Chereads / Esostrefis Gynaíka / Chapter 24 - Kejujuran

Chapter 24 - Kejujuran

Selesai makan siang Anna dan Rika masuk ke ruang IGD menemui Lena yang masih tidur di dekat Andi. Pemandangan itu membuat Anna iri meskipun ia menyayangi Lena seperti saudaranya sendiri.

Hati Rika tenang sekaligus bahagia melihat kedekatan antara Lena dengan Andi namun di sisi lain dia pun berharap agar hubungan Lena dan Evan benar-benar sudah membaik.

Rika menginginkan yang terbaik untuk sahabatnya apalagi saat ini dia membutuhkan seseorang yang bisa diajak bicara dari hati ke hati sesuai anjuran dokter tadi.

Sesaat Rika merasa bimbang apakah Lena memang harus dibawa ke psikiater atau tidak, bahkan keluarganya belum tahu bahwa Lena mengalami depresi.

Mungkin nanti sesudah Lena pulang ke rumahnya, Rika akan bicara empat mata dengan Ivana mengenai kondisi psikis Lena saat ini. 

"Rika ... lo lagi mikirin apa, sih?" tanya Anna sambil menepuk bahu Rika. "Ini udah hampir jam 2, lho."

Rika sibuk dengan pikirannya sendiri sehingga ia tidak menghiraukan Anna yang sedang berbicara kepadanya. 

"Ka ... Rika ... lo jangan bengong gitu dong, tar kesambet, lho." Anna menggerak-gerakkan tangannya di depan wajah Rika.

"Rika ...," panggil Anna lagi.

"Ehh, An ... lo manggil gua?" 

"Iyaaa, lo kenapa bengong kayak tadi?" Anna menghela napasnya lalu menggeleng-gelengkan kepala.

"Gua lagi bingung, nih," balas Rika.

"Bingung kenapa?" tanya Anna penasaran.

"Nanti gua omongin ke lo, mending sekarang kita bangunin mereka dulu."

"Lo aja yang bangunin, ya. Gua mau bayar dulu ke depan."

"Bayar apa, An?" 

"Ya bayar biaya IGD sama dokter lah, emang lo pikir mau bayar apa?" 

"Maaf, maaf ... gua lupa," sahut Rika.

"Makanya jangan kebanyakan bengong, hmm ... jangan-jangan lo tadi mikirin Evan lagi," seloroh Anna.

"Siapa juga yang mikirin dia? Udah sana bayar dulu." Rika mengelak.

"Ngapain mikirin dia, cowok kayak Evan gak perlu dipikirin atau dikasihani." Anna sebal lagi-lagi Rika mempedulikan Evan.

"Duh, gua gak abis pikir sama lo. Kenapa elo mendadak jadi pemarah dan curigaan gini?" Rika tidak mengerti dengan sikap Anna yang tiba-tiba berubah.

"Gua gak akan bersikap kayak gini kalo elo gak belain Evan, mestinya yang dibela itu Lena bukan cowok itu," tukas Anna.

"Gua gak lagi mikirin dia, An! Justru gua mikirin Lena dari tadi, keluarganya belum tau kalo dia depresi. Gua harus ngasihtau mereka secepatnya."

"Ya udah, kasihtau aja ke mereka sekarang kalo Lena tadi pingsan di kantor terus masuk rumah sakit, biar mereka tau gimana kondisi anaknya," sahut Anna.

"Hmm ... sebenernya Lena udah bisa pulang, kok. Rencananya gua sama Andi mau nganterin dia pulang ke rumahnya sekalian ngomong ke mereka," terang Rika.

"Kalo gitu gua ke depan dulu, ya. Gua mau bayar biaya administrasinya Lena sekalian beli obat maag buat gua," balas Anna.

"Oke, An. By the way kalo lo mau langsung pulang juga gak apa-apa, nanti biar gua kasihtau ke Lena kalo lo pulang duluan."

"Gua mau ketemu Lena dulu sebentar sebelum balik ... ada yang mau gua omongin sama kalian, penting." Raut wajah Anna nampak serius.

"Oh, mau ngomong apa?" tanya Rika penasaran.

"Ada deh ... nanti kita masuk bareng-bareng ke ruang IGDnya," jawab Anna cepat.

Rika pun mengangguk tanda setuju dengan Anna kemudian temannya beranjak dari ruang tunggu menuju lobby rumah sakit. 

Sesampainya di lobby, Anna menghampiri bagian informasi untuk menanyakan tempat pembayaran biaya administrasi rumah sakit. 

"Permisi, Mba."

"Iya Bu, ada yang bisa dibantu?" 

