Dari arah selatan sekumpulan kekelawar terbang mendekati pintu masuk teluk, yang kemudian binatang bersayap itu berubah menjadi sesosok manusia berjubah hitam.
Sosok itu berdiri sambil memfokuskan perhatiannya pada tempat yang dinilai berbahaya di depan. Ditemani butir - butir salju yang turun membasahi pakaiannya.
***
Tiga anak panah ditembakan dari busur silih berganti menuju sang target yang sedang berlari. Nevtor menghindari dua panah tersebut secara zig - zag dan menghancurkan satunya menggunakan pedang hitam di genggamannya, lalu terus melaju ke arah lelaki yang saat ini kembali membentuk dua anak panah menggunakan sihir penciptaan.
Sebelum Fuliuz bisa melakukan serangan kembali, Nevtor yang telah sampai di jangkauannya langsung mengayunkan tebasan.
Secara gesit si pria pun lantas melompat menghindar sembari membidik sang target yang ada di bawahnya. Aura kebiruan nampak merembet pada salah satu panahnya yang kemudian diluncurkan dan menancap di dekat kaki sang pemuda.
Kebingungan, hanya itu bisa dirasakan oleh Nevtor. Sempat terlintas di benaknya kalau musuhnya ini sengaja atau dirinya memang mempunyai akurasi menembak yang buruk? Namun melihat status lawannya, dia yakin bahwa Fuliuz tidak mungkin sepayah itu.
Beberapa detik setelahnya, air keluar dari celah retakan panah yang tertancap. Air itu pun membanjiri lantai hingga melewati batas mata kaki Nevtor. Dia pun kembali dibuat heran. Tidak tahu strategi apa yang digunakan sang lawan. Namun jika bicara dalam sudut pengalaman yang dia ketahui, makna jika ada air maka datanglah ...
Melihat si pemuda yang sedang tenggelam dalam pemikiran, tampak lengkungan terbentuk di bibir kiri Fuliuz. Lelaki itu melompat dan berpijak pada salah satu pilar di belakangnya lalu kembali membidik. Pendar berwarna kekuningan kali ini menyelimuti satu panahnya yang tersisa.
"Technique: Thunderbolt!" Panah tersebut ditembakan dan lagi - lagi menancap di lantai yang sekarang telah menjadi genangan air.
Kemudian dari atas awan, muncul halilintar yang menyambar permukaan lantai hingga menimbulkan suara menggelegar. Bahkan air yang membanjiri lantai pun seketika tercampur oleh percikan listrik sehingga menjadi medan listrik mengerikan yang bisa membuat siapa pun pasti akan langsung tersengat tewas jika menyentuhnya.
Untungnya, Nevtor berhasil menghindari malapetaka itu. Berkat pedang yang dia tancapkan sebelumnya itu cukup sebagai tempat bernaung untuk menyelamatkan dirinya.
"Hebat! Kau cukup cerdik bisa memikirkan hal tersebut dalam waktu sesingkat itu," puji Fuliuz yang terkagum terhadap tindakan sang lawan.
"Dalam pertarungan, kepintaran juga menjadi sebuah modal," timpal Nevtor yang tengah berjongkok pada ujung gagang pedang.
"Hm. Sayangnya, kepintaranmu itu belum bisa menggores diriku." Sembari berkacak pinggang, seutas senyum arogan terukir di bibirnya.
***
Seorang pria berotot tampak tengah memandangi lautan biru yang dibalut terjangan ombak di tepi pantai. Perasaannya saat ini sedang dirongrong kekhawatiran serta firasat buruk.
Melihat sang ayah, wanita berpakaian anyaman daun itu pun menghampiri lantas bertanya, "Ayahanda baik saja?"
"Ayah ... memiliki firasat buruk," jawabnya tanpa melihat putrinya yang berdiri di samping kanan.
"Ya, Ayah benar. Bukankah ini sudah lama sekali untuk sekedar menyapa," dia menjeda. "Pasti ada sesuatu yang terjadi. Sebaiknya Ayah menghubungi, Tuan Fuliuz!"
