Chereads / The Title: Assassination Arc / Chapter 27 - Bab 27 Keluar ( Revisi )

Chapter 27 - Bab 27 Keluar ( Revisi )

Menggunakan mantranya, gadis kecil itu mengangkat lalu membaringkan sang wanita serta anaknya ke kasur dan menyelimuti mereka. Kemudian dia beranjak keluar dan menutup pintu kamar perlahan. Seusainya ia menanggalkan baju hujannya yang basah lalu menggantungkannya pada stand hanger kayu di dinding, kemudian beranjak duduk pada salah kursi dan saling bertukar pandang dengan sang pemuda yang menyuguhkan tatapan waspada di kursi seberang.

"Tidak usah memasang raut seperti itu," pinta gadis bergaun ungu itu yang tidak lain adalah Serena. "Percayalah! Aku ke sini bukan untuk menangkapmu, melainkan datang untuk hal lain," jelasnya.

Meski demikian, Nevtor masih dalam mode kewaspadaan. Tetap menaruh curiga terhadap gadis di hadapannya yang bisa mengetahui bahwa dirinya berada di sini.

"Bagaimana kau bisa tahu kalau aku ada di sini?" Pada akhirnya ia menanyakan isi benaknya itu.

Serena tersenyum lalu menjawab, "Sebab aku memiliki kemampuan yang dapat mendeteksi seluruh keberadaan orang di kota Known. Seseorang yang sudah menginjakkan kaki di kota ini, maka secara otomatis orang tersebut akan masuk data pendeteksiku," tuturnya. "Yah, meski ada satu orang yang tidak dapat terdeteksi," gumamnya tanpa terdengar oleh si pemuda.

"Jika begitu, berarti kau sudah mengetahui kedatanganku sejak awal?" Tanya Nevtor penasaran.

Serena mengangguk. Meski tidak mengeluarkan reaksi apapun namun si pemuda sebetulnya terkejut mendapat pernyataan tersebut. Ketidakberdayaan akan kemampuan itu sungguh telah merontokkan upaya Nevtor dari pelarian sekarang. Karena percuma saja dirinya bersembunyi atau lari ke mana pun kalau ada seseorang yang tengah duduk santai memantau pergerakannya. Namun satu sisi, dia merasa beruntung sebab si pemantau tersebut ada di pihaknya saat ini, namun entahlah, mungkin saja asumsinya itu salah.

Helaan nafas terdengar dari mulut Nevtor. Ia kemudian menyandarkan kepala pada kursi dan melipat tangan. "Jadi kemampuanmu itu semacam cenayang ya," ujarnya lesu.

"Bisa dikatakan begitu. Namun aku lebih suka menyebutnya sebagai 'Manipulasi Wilayah'."

Manipulasi Wilayah. Tidak ayal kalau dirinya mempunyai julukan, Sang Manipulasi. Panggilan itu benar - benar cocok untuknya.

Keduanya terdiam. Suara hujan masih terdengar deras dari arah luar rumah. Juga terkadang pun disertai gemuruh guntur yang begitu menakutkan, ditambah tiupan angin kencang yang mungkin saja bisa menumbang pepohonan.

"Ini!" Serena menaruh dan mendekatkan tabung kaca kecil yang berisi zat berwarna biru muda di atas meja kepada si pemuda. Sekilas seperti sebuah ramuan. "Sesuai perjanjian. Jadi sekarang kita impas," katanya.

"Apa itu?"

"Tiket untuk dirimu bisa memasuki Teluk Fuliuz."

Nevtor menyipitkan mata. "Bagaimana jika itu sebuah racun?"

Mendengar perkataan itu, Serena justru tertawa. "Dalam hidupku selama ini, aku tidak pernah menggunakan cara kotor seperti itu."

"Ya, kau pernah. Kau membohongi pemuda bernama Fenrir itu untuk membuat rencana penangkapanku."

Gadis itu tersenyum dan mendongak. "Ya, itu memang benar. Karena itulah aku benci kebohongan. Kebohongan membuat hidup tidak tentram dan selalu diakhiri penyesalan," ujarnya.

