sungguh tidak menyangka kalau kakak perempuan satu-satunya itu nanti akan segera bertunangan, itu artinya dia harus mencari pasangan secepat mungkin untuk menemani Lena di acara pertunangan Ivana bulan depan.
~~~~