"Maaf saya mau tanya kalau tempat bayar  biaya administrasi di mana, ya?" tanya Anna sopan. 

"Ibu belok ke kanan terus mentok sampai ujung lalu belok ke kiri, tempat pembayarannya ada di sebelah lift ya," jelas petugas bagian informasi itu. 

"Baik,  makasih Mba."

"Sama-sama."

Setelah bertanya kepada petugas informasi Anna pun bergegas menuju bagian pembayaran yang berada di belakang ruang praktek dokter spesialis THT ( telinga, hidung dan tenggorokkan).

Sementara itu di IGD, Lena meminta tolong pada Andi untuk menghubungi kakaknya supaya dia dapat menggantikan Andi dan lainnya menemani Lena di rumah sakit. 

"Di,  tolong teleponin kakak gua bisa?"

"Bisa, mana hp lo?"

"Hpnya di dalem tas gua,  lo ambil aja gak apa-apa," jawab Lena.

"Nanti bilangin ke kakak gua kalo gua minta ditemenin sama dia," sambung Lena. 

"Kenapa gak gua aja yang nemenin lo di sini?" Andi tidak mau jauh-jauh dari Lena.

"Enggak ah, gua gak enak sama lo," balas Lena. 

"Ya udah kalo maunya kayak gitu,  gua ambil hpnya dulu." Andi berdiri dari duduknya lalu berjalan ke arah meja kecil yang terletak di samping kiri Lena. 

Tak lama sesudah mengambil ponsel Lena,  Andi pun mencari nomor hp Ivana di phonebook ponsel, segera saja dia menemukan nomornya lalu menelepon Ivana.

Tuutt ... tuutt ....

"Ya, Len ada apa?" tanya suara di telepon. 

"Siang, Kak. Saya Andi teman kerjanya Lena,  saya mau memberitahukan kalau Lena masuk rumah sakit ... tadi dia pingsan di kantor," jelas Andi panjang.

"Apa?! Lena pingsan?? Kok bisa??"

"Saya juga tidak tahu, Kak. Sebaiknya Kakak cepat datang ke sini, dia minta ditemani katanya."

"Oke sekarang juga saya ke sana,  di rumah sakit mana, Di?"

"RS. Kartika Asih, nanti langsung ke IGD ya." 

"Iya,  makasih Andi buat informasinya."

"Sama-sama, Kak."

Sepuluh menit kemudian masuklah Anna bersama Rika ke IGD, mereka melihat Andi sedang bercakap-cakap dengan Lena. Andi tampak ceria sekali berada di dekat Lena, begitu pula Lena yang mulai merasakan kenyamanan ketika mengobrol dengan Andi. 

"Di ... lo itu memang the best friend in the world, ya," puji Lena.

Andi tersenyum senang kala dipuji perempuan yang dicintainya itu. 

"Bisa aja lo,  he ... he.  Ngomong-ngomong besok sabtu kita jalan-jalan, yuk," ajak Andi mantap, ia ingin menghibur Lena agar tidak terus memikirkan laki-laki yang baru dikenalnya itu. 

"Sabtu? Mau jalan-jalan kemana emangnya?" tanya Lena penasaran. 

"Ehemm ... jalan-jalan ke hatimu, Len." Tiba-tiba Rika menimpali obrolan mereka. 

"Eh elo, Ka. Ganggu aja deh," celetuk Andi. 

"Iya ini gua, nih kalian makan dulu sebelum pulang." Rika menyodorkan dua bungkus makanan kepada Andi dan Lena. 

"Wah, tau aja kalo gua laper. Makasih ya buat makanannya," sahut Andi."

"Oh lapar ya,  siapa suruh tadi pas gua kesini lo berdua pada tidur. Nyenyak banget lagi," canda Rika. 

"Masa, sih?" tanya Andi sambil membukakan kotak makanan untuk Lena. 

"Mesra banget, deh. Romantis, cocok banget pokoknya," canda Rika kepada kedua temannya. 

"Udah ngobrolnya nanti lagi,  suruh mereka makan dulu Ka. Kasian pada kelaperan, tuh." Anna menyela percakapan antara Rika dengan Andi.

Kemudian Rika berhenti bicara lalu memberikan kesempatan pada Andi dan Lena untuk menyantap makanannya masing-masing. 

Saat mereka makan, Anna memutuskan akan melupakan perasaannya terhadap Andi dan berniat mendekatkan Lena dengan pujaan hatinya. Anna berpikir jika Lena lebih baik bersama Andi daripada Evan, laki-laki yang sudah menyakiti hati Lena. 

Rika pun berpikir sama seperti Anna karena ia melihat sendiri bagaimana perlakuan Andi kepada Lena lagipula ia sudah mengenal Andi sejak lama. 

