Kereta kuda melaju mengarah sebuah desa. Desa terpencil dikedalaman hutan besar Sektor Selatan bernama Kamze. Di depan gerbang tampak seorang wanita tengah menanti. Kemudian roda pun berhenti tepat di depan wanita tadi. Sang kusir lekas turun dari kereta kuda tanpa atap. Ia langsung disambut senyuman hangat dari sang wanita berambut biru muda panjang yang tak lain istri tercintanya, Lylia.
Namun senyum Lylia perlahan hilang saat mengetahui sang suami membawa seorang bayi. Ia lantas bertanya untuk memastikan, "Bayi siapa yang kau gendong itu sayang?" Jujur saja, ada perasaan tidak enak yang terlintas di hatinya. Ia sempat curiga kalau suaminya ber ... Ah, sebaiknya ia tidak berpikir macam - macam.
Flade pun menjelaskan kebenaran tentang identitas sang bayi. Sebab cepat atau lambat akan tiba waktu di mana sang istri pasti akan mengetahuinya jadi tidak ada gunanya berbohong. Ia hanya berpesan agar Lylia tidak memberitahu siapapun prihal status si bayi kepada penduduk desa atau pun orang dari luar. Sementara di sisi Lylia, ia begitu kaget mendengar penjelasan sang suami. Identitas sang bayi merupakan seorang Assassination? Tetapi apapun itu, dia akan selalu patuh terhadap kehendak sang suami tercinta. Ia akan mempercayainya dan tidak ingin mengkhianatinya.
5 tahun berlalu. Nevtor telah tumbuh dewasa. Hari ini juga menjadi hari yang membahagiakan dan spesial baginya. Karl, adiknya telah lahir ke dunia. Karena saking senangnya, dia pun tak bisa menahan keinginannya untuk mengecup kening sang adik. Flade dan Lylia hanya bisa tersenyum melihat tingkah anak angkat itu.
Selama kurun lima tahun tersebut, Nevtor belum pernah sekali pun meninggalkan rumah. Aktifitas yang dia lakukan di rumah hanyalah bermain, membantu orang tuanya, menjaga sang adik, serta membaca buku - buku di perpustakaan yang berada di ruang bawah tanah. Meski Lylia selalu meminta agar ia bermain keluar bersama anak - anak lain, Nevtor kecil begitu merasa enggan. Sampai, Nevtor telah berumur sepuluh tahun, sedangkan sang adik telah beranjak lima tahun. Ia akhirnya mau untuk keluar rumah setelah Karl mengajaknya. Itu pun butuh usaha yang tidak mudah.
Tepat di tanah lapang, tampak anak - anak asyik bermain kelereng. Dua bersaudara itu pun menghampiri ingin turut bergabung. Selama waktu bermain itu tertawaan terkadang menghadiri di sela - sela permainan mereka. Walau ada satu anak yang tidak ikut kegembiraan itu. Ia hanya terduduk diam sendirian di sebuah batang pohon memandangi mereka. Tidak ekspresi sama sekali di wajahnya. Hingga datanglah seorang anak yang menghampirinya dari arah belakang.
"Hei, mengapa kau tidak ikut bermain?" Tanya anak itu ketika tiba di samping Nevtor. Anak berambut coklat berkuncir yang mengenakkan kaos kutang agak kusam berwarna putih dan bergigi ompong.
Nevtor menoleh tanpa memberi respon, lalu kembali memandang kembali ke depan. Sementara, Si Anak berkuncir kebingungan lalu beranjak duduk, bersebelahan. Ia pun berinsiatif untuk memperkenalkan dirinya.
"Ngomong - ngomong namaku Barm. Lalu kau?"
Butuh beberapa detik hingga Nevtor pun menjawab sambil menundukkan kepala, "N-Nevtor!"
"Oh, Nevtor ya. Salam kenal, Nevtor!" Ia menempuk pundak anak berambut hitam itu lalu tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi ompongnya.
Nevtor menatap anak itu, dan tanpa sadar, ia pun membalas perkenalan tersebut, "S-Salam kenal juga, Barm!"
Pada hari itulah, pertama kalinya dia mempunyai seseorang yang ia anggap teman. Barm hanya satu - satunya teman yang dia memiliki. Ia selalu bermain dan ikut bersamanya ke mana pun. Ia seolah - olah menganggap eksintensi anak - anak lain tidak ada. Ia bahkan tidak peduli penilaian apa yang diberikan oleh mereka. Selama bisa bermain bersama Barm itu sudah cukup baginya. Namun ada hal yang tidak disadarinya. Dibalik layar, ada seseorang yang menggunjing dirinya. Membicarakan keburukan baik sifat maupun penampilannya kepada anak - anak lain. Seseorang itu, orang yang sangat dekat dengannya. Orang yang tak suka akan kehadirannya. Orang yang seolah - olah baik di depan dirinya.
Tlak!
Sebuah kerikil mendarat di kening anak berambut hitam itu hingga mengeluarkan darah. Ia pun mencoba menahan lemparan lain dari tiga anak yang merundungnya. Sampai, datanglah seorang anak berambut coklat yang menghentikan perlakuan tersebut membuat ketiga anak itu akhirnya pergi.
"Kakak tidak apa - apa?" Tanya anak yang tak lain, Karl sang adik. Dan Nevtor, mengangguk pelan. Karl kemudian mengajak sang kakak kembali ke rumah untuk merawat lukanya.
