Chereads / The Title: Assassination Arc / Chapter 25 - Bab 25 Penyergapan ( Revisi )

Chapter 25 - Bab 25 Penyergapan ( Revisi )

Matahari telah bergeser di bagian barat. Di bawah garis cakrawala menandakan siang telah dipenghujung tugasnya.

Nevtor tampak membatu saat mendengar perkataan mengejutkan dari si gadis kecil yang memasang raut tajam. Identitas dirinya sebagai Ras Assassination telah diketahui olehnya? Namun sejak kapan? Apakah sejak awal? Pertanyaan - pertanyaan itulah yang menghiasi di benaknya saat ini.

"Tidak usah kaget. Sejak awal aku sudah tahu bahwa kau seorang Assassination," ungkap Serena mengarahkan telujuk pada Nevtor dengan tatapan yang sama.

"Jadi perkataanmu waktu di perpustakaan semua bohong?"

"Tidak semua. Ketika aku bilang 'akan merepotkan jika Fenrir tahu dan melaporkanmu' itu memang alasanku yang sebenarnya."

"Apabila itu terjadi ...," seseorang datang dari arah sebelah kanan. Wanita berambut jingga berzirah yang membawa pedang di pinggul kanan. Ternyata itu adalah Veronica, "... kami tidak bisa membuat perencanaan penangkapanmu," sambungnya.

Tidak lama setelah kehadirannya dari berbagai arah hingga atap bangunan, serempak muncul para Titlelist dan penjaga kota yang dibekali persenjataan, berbaris mengitari Nevtor membentuk lingkaran. Selain itu, kebanyakan dari mereka merupakan Title Epic dan beberapa Title Unique. Cukup membuat penyergapan ini terlihat sempurna.

Nevtor menatap satu per satu orang yang mengelilinginya. Tidak menyangka dirinya akan terjebak dalam situasi tidak terduga seperti ini. Peluang untuk kabur tanpa perlawanan kemungkinan cukup kecil. Namun dirinya mempunyai kemampuan untuk menepis fakta tersebut.

"Tech--"

Sayang, saat Nevtor hendak mengeluarkan teknik asap hitam untuk mengelabui pandang semua orang, tiba - tiba saja sihir tanah lebih dulu mencengkeram kedua tangan dan kakinya. Terlihat kalau sihir tersebut berasal dari salah seorang yang mengitarinya. Meski berupaya keras tetap saja pemuda berjubah hitam itu tidak bisa melepaskan diri. Hanyalah yang bisa dia lakukan menatap wajah kegembiraan Veronica beserta tertawaannya.

"Apa kau pikir kami melakukan semua ini tanpa perencanaan matang?" Ucap wanita berzirah itu dengan nada sombong. Lalu dari atas datanglah seekor burung vulture yang kemudian bertengger di pergelangan tangannya. Burung yang selalu mengikuti mereka. "Aku sudah tahu semua kemampuanmu. Jadi seberapa keras pun kau berusaha kabur itu akan sia - sia," lanjutnya seraya tersenyum tipis disertai nada bicara yang kali ini merendahkan.

Kecurigaan Nevtor kepada hewan bersayap itu telah terkuak. Burung tersebut rupanya bertugas memata - matai dirinya sejak awal perjalanan. Meski awalnya Nevtor tampak acuh terhadap kehadirannya, tetapi dia mulai sedikit curiga saat mereka berada di oasis waktu itu. Mata binatang tersebut seakan mengawasi dirinya ketat.

Cengkeraman sihir tanah kian menguat saat Nevtor berusaha untuk mencoba melepaskan diri. Bahkan tertawaan pun terus menggelegar dari mulut sang wanita berzirah setiap ia berupaya lagi dan lagi.

"Menyerahlah! Tidak gunanya kau melakukan hal sia - sia seperti itu," cerca Veronica. Ia kemudian mendatangi Nevtor sambil membawa borgol di tangan kanan.

