"Ayo." Rika menepuk-nepuk bahu Lena.
"Thanks sudah mengajak saya makan malam di Dago," balas Lena.
"Saya ambil tas dulu ke kamar, lalu minta ijin pergi ke Dago ke papa saya," ujar Rika.
"Saya ikut ke dalam, saya juga mau pamitan ke papamu," sahut Lena.
"Gak perlu, saya saja yang pamitan, tunggu sebentar." Rika menyuruhnya menunggu.
Lena diam saja menuruti perkataan Rika, lalu Rika masuk ke dalam kamarnya, mengambil tas, berdandan, lalu ke ruang tengah menemui papanya yang sedang menonton televisi.
"Pa, aku mau pergi makan malam ke Dago."
"Kamu pergi dengan siapa?"
"Saya pergi dengan Lena, dia menunggu di luar," jawab Rika.
"Baiklah," balas Ferdian, ayah Rika.
Setelah berpamitan dengan ayahnya, Rika pun pergi bersama-sama Lena ke Dago. Sepanjang perjalanan ke sana, Lena sungguh gembira karena ia bisa hangout bersama Rika.
Sudah lama Lena tidak pernah ke daerah sana. Dia memang sering makan keluar atau sekadar ngobrol dengan Rika, tapi hanya pada saat jam istirahat kantor saja.
Sekitar pukul 18.42 wib, mereka sampai di kawasan Bandung Utara tersebut. Sebuah kawasan yang ramai dan cukup padat, namun udaranya masih asri dan sejuk, di sana banyak terdapat kafe, tempat wisata seperti air terjun, dan juga factory outlet.
Selain terdapat wisata air terjun di dago, ada juga tempat bersejarah yaitu Goa Belanda dan Goa Jepang di kawasan bandung utara tersebut.
Lena melayangkan pandangannya ke sebuah tempat yang dirasa cocok untuk ngobrol dengan Rika. Sebuah kafe yang berada beberapa meter di hadapannya, Venesia Cafe.
"Ka, kita makan di sana saja, di Venesia Cafe."
"Baiklah, as you wish. Sepertinya itu kafe baru, waktu saya pergi ke sini bulan kemarin, kafe itu belum ada."
"Kamu sudah lapar, belum?" tanya Lena.
"Belum," jawab Rika tersenyum lebar.
Tidak berapa lama, Rika membelokkan mobilnya ke arah Venesia Cafe yang terletak di sebelah kiri jalan. Rupanya kafe tersebut sangat ramai sehingga Rika sulit mendapatkan tempat untuk memarkirkan MPVnya.
"Wah ramai banget di sini. Kamu tetap mau makan di sini atau pindah ke tempat lain?" Seperti biasanya, Rika malas kalau harus makan di tempat yang banyak pengunjungnya.
"Makan di sini saja. Saya gak mau pindah ke tempat lain," balas Lena.
"Duh, tempat parkirnya gak ada yang kosong, penuh semua," keluh Rika.
"Tukang parkirnya ke mana, sih," gerutu Lena.
"Eh, itu ada mobil yang mau keluar kayaknya, kita ke sana saja biar gak diambil sama orang tempatnya." Tiba-tiba Rika melihat sebuah sedan merah hendak keluar dari parkiran kafe.
Ketika mobil tersebut keluar dari tempat parkir Rika langsung meluncur ke sana dan segera memarkirkan MPV hitamnya.
"Untungnya, saya dapat tempat untuk memarkirkan mobil saya," pungkas Rikam
"Benar, kalau enggak dapat tempat parkir, kita batal makan di sini," balas Lena tersenyum.
"Ayo masuk, Len," ajak Rika, lalu ia membuka pintu mobilnya.
"Ayo," sahut Lena.
Kemudian Rika dan Lena bergegas masuk ke dalam kafe, mereka mencari tempat duduk yang nyaman untuk mengobrol sambil menikmati makanan khas Venesia Cafe.
Setelah mendapatkan tempat duduk yang berada di sudut ruangan dekat jendela kafe, mereka pun memanggil salah satu waiter yang sedang berlalu-lalang membawakan pesanan pengunjung kafe.
"Pelayan ..." Rika melambaikan tangannya kepada waiter tersebut.
Waiter itu kemudian menghampiri Rika setelah selesai menyajikan hidangan kepada pelanggan yang duduk di depan Rika dan Lena.
"Iya, Kak. Mau pesan apa?"
"Saya bisa lihat menunya dulu?" tanya Rika.
"Baik, saya ambilkan dulu menunya," jawab waiter.
Lantas waiter tersebut berjalan menuju meja kasir, mengambil menu, lalu memberikannya pada Rika.
Rika dan Lena segera memilih-milih makanan dan minuman yang akan dipesannya untuk dirinya sendiri juga Lena.
"Len, mau pesan apa? Ada Spaghetti, Beef Lasagna, Fusilli and Cheese, Fettucini, Pizza."
"Saya pesan Spaghetti Aglio Olio."
"Mau minum apa? Lemon Squash atau Orange Squash?" Rika balik bertanya dengan mata masih tertuju pada buku menu itu.
"Lemon Squash," jawab Lena singkat.
"Saya pesan Spaghetti Aglio Olio 2, Lemon Squash 1, Orange Squash 1, dan Beef Lasagna 1." Rika memesankan makanan untuk mereka berdua.
"Baik, Kak. Pesanannya atas nama siapa?"
"Atas nama Rika."