Di kejauhan, di balik pohon rindang, seorang anak muncul seraya berkacak pinggang dan tersenyum. "Itu baru awalan. Tunggu saja, aku pasti akan membuatmu lebih menderita daripada itu, Anak aneh!"
"Ouch ...." Nevtor meringis saat sang ibu mengelap keningnya yang lebam menggunakan handuk hangat.
"Apa yang terjadi? Kenapa keningmu bisa terluka seperti ini?" Tanya Lylia seraya memeras handuk dari baskom.
"Ada tiga anak yang melempari Kakak dengan kerikil," jelas Karl yang berdiri di samping kiri sang ibu.
"Memang apa yang kau perbuat hingga mereka memperlakukanmu seperti itu, Nevtor?"
Nevtor menunduk. "E-entahlah. Tiba - tiba mereka menyerangku begitu saja," jawabnya lirih.
Hembusan nafas terdengar pelan. Lylia segera bangkit sembari mengangkat baskom berisikan air hangat, kemudian beranjak pergi menuju dapur. Sementara Karl yang berdiri diam, menatap sang kakak yang terduduk di kursi sedikit sedih. Sebenarnya dia ingin menghibur sang kakak namun tidak tahu apa yang harus diperbuat. Jadi, ia mengurungkan niatnya dan menyusul sang ibu.
Pagi ini, terdengar suara ketukan pintu. Lylia lekas membuka. Ternyata tamu yang datang anak berkuncir, yang tak lain Barm. Barm ingin mengajak Nevtor untuk pergi memancing di sungai bersamanya. Lylia pun memanggil dan Nevtor muncul dari kamarnya. Tanpa berpikir lagi, anak itu pun menyetujui ajakan tersebut.
Dalam perjalanan menuju lokasi, Barm tak henti - henti mengoceh meski tahu bahwa anak di sampingnya tidak tertarik sama sekali. Anak itu justru sibuk sendiri menikmati pemandangan alam serta burung - burung yang berkicau merdu. Hingga ketika tiba di persimpangan jalan, ternyata sudah ada lima anak yang berkumpul. Mereka membawa joran beserta ember. Barang sama yang dibawa oleh Barm. Akan tetapi, Nevtor lebih terfokus oleh tiga anak di antara kelimanya. Ketiga anak itu, pelaku yang sama yang merundung dirinya kemarin.
Usai menempuh satu jam berjalan, akhirnya mereka tiba di tempat tujuan. Sungai yang berair sangat jernih dan terdapat bebatuan di dasar. Barm pun segera memilih mencari spot memancingnya sendiri, diikuti Nevtor di belakang
"Ternyata Anjingmu benar - benar penurut ya, Barm,"
"Seharusnya kau memberikannya yang nama bagus, Barm,"
"Juga, ajarkan dia cara berbicara, Barm,"
Tiga anak itu tertawa puas atas ucapannya. Bahkan, dua anak lainnya turut ikut. Meski Nevtor sama sekali tak mengindahkan perkataan tersebut. Ia seolah menutup telinga rapat - rapat.
"Hei, seharusnya kalian tidak berbicara seperti itu kepada teman kalian sendiri," tegur Barm yang mungkin mencoba membela.
"Huh?" Salah satu anak menghampiri Nevtor. "Dia, teman kita? Mana mungkin, 'kan?" Ia mengangkat kerah anak berambut hitam itu seraya melihat empat anak lainnya di belakang. Empat anak itu pun setuju lalu tertawa kembali.
"Benarkan? Mana ada orang yang sudi berteman denganmu, Anak aneh!"
Blur!
Nevtor tercebur ke sungai sesaat ia di dorong kuat oleh anak tadi. Untungnya sungai tidak begitu dalam. Namun bebatuan di sana begitu tajam sehingga kaki dan tangan anak itu tergores cukup parah. Buruknya lagi, tidak satu pun yang menolongnya. Mereka justru tertawa puas. Bahkan, Barm yang berada di belakang mereka hanya diam lalu perlahan, seutas senyum terukir di bibirnya. Senyuman yang tampaknya menandakan kepuasan.
Puas menonton kemalangan Nevtor, kelima anak itu memilih meninggalkan sungai. Barm pun segera menolong anak yang tercebur untuk kembali ke daratan. Kedua anak itu saat ini basah kuyup.
"Kau tidak apa - apa kan?" Tanya Barm, dan Nevtor pun mengganguk pelan. "Mereka benar - benar kejam. Awas saja, aku pasti akan memberikan mereka pelajaran." Barm mengepalkan tangan kanannya dengan wajah gusar.
Nevtor tidak berkata - kata apapun. Ia perlahan melangkah dengan wajah lesu dan tertunduk. Ia ingin segera mungkin kembali ke rumah. Kembali ke rutinitasnya yang biasa, yang nyaman tanpa gangguan. Juga konflik.
"Hei, apa kau ingin pulang? Kalau gitu aku antar ya!"
Nevtor merespon perkataan itu dengan gelengan kepala. Barm pun menghela nafas. Hingga setelah anak berambut hitam itu makin jauh, seutas senyum kembali terbentuk di bibirnya disusul wajah kesenangan. Senang bahwa rencananya sukses membuat anak itu amat menderita. Senang rasanya bisa menonton kesedihannya. Ia merasa senang, bisa menjadi teman kebohongannya.
Ia tertawa puas dan berucap, "Ya, pulang saja sendiri. Aku juga sudi mengantarmu, Anak Aneh!" Tertawaannya semakin kencang.