Suasana lengang sesaat. Butir - butir air di baju hujan pada stand hanger berjatuh ke lantai kayu hingga membuat becek. Selain itu, dua lilin di permukaan meja pun hampir setengahnya meleleh.

"Namun tenang saja, ramuan itu tidaklah berbahaya. Lagi pun tidak ada untungnya aku berbohong saat ini, bukan?" Serena mencoba meyakinkan kembali.

Sang pemuda menimbang - nimbang perkataan darinya. Melihat raut gadis itu yang nampak tidaklah bohong sedikit menaikkan kepercayaan Nevtor. Lagi pula tidak ada gunanya dia repot - repot memberikan ramuan tersebut, kalau ia bisa saja meracuni dirinya sekarang juga kalau mau. Lagian, ramuan itu merupakan hasil dari kesepakatan, tidak pilihan lain selain menerimanya.

"Baiklah," Nevtor mengambil ramuan berwarna biru di atas meja itu lalu menyimpan di saku celana.

"Dan ada satu lagi ...," Serena bangkit dan mengambil baju hujannya, "... aku mempunyai hadiah lain untukmu!"

---

Serena dan Nevtor berjalan secara hati - hati hendak menuju pusat kota. Pakaian mereka basah kuyup diguyur hujan.

Sebelumnya Serena berencana menolong Nevtor untuk keluar dari kota Known. Walau bantuan itu memang terasa mencurigakan, namun Nevtor memilih untuk mempercayainya. Sebab tidak ada waktu untuk ragu - ragu, dia sebisa mungkin mengambil kesempatan yang ada untuk bisa keluar.

Berkat keadaan yang kota sepi, akhirnya mereka bisa mencapai tempat tujuan tanpa hambatan. Namun saat beranjak ke tempat yang dituju, mendadak langkah keduanya terhenti. Lantaran ada empat orang yang tengah berjaga di sana. Tiga penjaga kota dan satu Title Epic. Penjaga kota memang cukup mudah dikelabui, tetapi Title Epic, nampaknya cukup sulit.

"Hmm ...." Serena menopang dagu. Tampak sedang berpikir keras. "Baiklah!" Dia menjentikkan jari, mempunyai ide cemerlang yang terbesit di benaknya.

Seraya melayang, ia berbisik ke telinga Nevtor. Kemudian gadis kecil itu menghampiri para Penjaga dan Title Epic, namun secara tiba - tiba dirinya terjatuh. Sesuai skenario, dua penjaga yang melihat itu pun bergegas menghampiri.

"Kau tidak apa - apa, Nak?" Tanya salah satu Penjaga.

"Iya, aku baik! Hanya lecet sedikit," ujarnya tanpa menatap mereka.

Penjaga itu lekas membantu bangun Serena. Dan tanpa terduga ada asap yang keluar dari telapak tangan sang gadis. Akibatnya, mereka berdua menghirup dan seketika jatuh pingsan. Satu penjaga yang melihat itu langsung curiga dan menghunuskan pedang dari pinggulnya. Dia perlahan mendekati si gadis yang masih berada di tempat. Namun secara mengejutkan, Nevtor yang telah berada di belakangnya langsung memukul tengkuk penjaga tersebut hingga tak sadarkan diri.

Lantas, Title Epic yang berada jauh dari mereka, menghunuskan pedang dari sarung di punggungnya lalu langsung menerjang maju, mencoba menyerang sang pemuda berjubah.

Cringg!!

Serangannya ditangkis cukup mudah oleh Nevtor. Titlelist wanita itu pun beranjak menjaga jarak, namun tiba - tiba ia tidak bisa bergerak. Ketika sihir bebatuan mencengkeram kedua kakinya. Momen itu langsung diambil sang pemuda. Dia lekas maju dan secara cepat berpindah di titik buta si wanita, kemudian langsung memukul tengkuknya dengan ujung gagang pedang menyebabkan Titlelist itu jatuh pingsan.