"Sudah ayah coba, namun tidak ada balasan. Nampaknya Tuan Fuliuz sedang ada masalah. Kemungkinan besar ... tengah bertarung."
"Bertarung?!"
Pria itu mengganguk pelan. "Sera, dulu Ayah pernah menceritakan padamu tentang 'Struggle', bukan? Bahwa jika seorang Assassination membunuh Extreme Assassination maka ...."
"Kekuasan mereka akan berpindah," potong Sera.
"Bukan itu saja. Kekuatan orang itu pun akan meningkat pesat."
Setelah pembicaraan itu suasana lengang.
"... Namun, aku yakin. Baik Tuan Fuliuz maupun Tuan Geliuz pasti tidak akan kalah. Sebab mereka merupakan orang terkuat yang telah melindungi kita serta tempat ini dari ancaman pihak luar." Ia menyuguhkan senyum merekah seraya mengepalkan tangan dan mengangkatnya setinggi dada. Bukti kepercayaan dirinya pada kedua orang itu sangat kuat.
Sang Ayah melirik putrinya sesaat lalu berpaling kembali ke depan. "Iya, itu benar. Tetapi, kendati jika hal itu salah, kita harus tetap setia dan patuh terhadap siapa pun pemimpin kita berikutnya."
Mendengarnya, Sera terdiam tampak berpikir. Sesuatu yang membuat sang ayah sangat khawatirkan nampaknya bukanlah persoalan barusan. Akankah ada hal lain? Namun apa?
"Lantas, apa yang membuat Ayahanda gundah sekali?"
Si pria menoleh ke belakang. "Ayah mempunyai firasat buruk pada orang di luar sana," ungkapnya.
Si wanita lantas berpaling, menatap pintu masuk teluk dengan mimik kecemasan. Jika ayahnya telah berkata demikian maka tentunya hal itu benar adanya. Orang di luar sana tampaknya bukan orang sembarangan. Siapa dia?
***
"Technique: Triple Slash!"
Seperkian detik, Nevtor bergerak dan melakukan tebasan ke depan, belakang dan udara. Sayangnya semua serangan itu belum bisa membongkar pertahanan perisai milik sang lawan. Malahan yang dia dapatkan rasa lelah dan sia - sia.
Usai si pemuda menjaga jarak, Fuliuz lekas merubah perisainya menjadi bola hitam dan kemudian menukarnya menjadi bola putih yang berangsur - angsur membentuk sebuah busur.
Nevtor yang sudah mempertimbangkan hal tersebut lantas kembali merangsek maju. Sementara Fuliuz yang juga telah mengetahui pikiran sang lawan, langsung membentuk satu anak panah berwarna biru dengan sihir penciptaan lalu menembakannya lurus ke depan, yang untuk sekian kalinya tertancap ke lantai dan air merembes dari celah retakan.
"Lagi?" Batin si pemuda. Dia tahu apa yang akan dilakukan sang musuh selanjutnya. Seketika dirinya berpindah secepat kilat ke titik buta Fuliuz dan melakukan tebasan mendatar.
Berkat nalurinya, si pria berjubah dapat merasakan dan segera melebarkan jarak, akan tetapi, Nevtor langsung kembali berada di belakangnya lagi dan siklus itu terus berlangsung berkali - kali.
Bicara soal kecepatan keduanya memang ternilai imbang. Namun jika melihat sudut tipe petarung, maka Nevtor cukup dirugikan. Sebab dirinya seorang petarung tipe jarak dekat yang hanya mengandalkan pedang. Akan tetapi terlepas dari itu, kenyataannya malah berbalik. Fuliuz yang seorang petarung jarak jauh justru terpojok. Dia tidak diberi peluang oleh sang lawan untuk melakukan serangan balik.
Slash!!
Satu tebasan dilayangkan. Tetapi hanya memotongkan beberapa helai rambut milik Fuliuz. Rambut jingganya pun terbang saat angin membawanya.
Tatkala serangan lawan mulai kendur, saat itulah Fuliuz langsung mengambil kesempatan untuk membentuk satu anak panah yang kemudian diluncurkan, mengarah genangan air yang membanjiri lantai reruntuhan.
