Chereads / The Title: Assassination Arc / Chapter 21 - Bab 21 Nevtor dan Fenrir Vs. Orca ( Revisi )

Chapter 21 - Bab 21 Nevtor dan Fenrir Vs. Orca ( Revisi )

Kontan mereka terperanjat. Melihat sosok Mia yang melayang dalam keadaan terikat tali. Nampak kegeraman terpampang jelas di wajah sang pemuda berambut klimis.

"Lepaskan dia!" Titah Fenrir tegas.

"Serahkan dulu senjata kalian, maka aku akan lepaskan wanita ini."

"Cih, kau pikir kami akan mempercayaimu?!"

Orang berjubah tersenyum lalu menjentikkan jari. Tali yang mengikat tangan dan kaki Mia menghilang. "Bagaimana, kau percaya sekarang?"

Kedua alis pemuda itu turun. Fenrir tetap tak mempercayai orang tersebut bahkan sedikit pun. Namun demi menghindari risiko terburuk yang mungkin saja terjadi pada sandera, mau tidak mau ia harus menyetujui.

Dia berpaling ke arah Nevtor. Pemuda itu mengangguk nampak mengerti. Setelah mereka sepakat memberikan senjatanya, Fenrir pun berjalan maju dan menaruh kedua senjata di tanah lalu beranjak mundur. Orang berjubah yang melayang sembilan meter dari permukaan tanah tersebut lantas turun. Kedua kakinya kali ini menampak lalu mendekati dua senjata yang tergeletak. Namun saat hendak meraihnya sontak saja ia mendapat hadiah tendangan.

Serangan fisik itu tak mempan terhadap dirinya. Meski begitu Fenrir tetap bertubi - tubi memukulinya. Mengakibatkan tubuh sang pria terdapat banyak sekali lubang. Sebaliknya pria tersebut malah tertawa. Dia diam tanpa perlawanan.

Di sisi lain, Nevtor telah bergerak ke tempat lain tanpa sepengetahuan sang musuh. Dia mendekati Mia yang juga melayang sembilan meter. Sebelumnya ketika hendak menyerahkan senjata, dia dan Fenrir sempat berbincang sedikit untuk membuat sebuah rencana. Fenrir yang bertugas mengelabui pandangan sang musuh, sedangkan Nevtor yang menyelamatkan Mia.

Buushh!!

Alih - alih bisa langsung menyelamatkan sandera, Nevtor justru disambut oleh sihir angin yang mampu mendorong tubuhnya perlahan. Dia tidak bisa mendekat lantaran angin tersebut sangat kencang.

"Apa kau kira aku tidak sadar?" Tanpa menoleh si pria mengatakan itu. "Aku tahu rencana kalian," ungkapnya seraya tersenyum tipis.

Lengkungan juga terukir di bibir Fenrir. "Tetapi tidak sepenuhnya kau menyadari rencana kami ...," dia lalu memajukkan tangan kanan dan lima jemari dibuka, "... Low Magic: Frost!"

Kristal es menyemburkan dari telapak tangan. Es itu langsung menyebar dan perlahan membekukan tubuh sang pria. Fenrir langsung bergerak maju lalu mengambil kedua senjata yang ada di tanah. Kemudian ia melempar pedang hitam dan Nevtor menangkapnya. Setelahnya, Pemuda klimis itu pun memasang knuckle di kedua tangan lalu melayangkan pukulan.

Si Pria jubah panik. Dia bergerak mundur demi menghindari tinju tersebut. Namun ternyata Fenrir tak henti - hentinya menyerang, membuat dia memilih melayang.

"Mia!"

Edy mencoba membangunkan adiknya yang tak sadarkan diri. Karena tak ada reaksi, Nevtor pun memerintahkannya untuk pergi ke tempat aman. Pria itu mengangguk dan membopong sang adik lalu beranjak pergi.

Rencana Nevtor dan Fenrir telah sukses besar. Tidak hanya bisa menyelamatkan Mia, mereka juga bisa mengamankan senjatanya masing - masing.

"Wow, aku cukup ceroboh. Sayang sekali! Sepertinya ini akan menjadi pembelajaran bagiku," keluh si pria. Es yang melekat di tubuhnya perlahan cair. "Namun yang lebih mengejutkan adalah kau bisa mengetahui kelemahanku. Dari mana kau tahu hal tersebut?" Tanyanya. Ia menatap Fenrir penasaran.

"Bagaimana jika kukatakan kalau diriku punya pengalaman? Apa kau percaya itu?"

Mendengarnya, si Pria berjubah langsung menatap intens Fenrir. Mengamati seksama cirinya. Memang tampak tak asing dibenaknya. Netra emerald dan sebuah senjata knuckle, dia sekarang sudah mengingat semuanya tentang identitas pemuda di hadapan tersebut.

"Begitu ya. Jadi kau pemuda yang ikut dalam ekspedisi penangkapan tiga tahun silam," ungkapnya.

Fenrir tersenyum dan membalas, "Masih ingat kau rupanya."

"Tentu saja. Bagaimana mungkin aku lupa kejadian di mana diriku gagal untuk membunuh seseorang yang meringkuk tanpa bisa berbuat apa - apa."

"Ya, dan seseorang yang tidak bisa berbuat apa - apa itu sekarang akan menuntaskan tugas yang gagal tiga tahun silam tersebut." Fenrir mulai memasang pose bak petarung, kedua tangan diangkat setinggi muka dengan kaki kiri di dorong belakang.