"Fiuuh!" Serena menghela nafas sembari membuka tudung yang menutupi kepala. Rencananya menjatuh empat burung dalam dua lemparan batu telah sukses.

Keduanya lalu beranjak mendekati air mancur bertingkat yang menjadi ikonik kota Known selain Perpustakaan Dunia. Air mancur mewah dan besar disertai wadah melingkar terbuat dari beton putih yang memiliki corak bunga tulip. Pada tingkat kedua dan ketiganya juga memiliki bentuk wadah dan corak yang sama namun dengan ukuran yang beda. Kemudian dipuncaknya, bulir - bulir air jernih menyembur deras ke atas dan secara diagonal menyebar turun ke bawah, membuat siapapun yang melihatnya terpukau. Belum lagi lampu penerangan yang berada pada bagian tengah itu pun patut diperhitungkan.

Mulut Serena berkomat - kamit. Setelahnya, air mancur mendadak terhenti lalu dilanjutkan air yang berada pada wadah utama perlahan surut hingga lenyap entah ke mana. Kemudian di dasar wadah, sebuah lubang terbentuk sendirinya menjadi tangga - tangga menurun.

Mereka berdua pun lekas menuruni tangga yang berbahan beton putih itu. Dan ketika keduanya telah sampai di bawah, lubang tersebut tertutup sendirinya lalu air kembali menyebur dari puncak.

Nevtor berjalan mengekor, mengikuti gadis kecil di sebuah lorong minim cahaya karena hanya diterangi obor tiap meternya pada dinding. Selain itu, lorong ini pun terlihat tidak terawat sebab banyak sarang laba - laba menjamur di langit - langit, disertai dinding yang juga berdebu. Nampak sekilas tempat ini mirip seperti pertambangan.

"Tempat apa ini?" Nevtor bertanya.

"Tempat pelarian darurat."

"Apakah semua masyarakat kota ini tahu akan tempat ini?"

"Tidak. Hanya aku dan satu orang lagi. Namun orang itu tidak berada di kota ini sekarang."

Usai perbicangan itu suasana kembali lengang. Meski mereka sudah lama menyisir lorong tersebut namun belum menemui ujungnya. Hingga beberapa meter setelahnya, terlihatlah secercah cahaya di depan sana. Dan mendadak langkah Serena terhenti, membuat Nevtor juga ikut berhenti.

Serena membalikkan tubuh. "Itu jalan keluarnya," ujarnya. "Aku hanya bisa mengantarmu sampai sini saja."

Nevtor kembali berjalan setelah mendengar itu lalu memunggungi sang gadis. Akan tetapi, tiba - tiba langkahnya terhenti. Tanpa menoleh ia pun bertanya, "Apa alasanmu membantuku?"

Tanpa menoleh Serena menjawab, "Bukankah sudah kubilang, kalau perkataanku waktu di perpustakaan itu tidak sepenuhnya bohong. Bahwa aku tidak ingin kota Known tercoreng lebih buruk lagi karena kehadiranmu."

"Meski begitu, bukankah kau justru akan dicap pengkhianat karena perbuatanmu ini?"

Serena tersenyum. "Tidak mengapa. Yang penting diriku bisa menjalani amanat yang dititipkan seseorang padaku dengan baik."

"Amanat?"

"Aku tidak bisa memberitahu akan hal itu."

" ... "

Langkah pemuda berjubah itu kembali bergerak menuju bukaan cahaya di depan sana. Setibanya, kedua matanya langsung disambut oleh pepohonan yang menjulang, sungai yang mengalir dan semak - semak belukar. Ada pula desiran angin yang dipadu oleh derasnya hujan. Selain itu, terlihat kalau tempat yang Nevtor lalui tadi ternyata mirip sebuah gua.

Setelah menghela nafas karena berhasil keluar, dia pun melanjutkan langkah. Melompati batu demi batu sungai kemudian masuk ke dalam hutan yang hanya diterangi sinar rembulan.

Tujuannya saat ini ... Teluk Fuliuz di Sektor Timur.