Dengan cakap, Nevtor yang sudah tahu pola serangan lawannya itu langsung menancapkan pedang hitamnya ke lantai. Akan tetapi, alih - alih halilintar yang akan datang justru hembusan es yang menghampiri dan membekukan segala apapun di sekeliling bahkan pedang milik sang pemuda.
"Apa?"
Seolah tak percaya, pemuda itu hanya bisa membisu. Itu memberi kesempatan bagi Fuliuz untuk maju menyerang. Secepat angin Ia bergerak dan pindah ke titik buta sang lawan seraya melompat dengan kepala di bawah lalu menembakan satu panah menargetkan titik vital.
Menyadari hal tersebut si pemuda yang masih berpijak pada ujung gagang pedang lantas mengambil sesuatu dari punggung dan membalikkan badan.
Trankk!!
Panah yang melesat beradu oleh benda tumpul yakni ...
"Sarung pedang?" Gumam Fuliuz terkejut.
Sesaat setelah menangkis panah itu, Nevtor segera melompat mundur. Sayangnya sang musuh tidak memberikan kesempatan untuk itu. Seperkian detik anak panah terus ditembakan ke udara.
Satu ... tiga ... lima ... tujuh ... sembilan, panah berjumlah ganjil meluncur secara bergantian dari busur, membuat Nevtor kewalahan untuk menghindarinya sehingga ada beberapa yang berhasil menembus pakaian hingga mengoyak kulitnya, meninggalkan luka berpadu cairan merah yang membasahi kulit dan rasa perih.
"Ck," Nevtor berlari secara zig - zag sembari menahan sakit. Ia mencoba mencari tempat perlindungan seraya terus menghindari serangan yang datang. Hingga akhirnya dia bisa bernafas lega setiba di salah satu pilar reruntuhan, menyandarkan tubuhnya sambil mengatur nafas.
"Kau pikir tempat itu bisa melindungimu?"
Fuliuz kembali menembakan satu anak panah ke udara yang kemudian jumlahnya secara mengejutkan berkembang menjadi puluhan. Sekitar dua puluh panah tersebut pun secara ramai - ramai menyergap pilar yang menjadi tempat bernaung si pemuda hingga menghancurkannya.
Terkesiap melihat bangunan di atasnya roboh, Nevtor lekas melompat dan berguling ke depan untuk segera menghindar kemudian bangkit mencari tempat perlindungan yang baru.
"Hmph." Fuliuz tersenyum seringai dan kembali melakukan serangan yang sama.
Sementara di sisi lain, kejadian yang hampir sama juga terulang di tempat Nevtor berpijak. Sang musuh benar - benar tak memberinya peluang untuk rehat sejenak.
"Apakah hanya itu yang bisa kau lakukan? Bukankah kau ke sini untuk mengalahkanku?" Komentar Fuliuz yang tampaknya bentuk provokasi.
Pria itu lalu berjalan menghampiri pedang yang tertancap dan mencairkan es yang membekukannya menggunakan sihir api. Setelah cair dia lantas mencabutnya. "Pedang yang bagus. Namun ...," kemudian melemparkannya ke udara lalu membidik, "... sayangnya harus kuhancurkan!"
Melihat hal itu, Nevtor segera keluar dari tempat berlindungnya lalu berlari menuju senjatanya yang saat ini terlempar di udara. Sedangkan sang pria berjubah membalas dengan tersenyum miring. Kedatangan musuhnya itu sesuai apa yang ia harapkan. Dia mengubah arah bidikan menuju sang target yang kian dekat dan panah berpendar kekuningan pun diluncurkan, menyertai kilatan listrik yang mengusik pandangan.
Tanpa ragu Nevtor menahan panah tersebut menggunakan sarung pedang di genggamannya. Akibatnya, efek kilatan listrik yang berkecamuk saat beradu menyebabkan pakaian si pemuda robek. Terdengar pula bunyi samar retakan pada sarung pedang. Benar saja, beberapa detik kemudian benda tersebut akhirnya tak mampu bertahan dan hancur berkeping - keping.