Sementara si Pemuda, dia nampak mematung menerima kondisinya. Apa yang dikatakan wanita itu benar. Tidak ada gunanya ia terus berusaha, hasilnya tetap sama saja.

Perlahan, dia pun memejamkan kedua mata.

***

Roda kereta berhenti tepat di depan pos penjaga utara kota Known. Fenrir lekas turun dari kursi pengendara lalu berjalan menuju dua lelaki berzirah yang memegang tombak tengah berjaga. Netra pemuda itu menoleh kiri - kanan, merasa ada yang janggal. Tidak biasanya pos penjagaan hanya dijaga oleh dua orang saja. Padahal umumnya sekitar delapan atau sepuluh orang.

"Ada yang bisa kami bantu?" Tanya salah satu Penjaga ketika Fenrir tiba di hadapannya.

"Ya, saya ingin menyerahkan seorang kriminal." Pemuda itu menjawab. Kemudian ketiganya menghampiri gerobak penumpang. Namun sebelum dua lelaki itu menurunkan sang tawanan, Fenrir pun bertanya, "Ngomong - ngomong, ke mana perginya para penjaga lain?"

"Mereka saat ini sedang mendapat tugas lain," jawab Penjaga yang tadi.

"Tugas? Tugas apa itu?"

"Entahlah. Kami tidak diberikan penjelasan akan hal itu."

Fenrir menopang dagu. Sementara itu, sang Wanita yang berada di dalam gerobak membuka matanya lebar - lebar. Seketika dia mendadak meronta - ronta seperti kerasukan sesuatu membuat para penjaga dan Fenrir kebingungan. Sampai semenit kemudian, kedua mata wanita tersebut pun berubah merah darah dan rontaan terhenti. Bahkan ikatan pada tangan terlepas sendirinya. Selain itu, ada tanda merah berbentuk silang di pipi kirinya yang menyala.

Wanita itu menengok pada salah satu penjaga dengan mimik menakutkan. Lalu ...

Buush!!

Dia kabur dan melompat ke atap bangunan sambil membawa sebuah tombak.

Salah satu penjaga kaget saat tombak di genggamannya menghilang. Temannya dan Fenrir bahkan tidak dapat melihat bagaimana wanita tersebut mengambilnya. Begitu cepat, hingga mata mereka tidak mampu menangkap pergerakannya.

Melihat tawanan yang melarikan diri itu, serentak mereka pun mengejar yang entah pergi ke mana karena ketiganya telah kehilangan jejak.

Wanita itu melompat dari bangunan ke bangunan lain hingga menimbulkan suara pada genting. Bahkan orang - orang yang berada di bawah pun mendengar bunyi tersebut dan serentak melihat siluet seperti ada sosok yang berlari di atap hingga membuat geger. Kegaduhan masyarakat itu kemudian didengar oleh dua penjaga dan Fenrir yang tengah mengejar. Mereka pun mengubah rute ke arah sumber tersebut.

Sayangnya, saat tiba di sana tetap saja mereka kehilangan jejak. Keberadaan sang wanita masih belum ditemukan. Kecepatan luarbiasa miliknya tidak sebanding dengan kecepatan orang awam.

Langkah si Wanita berhenti tepat pada bangunan yang berdekatan dengan Perpustakaan Dunia. Tanpa basa - basi dia pun langsung melesatkan tombak di genggamannnya dan tepat menembus perut salah satu Titlelist yang mengitari Nevtor. Titlelist itu seketika tumbang menyebabkan mantra yang mencengkeram si pemuda berjubah menghilang.

Nevtor membuka mata. "Technique: Blind!"

Kemudian asap hitam keluar deras dari telapak tangannya dan menyebar ke sekeliling. Menyebabkan pandangan semua orang terhalang. Sehingga Nevtor pun bisa langsung melarikan diri dengan melompat ke atap salah satu bangunan. Namun dua Titlelist yang berada di sana menyadari hal itu. Keduanya kontan mengejar sambil salah seorang dari mereka merapal lalu mengeluarkan sihir penghalang membentuk dinding tanah untuk memblokir jalan.