Sesudah mencatat semua pesanan Rika, waiter tersebut meminta mereka menunggu selama dua puluh lima menit sampai makanannya siap karena masih ada beberapa makanan lagi yang sedang dimasak.
Dengan terpaksa mereka menunggu selama dua puluh lima menit meskipun sudah merasa lapar dan kesal.
"Lain kali jangan makan di sini lagi, ya. Kafenya padat sekali," protes Rika.
"Iya, kafe ini ramai dan padat. Ada acara apa?" Lena juga heran kenapa kafe tersebut banyak sekali pengunjungnya.
"By the way, minggu lalu kalian makan malam di mana?" Rika cepat-cepat mengalihkan pembicaraan, dia sangat penasaran ingin mengetahui hubungan Evan dan Lena.
"Kita makan malam di restoran vegetarian. Waktu saya makan malam dengan Evan, sikapnya sangat berbeda dari pertemuan sebelumnya," ungkap Lena, ia tertawa kecil.
"Maksudmu, sikapnya berbeda bagaimana?" tanya Rika, bingung.
"Waktu pertama kali ketemu sikapnya itu dingin, cuek, kaku, dan kelihatan gak nyaman. Tapi, kemarin itu sikapnya manis, hangat, dan perhatian pada saya," terang Lena panjang.
"Oya? Apakah secepat itu dia berubah? Gak mungkin, Len. Sepertinya dia punya kepribadian ganda," imbuh Rika, menebak nebak kepribadian Evan.
"Maksudnya kamu apa? Saya tidak mengerti ucapan kamu tadi." Lena mengernyit.
"Maksud saya, tidak mungkin seorang laki-laki yang tadinya kaku, cuek, dan dingin bisa berubah jadi manis, hangat, dan perhatian dalam sekejap. Menurut saya, Evan itu misterius." Rika memperjelas maksud ucapannya tadi kepada Lena.
"Saya juga tidak ngerti kenapa dia tiba-tiba berubah begitu, wajahnya pun lebih ceria dari sebelumnya. Sebenarnya, saya menemuimu karena ada hal yang membuat saya terus menerus memikirkannya dari tadi siang," imbuh Lena.
"Apa yang membuatmu memikirkan hal itu? Ceritakan saja pada saya, saya pasti mendengarkan ceritamu." Rika tersenyum tulus.
"Kemarin, setelah kami makan malam, Evan gak sengaja bertemu sama temannya di restoran," balas Lena, "Temannya bertanya ke Evan, saya ini pacar Evan atau bukan."
"Lalu dia jawab apa?" tanya Rika.
"Evan bilang saya bukan pacarnya, tapi dia bilang kalau dia sedang melakukan pendekatan dengan saya." Akhirnya Lena bisa mengungkapkan pikirannya pada Rika.
"Dia bilang begitu? Kesannya terlalu terburu-buru," balas Rika, menatap keheranan pada Lena.
"Benar juga kata kamu. Kenapa dia berbicara seperti itu dengan temannya di depan saya? Jujur, sebetulnya saya sudah mulai menyukainya," aku Lena.
"Astaga! Saya tidak habis pikir kenapa kamu bisa semudah itu menyukai Evan, minggu lalu waktu makan siang di kantor kamu bilang tidak suka, tapi sekarang cepat sekali perasaanmu berubah terhadapnya." Rika menggeleng gelengkan kepalanya.
"Tapi waktu itu saya merasa nyaman mengobrol dan makan malam dengannya, lagipula apa salahnya kalau saya menyukainya?"
"Jelas salahlah. Cuma karena laki laki seperti dia, tadi siang migrainmu kambuh, kamu sakit pasti karena Evan," tukas Rika, lantas ia mengerucutkan bibirnya sembari memasang tampang masam.
"Bukan begitu, migrain saya kambuh karena sore itu saya kehujanan saat dijemput Evan. Dia jemput saya pakai motor bukan mobil," jelas Lena berusaha menenangkan Rika.
"Saya khawatir denganmu, saya gak mau kamu stress dan sakit karena memikirkan laki laki yang belum tentu punya perasaan yang sama terhadapmu." Rika sangat menyayangi dan mencemaskan Lena.
"Terimakasih atas nasihatnya," balas Lena.
"Saya harap, kamu jangan terburu-buru menyukai Evan, sebelum kamu yakin kalau dia memang menyukaimu dan sedang melakukan pendekatan denganmu." Rika menyarankan.
"Saya mengerti, Rika."
"Jangan karena sikapnya manis, hangat, dan membuatmu nyaman, hati kamu jadi lemah. Merasa nyaman boleh saja, tapi perasaanmu harus tetap dijaga jangan sampai jatuh lagi untuk kesekian kalinya." Rika menasihati Lena lagi sambil berusaha memperingatkannya agar berhati-hati terhadap Evan.
Dua puluh lima menit berlalu tanpa terasa, akhirnya makanan yang ditunggu-tunggu sejak tadi pun sudah siap. Seorang waiter lain mengantarkan dan menyajikan pesanan ke meja tempat Rika dan Lena menongkrong sambil mengobrol.
"Makanannya sudah datang. Ayo makan dulu, Nanti selesai santap malam, kamu lanjutkan ceritanya," ujar Rika pada Lena.
"Baiklah. Saya juga masih mau mengobrol denganmu sebelum pulang dari sini."
Mereka berdua kemudian menyantap hidangan lezat dan harum yang sudah tersaji di atas meja.
******