Namun keberuntungan berpihak pada Nevtor, dia berhasil mengubah arah serangan tersebut sehingga dirinya terselamatkan, dan panas listrik itu pun menabrak puing - puing pilar yang hancur berserakan di belakang.
"D-dia bisa membelokkan arah seranganku?!" Mata Fuliuz membulat melihat kejadian mustahil barusan. Keyakinannya untuk menumbangkan sang lawan sungguh meleset.
Melompat lantas mengambil pedangnya, kemudian sembari di udara, Nevtor melakukan tebasan menukik secara vertikal menuju sang lawan yang masih berlarut dalam ketidakpercayaan.
"Cruel Technique: Anhillation Slash!"
Brakk!!
Bunyi keras menggema ketika tebasan perkasa bernuasa kegelapan beradu dengan perisai hitam yang menjadi pondasi pertahanan sang lawan. Bahkan karena saking kerasnya momentum benturan menyebabkan bilah senjata milik Nevtor harus patah. Meski begitu, setidaknya hal tersebut bukanlah suatu yang perlu dicemaskan.
"Cruel Technique: Devouring!"
Gumpalan aura hitam muncul dari bilah pedang yang patah yang kemudian membentuk sesosok makhluk bagaikan ular besar. Makhluk itu pun melahap perisai hitam dalam sekali telan, membuat sang empunya perisai dibuat melongo dan hanya bisa bertanya - tanya di dalam hati.
"Ti-tidak mungkin! Perisai milikku ... dimakan? Kemampuan macam apa itu?"
Pelan tapi pasti, bilah pedang Nevtor yang sebelumnya rusak saat ini telah kembali sedia kala. Tanpa menunggu lagi dia langsung melesat tebasan vertikal mengarah sang musuh yang masih mematung atas keterkejutan untuk kedua kalinya.
"Benar - benar ... Kau sungguh penuh kejutan. Kau memang lawan yang sangat menarik!"
Buush!!
Kabut putih menyelimuti persekitaran reruntuhan. Dari balik kabut tebal itu tampak sesosok menyerupai manusia dengan empat sayap di punggung serta seluruh tubuhnya berwarna putih tengah berdiri menahan bilah hitam menggunakan tangan kanannya, yang kemudian makhluk tersebut menendang sang pemuda di dekatnya hingga jaraknya melebar.
Makhluk bersayap itu bernama Einherjar. Einherjar sendiri merupakan perwujudan asli dari bola putih milik Fuliuz. Makhluk tersebut akan bergerak sesuai perintah sang majikan, mau itu menyerang atau pun bertahan.
"Ternyata kau punya kartu As ya," ucap Nevtor tanpa ekspresi sembari memegang perutnya yang terkena tendangan.
"Bukankah itu hal yang lumrah? Setiap orang pasti memiliki kartu As-nya," balas Fuliuz yang tersenyum angkuh di balik Einherjar yang menjadi pion kebanggaannya.
Untuk sesaat suasana lengang. Kabut putih perlahan menghilang saat angin berhembus, menyisakan tiga sosok yang berdiri di medan yang telah kacau balau. Juga di sudut lain, pedang berbilah hijau kehitaman tidaklah mengalami perubahan posisi sedikit pun.
"Baiklah kalau begitu ...," Nevtor menyayat lengan kanan sendiri menggunakan pedangnya, "... akan kuperlihatkan juga kartu As milikku!" Perlahan, bilah pedang pun terbasahi oleh darah segar yang mengalir lalu senjata hitam tersebut terserap di tangannya.
"Cruel Technique: Doppleganger!"
Sedetik setelah jentikan jari, dari bawah lantai muncul bayangan hitam yang merayap ke atas dan pelan - pelan membentuk sosok mirip Nevtor dengan seluruh tubuhnya dibaluti warna hitam legam.
Makhluk putih dan hitam itu saling bertukar tatapan tajam. Hal yang sama pun terjadi pada sang majikan, menawarkan nuasa menakutkan.
"Pertarungan penghabisan ..."
"... Akan segera dimulai!"