"Serang dia!" Titah Nevtor dalam pikiran. Wanita yang tadi diam kini kembali bergerak dan mendatangi cepat dua Titlelist yang ada di atap tersebut lalu menyerangnya, membuat mereka dibuat kerepotan hingga mantra penghalang rusak.

Tidak lama setelahnya, asap hitam yang menutupi area sekitar perpustakaan perlahan lenyap, bersamaan hilangnya tanda merah di pipi si wanita. Dia kemudian jatuh pingsan.

"Apa kalian melihat ke mana perginya Assassination itu?" Tanya Veronica kepada dua Titlelist yang ada di atap bangunan dengan suara keras.

"Maafkan kami. Kami kehilangan jejaknya!" Jawab salah satu Titlelist itu. Sementara temannya tengah mengecek kondisi wanita yang tak sadarkan diri.

Veronica menghela nafas. Walau dia telah kehilangan incarannya tampak tidak ada kekesalan.

Serena berjalan mendekati wanita berzirah itu. "Kita telah kehilangan dia. Jadi apa yang kau akan lakukan sekarang?" Tanyanya.

"Tenang saja, Nona," Veronica menjawab tanpa melihat si gadis kecil, "dia tidak akan ke mana - mana. Sebab para Titlelist lainnya telah berjaga di setiap penjuru kota. Cepat atau lambat dia pasti akan tertangkap!"

Wanita itu kemudian memerintahkan Titlelist untuk mencari keberadaan Nevtor, dan satu penjaga segera membawa korban yang tadi terkena tombak ke tempat medis. Melihat wewenang dan kepatuhan mereka itu cukup menegaskan bahwa Veronica merupakan seorang otoriter dalam tugas penangkapan ini.

Tidak lama datang dua lelaki berzirah lalu disusul oleh pemuda dengan nafas tersengal - sengal. Tak menyangka mereka melakukan pengejaran sampai ke sini. Tanpa hasil? Mungkin.

"Veronica?!" Seru Fenrir yang telah menyadari wanita yang tidak lama ditemuinya. Dia kemudian berjalan menghampiri.

"Lama tidak berjumpa, Fenrir! Bagaimana perjalananmu, apakah menyenangkan?"

"Sedikit," jawab pemuda itu singkat. "Lalu mengapa kau memakai zirah lengkap seperti itu, apakah kau mendapat suatu tugas?"

"Bisa dibilang begitu." Veronica menjawab sembari tersenyum simpul. Kemudian tanpa sepatah kata lagi dia pun berpamitan dan lekas meninggalkan aula depan perpustakaan.

"Nampaknya tugas Veronica kali ini cukup serius, sampai terburu - buru seperti itu," gumam Fenrir.

"Jadi apa kau sudah mengantarkan kriminal itu?" Tanya seseorang tiba - tiba membuat perhatian Fenrir teralihkan.

"Oh, Nona Serena," Fenrir menjeda, "Belum. Wanita tadi justru melarikan diri ketika kami hendak menurunkannya dari kereta. Anehnya, saat itu dia mendadak seperti kesetanan dan matanya berubah merah. Selain itu, ada sebuah tanda di pipinya," tuturnya sambil menempelkan tangan di dagu.

"Maksudmu, wanita itu ...." Serena menunjuk Titlelist yang sedang berjalan mendekat sembari membopong seorang wanita.

Setibanya, sang Titlelist kemudian meletakkan tubuh wanita tersebut di trotoar dan berkata, "Saya titip wanita ini kepada Nona. Saya akan bergabung kembali ke divisi untuk mencari Assassination bernama Nevtor itu." Dia menundukkan kepala lalu pergi meninggalkan suasana membeku di antara Fenrir dan Serena.

Terutama Fenrir. Dia tampak kaget sekali mendengar ucapan Titlelist tersebut. Sedangkan Serena segera mengecek wanita yang terlentang di trotoar. Dia juga sempat menepuk jidat. Perkataan Titlelist tadi sangat tidak pas sekali waktunya, atau mungkin saja sebaliknya.

