"Golongan pihak merah?"
Nevtor terdiam, terlihat berlarut dalam pemikiran. Dia teringat akan coretan di dinding sebelumnya. Sebuah ukiran peperangan antara dua pihak, merah dan hitam. Berdasarkan apa yang tadi dibicarakan si pria, Nevtor bisa menarik kesimpulan bahwa pria tersebut merupakan dari pihak hitam. Jika benar begitu, maka dia ...
"Apakah kau seorang Assassination?"
Mendengar pertanyaan tersebut, mendadak suasana membeku seakan waktu telah berhenti. Beberapa menit setelahnya, ketiga lelaki yang mengitari Nevtor mempererat pegangannya pada tombak. Tatapan mereka yang sebelumnya buas kini berganti menjadi kedengkian.
Sampai, salah seorang dari mereka menunjukkan taringnya. Dia langsung mengambil ancang - ancang untuk melesatkan tombak pada genggamannya pada sang pemuda yang masih bergeming. Tetapi, tindakannya segera dihentikan oleh peringatan sang pria di singgasana-nya.
"Biar kutanya sekali lagi. Apakah engkau termasuk golongan pihak merah?" Tanya pria itu sekali lagi untuk meyakinkan. Air mukanya masihlah tidak berubah.
Sementara si wanita beranjak dari posisinya lalu berpaling ke arah Nevtor dengan memasang mimik penasaran, menunggu jawaban.
"Jika yang kau maksud pihak merah adalah para Titlelist, maka aku bukanlah salah satu dari mereka."
"Jadi apakah engkau salah satu dari pengkhianat itu?"
Nevtor kebingungan. Ia hanya bisa bergumam. "Pengkhianat?"
"Pengkhianat yang menjual ras-nya sendiri kepada ras lain dan bergabung dalam kelompok pemburuan. Apakah engkau salah satunya?" Pria itu melanjutkan.
Si pemuda berjubah masih tidak mengerti apa yang dibicarakan. Dia pun berkata, "Aku benar - benar tidak mengerti maksud dari perkataanmu itu."
Ucapan dirinya tidak menuai respon baik. Mereka berlima malah memperlihatkan pandangan curiga yang semakin dalam.
"Bukankah lebih baik kita geledah saja dia, Ayahanda! Untuk memastikannya langsung," celetuk si Wanita menatap sang pria yang dia panggil ayah. Netranya kemudian berpaling pada Nevtor kembali dengan tatapan yang begitu menakutkan. Sepasang iris zircon-nya berganti menjadi merah darah. "Kendati dia salah satunya, diriku bisa langsung mencincangnya!"
Si pria berotot pun langsung mengangguk tanpa menimbang. Sorot matanya seolah menaruh kepercayaan besar kepada putrinya.
Mendapat persetujuan, si Wanita lekas beranjak mendekati Nevtor yang bergeming. Dia perlahan mulai mengeledah pakaian si pemuda, baik jubah, mantel dan kantung celana. Namun dirinya hanya menemukan sebuah pedang hitam dari balik jubah. Karena memang benda itulah satu - satunya barang yang ia simpan saat ini.
Belum cukup melakukan itu semua, si Wanita berpakaian anyaman daun itu kali ini bermaksud melepaskan jubah Nevtor. Namun, alangkah terkesiap ia ketika melihat sesuatu di balik kerah mantel. Lebih tepatnya pada bagian sisi kiri leher sang pemuda.
"Engkau ...." Dirinya mundur pelan - pelan lalu berhenti beberapa meter. Si wanita tidak banyak bereaksi setelah itu. Bahkan ketiga lelaki yang menodongkan tombak. Mereka memasang mimik dan gelagat yang sama.
Melihat tingkah mereka berempat, si Pria pun beranjak berdiri dari singgasana-nya dan berjalan mendekat. Para kekelawar di singgasana pun terbang dan kembali menggantung pada langit - langit ruangan.
"Ada apa ...." Tiba - tiba ucapannya tersendat saat sepasang mata merahnya melihat sesuatu pada sisi kiri leher Nevtor. "Simbol itu ... terlebih, mata heterchromia. Apakah engkau ... Noble Assassination?"
Nevtor tidak menjawab. Kendati begitu tanda diam tersebut cukup membuat mereka mengerti. Apalagi ciri yang disebutkan tadi jelas menyatakan bahwa dirinya merupakan Noble Assassination. Seorang Assassination dari keturunan bangsawan yang memegang wewenang atas ras Ordinary Assassination [1]. Bahkan dengan kekuatan maha dahsyat yang dimilikinya, membuat keturunan bangsawan semakin disegani.
Kelima orang itu serentak berjongkok--dengan betis menempel pada tanah dan satu tangan di lutut--seraya menunduk hormat.
"Maafkan kami yang tidak mengetahui akan sosok Anda!" Kata sang Pria terdengar tegas.
"Maafkan kami juga karena telah memperlakukan diri Anda dengan tidak terhormat!" Tambah si wanita.
"Maafkan kami, Tuan Nevtor!" Sambung ketiga lelaki itu serentak.
Nevtor hanya diam. Tatapan acuh yang ditunjukkan bukti kalau dia tidak peduli akan gelar dirinya.
"Lalu, apa yang dimaksud pengkhianat itu?" Nevtor bertanya. Dirinya sungguh tidak mengerti maksud dalam perkataan si pria sebelumnya.
"Izinkan saya menjawabnya," ucap si pria masih dalam posisi.
Dia menjelaskan bahwa ada beberapa ras Assassination yang membelot dan bergabung dengan pihak merah, atau 'The Sixteen of Top'. Mereka merupakan keenam belas petinggi yang memenangkan peperangan dahulu kala. Yang saat ini lebih dikenal sebagai, 'The Sixteen of Champion Seat' ( Enam belas Kursi Champion ).