Hmm ... gua bakal cari cara supaya mereka bisa lebih deket lagi. Pikir Rika. 

Selesai makan siang Rika bersiap-siap untuk mengantarkan Lena pulang ke rumahnya,  namun saat itu pula tiba-tiba Ivana muncul di depan ruang IGD dengan panik. 

"Len! Kamu gak apa-apa??" Ivana langsung menyerbu masuk ke dalam IGD menemui adiknya. 

"Kak Ivana?" tanya Rika bingung melihat kemunculan Ivana di situ. 

"Kamu kenapa? Sakit apa? Gak biasanya kamu pingsan." Ivana sangat cemas sekali saat itu. 

"Aku udah gak sakit, kok," balas Lena meyakinkan kakaknya. 

"Gimana? Kamu udah boleh pulang belum sama dokter atau masih harus nunggu lagi?" tanya Ivana.

"Lena sudah bisa pulang siang ini, Kak. Rencananya setelah makan kita mau nganterin Lena ke rumahnya terus ada yang mau saya bicarakan juga dengan Kak Ivana," ungkap Rika.

"Mau bicara apa, Rika?"

"Mari Kak, kita ngobrol lobby." Rika mengajak Ivana menjauh dari Lena agar ia tidak tahu apa yang hendak dibicarakannya dengan Ivana. 

Lalu Ivana bergegas mengikuti langkah Rika yang berjalan menuju lobby rumah sakit, ia berharap agar tidak ada masalah serius yang terjadi pada Lena. 

Sesudah Rika dan Ivana keluar dari sana, sekarang giliran Anna berbicara serius di hadapan kedua temannya. Anna berniat mengungkapkan seluruh isi hatinya yang selama ini selalu mengganjal. 

"Len ... gua mau ngomong. Karena Rika lagi diluar dan gak bisa gua tahan lagi jadi--"

"Jadi apa? Kalo ngomong yang jelas jangan muter-muter gitu," sela Andi. 

"Oke langsung aja ... Andi, gua tau kalo lo suka sama Lena tapi sayangnya dia malah suka cowok lain." Anna berusaha mengendalikan perasaannya. 

"Terus?" tanya Andi tidak sabar. 

"Gua juga suka sama lo, gua udah lama pengen ngungkapin ke lo tapi gua malu." Wajah Anna memerah saat menyatakan isi hatinya.

Andi terkejut dengan ucapan Anna barusan sedangkan Lena bersikap biasa saja, ternyata dugaannya selama ini benar bahwa Anna memang menyukai Andi. Lena mengetahuinya dari gerak-gerik Anna yang selalu melamun setelah pulang dari perjalanan dinas beberapa kali bersama Andi, terkadang ia juga membicarakan eks seniornya di SMU dulu waktu jam istirahat berlangsung.

"Jadi seudah gua pikirin lagi ... kayaknya elo lebih tepat buat jadi pacar Lena, gua mau kalian jadian." Anna melanjutkan pembicaraannya. 

"Tapi, An--"

"Sebentar,  jangan potong omongan gua dulu," ujarnya pada Lena. 

"Lo tau kalo Evan ada niat mau serius sama lo? Tadi Rika bilang kalo dia mau tunangan sama lo," terang Anna. 

"Gua gak salah denger, An? Lo gak becanda,  kan?" tanya Lena tidak percaya.

"Serius, gua gak becanda. Kalo gak percaya tanya aja sama Rika," tandas Anna. 

"Gua pikir omongan lo itu ada benernya juga,  An. Lena harus belajar membuka hatinya buat gua." Andi menatap Lena dalam-dalam. 

"Elo butuh orang yang care, baik dan pastinya gak brengsek kayak Evan," gerutu Anna. 

"Kayaknya ... kalo sekarang gua belum bisa buka hati buat Andi, gua masih pengen sendiri dan gak mau mikirin soal pacar dulu," tegas Lena. 

"Semuanya balik lagi sama lo, pikirin aja apa yang terbaik buat lo. Yang pasti gua gak akan ngehalang-halangin hubungan kalian kalo nanti kalian mau jadian, gua juga tau diri kok." Anna meyakinkan dirinya sendiri. 

"Thanks An, gua bakal inget dan tetep temenan sama lo sampe gua married sama Lena," tutur Andi, dia percaya bahwa suatu saat nanti Lena akan membuka hatinya untuk Andi. 

"Gua juga makasih karena lo selalu baik, jujur dan support gua selama bertahun-tahun kita kerja bareng di divisi yang sama." Lena mengembangkan senyumnya walau masih ada sedikit kesedihan yang tersirat di wajahnya. 

~~~~~