"Nevtor seorang Assassination? Apa maksudnya itu Nona?" Tanpa menoleh dia bertanya.

Serena sudah menduga itu. Pertanyaan darinya memang tidak dapat dipungkiri.

Si gadis kecil bangkit dan terpaksa menjawab, "Ya, Nevtor memang seorang Assassination."

Mata sang pemuda terbelalak. Urat sarafnya membesar. Dengan tatapan geram dia pun menatap Serena. "Jika Nona telah tahu kalau dia Assassination, mengapa Anda tidak memberitahuku sejak awal?!" Tanyanya dengan nada yang hampir seperti bentakan.

"Sebab jika kuberitahu kau pasti tidak akan mau melakukan perjalanan itu dan rencana yang kami ...." perkataan Serena mendadak terhenti. Sadar kalau dia seharusnya tidak mengucapkan itu.

"Perjalanan? Rencana?" Fenrir menghela nafas panjang. "Begitu ya. Jadi aku adalah bagian dari rencana itu. Lain katanya kalau diriku adalah umpan agar kalian bisa menyusun rencana penangkapan ini? Apa aku salah?" tukasnya.

Mulut Serena seolah kaku. Tidak bisa mengucapkan apa lagi karena apa yang dikatakan pemuda tersebut benar sekali.

"Yah, lagipula itu salahku. Ketidaktahuan membuat aku jatuh dalam kebohongan."

Pemuda itu bergegas pergi. Meninggalkan Serena yang merenung seorang diri. Ini pertama kalinya dia harus membohongi muridnya itu. Dia merasa gagal memberikan kesan seorang guru yang baik padanya.

"Mungkin setelah ini dia tidak mau menemui diriku lagi. Maafkan aku, Fenrir!" Gumam Serena kemudian menghela nafas dan mendongak, menatap langit yang telah berganti malam tanpa ada satu pun bintang.

***

Sebuah lampu jalan berkedap - kedip. Ada pula dua orang yang tampak kebingungan di atas jembatan kota. Keduanya kemudian beranjak meninggalkan tempat itu setelah memastikan tidak ada yang mereka cari.

Sementara bawah jembatan itu, Nevtor tengah berselonjor--dengan satu kaki tekuk dan tangan di atas dengkul--pada tembok seraya mengatur nafas. Dia sudah cukup lelah berlari. Ke mana pun ia pergi selalu dihadang para Titlelist dan penjaga. Parahnya lagi, semua gerbang kota telah ditutup dan dijaga ketat oleh banyak Titlelist dengan tingkat Unique. Bahkan dinding setinggi tujuh meter kota ini pun tidak luput dari penjagaan. Jalan keluar satu - satunya adalah dengan mengalahkan mereka. Namun kekuatan Nevtor telah terkuras karena menggunakan kemampuannya untuk mengendalikan wanita tadi.

Mind Control. Kemampuan Assassination untuk mengendalikan pikiran seseorang. Sebelumnya ketika berada di desa AET, Nevtor sempat memberikan tanda di pipi sang wanita itu. Untuk berjaga - jaga saja jikalau dirinya dalam bahaya. Namun kemampuan itu tidak akan berguna kalau orang yang telah diberi tanda bukanlah dari Ras Assassination.

"Ck, padahal aku ingin segera mendapatkan hal yang kuinginkan, tetapi mengapa justru aku terjebak dalam situasi ini," keluh pemuda itu dalam kesunyian. Netra heterchromia-nya menatap aliran air selokan yang nampak jernih, tapi bau khasnya tetap saja sama.

Di samping itu, tanpa disadari kalau ada seekor tikus yang sedang mengawasi. Dan beberapa lama kemudian, terdengar suara tapak kaki yang menuruni tangga jembatan disertai bunyi gemerincing zirah membuat pandangan Nevtor teralihkan.

Perlahan, muncul seorang wanita berzirah yang menyuguhkan senyum tipis.

"Ketemu kau!"