Para pengkhianat itu tunduk terhadap mereka. Melakukan secara paksa tugas yang diberikan. Tugas penting yakni memburu para Assassination lain yang tersisa di penjuru Sektor. Tidak peduli hidup atau mati. Bahkan ada pula dari pengkhianat tersebut yang benar - benar menjual ras dan keluarga sendiri secara sukarela demi mendapatkan pundi - pundi uang dan gelar kemegahan. Bak hewan peliharaan yang siap melakukan apapun demi makanan.
"Begitulah," tutup pria itu. "Maafkan saya karena telah menuduh Anda sebagai pengkhianat!" Sambungnya, kembali menunduk dalam.
"Jika aku salah satunya, bagaimana?"
Serta merta, si Wanita mengangkat wajahnya lalu berkata, "Itu tidak mungkin. Sebab Anda adalah keturunan bangsawan. Jadi Anda tidak akan mungkin melakukan hal yang sama dilakukan oleh para Assassination kacangan itu," tegasnya, kemudian kembali menunduk. "Maaf kalau perkataan saya tidak sopan."
"Lagipula, yang menjadi prioritas incaran mereka justru keturunan Assassination teratas. Jadi sangat tidak mungkin apabila Anda melakukan hal semacam itu," lanjut si pria meyakinkan.
Nevtor mengangguk. Mereka benar - benar menaruh besar kepercayaan padanya. Namun bukanlah itu yang ingin dapatkan saat ini. Melainkan hal lain.
"Tentang Geliuz dan Fuliuz yang tadi kau bicarakan, apakah mereka benar - benar ada di reruntuhan kuno?" Nevtor bertanya kepada sang pria.
"Benar. Tuan Geliuz dan Fuliuz memang mendiami reruntuhan itu sekaligus melindungi teluk ini dari orang asing yang berani masuk."
***
Mereka berenam telah tiba di pesisir pantai. Menuruni tebing lebih mudah ketimbang mendakinya. Begitulah menurut Nevtor yang tengah memandangi lautan saat ini.
Nevtor menoleh sang pria lalu bertanya, "Jadi di mana reruntuhan itu?"
"Sebelumnya, saya ingin mengetahui dulu alasan Anda ingin menemui Tuan Geliuz dan Fuliuz," harap pria yang berada di tepi pantai. Air laut yang bergerak ke tepian, membasahi kakinya yang telanjang.
"Aku hanya ingin menyapa mereka saja sesama Assassination."
Tanpa mempertimbangkan ucapan itu terlebih dulu, si Pria lantas berkomunikasi melalui telepati, menghubungi seseorang. Dia meminta persetujuan untuk membuka portal dimensi pada orang itu menyertakan alasan yang tadi disampaikan.
Orang itu tersenyum dan mempersilahkan. Usai mengucapkan terima kasih, si pria pun memutus komunikasi. Kemudian dia tampak merapal. Hingga beberapa detik setelahnya, tiba - tiba air laut yang semula tenang berubah menjadi agresif. Gempuran ombak yang menghantam batu karang menimbulkan percikan air dahsyat hingga membasahi pakaian mereka termasuk lingkungan pantai, lalu disusul oleh awan mendung disertai guntur dan tornado yang membuat suasana begitu mencekam.
Tidak lama setelah fenomena tersebut terjadi, pada lautan perlahan terbentuk pusaran air besar. Bahkan pusaran itu kian kencang saat guntur menggelegar. Kemudian, sang pria pun berhenti berkomat - kamit dan beralih menatap si pemuda di belakangnya.
"Itu adalah portal untuk memasuki reruntuhan Geliuz. Jika Anda berdiri pada pusaran air itu, maka Anda akan secara otomatis berteleportasi ke sana," tutur si pria.
Perkataan darinya terdengar seperti hal gila. Masuk ke dalam pusaran mengerikan tersebut jelas - jelas sebuah tiket untuk mengantarkan ke alam baka. Setidaknya bagi orang awan. Namun tidak bagi Nevtor. Ia tanpa rasa ragu dan takut lantas beranjak menuju pusaran itu. Setibanya, dia berdiri diam lalu perlahan tubuhnya terseret dan tenggelam.
Suasana dikedalaman laut begitu gelap gulita. Netra Nevtor tidak mampu melihat apapun dan memilih memejam. Setelah beberapa menit, pemuda itu membuka mata kembali. Dan hal yang dipandang sekarang bukan kegelapan atau air, melainkan sebuah bebatuan besar serta kumpulan pasir. Selain itu, langit yang sejatinya berwarna biru, jingga atau pun hitam, di tempat ini malah berwarna merah pekat.
Kemudian di depan sana, terdapat sebuah reruntuhan yang megah. Bangunan peninggalan masa lampau yang hanya menyisakan puing - puing dan sejarah. Di mana pilar sebagai penopang sebagian telah roboh dan rusak. Juga disertai material bebatuan kecil yang berserakan. Ada pun lumut hijau yang menyelimuti setiap sisi pondasi bangunan, mengartikan bahwa tempat tersebut telah dimakan zaman.
Di salah satu pilar yang masih berdiri, terlihat seseorang yang mengenakkan jubah berwarna biru dongker lengkap dengan tudung, tengah duduk santai--dengan satu kaki bergelantung--dan tangan kanan yang tengah memainkan semacam bola putih dan hitam yang berputar - putar searah jarum jam.
-----
[ Assassination biasa yang hanya memiliki kemampuan kecepatan. Lain kata, hanya masyarakat normal dalam ras Assassination ]