Si Pria tertawa. "Sekarang kau cukup sombong ya. Yah aku juga ...," Ia membuka tudung yang menutupi kepalanya. Rambut kuning mentari langsung melambai tertiup angin. Kedua mata merah darah dan tato lilin menyala di sisi kiri pipi, "... akan membunuhmu sekaligus teman - temanmu, lalu mengambil semua senjata milik kalian," ujarnya, ia kemudian turun dan kembali menampakan kedua kakinya ke tanah.

Tap... tap

Fenrir langsung menerjang maju, disusul oleh Nevtor setelahnya. Pria berjubah bernama Orca itu pun mengeluarkan sihir angin dan memampatkannya, lalu membentuk menjadi sebuah halberd.

Crangg!!

Senjata mereka saling bertabrakan. Ketika ada celah, Fenrir pun langsung meluncurkan sihir es mengarah ke lengan kanan sang musuh. Orca beranjak menghindar dan balas menyerang. Namun serangannya lekas ditangkis oleh Nevtor yang datang.

Sementara Nevtor yang sedang menyibukkan sang lawan, di belakang Fenrir memberi dukungan. Ia melesatkan sihir es kepada sang musuh. Menyebabkan Orca dibuat kepayahan. Dirinya harus menghindari sihir yang datang sekaligus serangan dari pemuda berjubah di depan. Dia bahkan tampak tak diberi kesempatan untuk bisa menjaga jarak sebab kedua pemuda tersebut tak henti - hentinya menyerang.

Karena mengayunkan terlalu keras, halberd Orca pun harus menancap di tanah. Dia berupaya menariknya tetapi nihil. Dan pada saat itu juga, sebuah tembakan es tepat mengenai lengan kanannya. Sihir es menyebar ke pergelangan dan membeku. Orca tak mampu lagi memegang senjata.

"Ck, dasar Demi-Mage [1] yang merepotkan," gerutunya. Dia cepat - cepat mencairkan es yang menyelimuti pergelangannya menggunakan sihir bola api di tangan kiri.

Belum cair sedikit pun, tahu - tahu Nevtor telah medatanginya dan melesat tebasan. Untungnya Orca sempat menghindar. Dia kemudian memilih terbang menjauh demi keselamatan.

"Dasar pengecut!" Cerca Fenrir. Ia mencoba memprovokasi sang musuh. Namun sepertinya tidak berhasil.

Orca terkekeh. "Lebih baik pengecut daripada kalah dengan cepat," timpalnya.

Kemudian dia kembali memampatkan sihir angin dan kali ini menjadikannya sebuah tombak. Tombak itu diluncurkan dan menembus tanah. Beberapa detik seusainya benda tersebut pun meledak, menimbulkan angin dahsyat hingga Nevtor dan Fenrir terkena dampaknya dan mencoba bertahan.

"Si--"

Buakk!!

Tubuh Fenrir terpental jauh saat tendangan keras menghantam perutnya. Dia mendarat pada salah satu rumah warga dengan punggung yang menabrak lebih dulu. Cairan merah langsung muncrat dari mulut. Dirinya tampak terkulai lemas.

Sementara, Nevtor lekas menyerang Orca yang telah ada di bawah. Namun lagi - lagi serangan seperti itu sama sekali tak berkesan. Membuat sang pria tertawa terbahak - bahak hingga tidak lama kemudian tubuhnya meletup menjadi asap abu - abu yang berhamburan ke sekeliling.

Nevtor tidak bisa melihat apapun. Namun dirinya berupaya tenang dan berkonsentrasi terhadap suara dari pergerakan lawan. Yang nyatanya tidak ada bunyi apapun. Sunyi sepi seakan sang musuh telah menghilang.

Srapp!!

Tanpa diduga senjata tajam menembus bahu kanan Nevtor, sebuah halberd. Akibatnya, Nevtor pun kesakitan dan pedang hitam digenggamannya terjatuh. Ketika dirinya mencoba menyeimbangkan tubuh yang mulai goyah, dia langsung mendapat tendangan yang menghantam perutnya. Alhasil tubuh Nevtor pun langsung terhempas dan mendarat di perkebunan teh hingga beberapa tumbuhan itu tergerus. Dia terlentang dengan kedua mata yang sayu. Darah mengalir dari bibir dan bahu.

Orca mengambil pedang pemuda berjubah tadi yang tergeletak, kemudian berjalan mendekati Fenrir yang berbaring lemas di teras rumah.

"Sayang sekali. Bahkan kali ini pun kau tidak bisa menuntaskan tugasmu itu," cibir si pria. Dia memandang penuh kesombongan Fenrir yang bersandar tak berdaya pada di dinding rumah.

"Ohook ... ohokk ...." Darah kembali keluar dari mulut. Meski berusaha sekuat tenaga untuk bangkit, sayangnya tubuh Fenrir tak merespon. Tetapi dia mencoba tetap terjaga. Jangan sampai pingsan.

"Tidak'kah kau malu terhadap dirimu yang berlagak sok kuat?" Dengan bengis, Orca menginjak - injak kaki si pemuda yang berselonjor. "Meski kau bersikap seperti itu, tetap saja kau hanyalah orang lemah yang tak mampu berbuat apapun sama halnya seperti dulu," cibirnya lagi sembari menatap Fenrir dengan tersenyum arogan.

Fenrir tidak membalas. Dirinya seolah pasrah akan keadaannya saat ini. Bahkan tatapan penuh jiwa keadilan yang selalu terlihat dalam dirinya seakan ikut menghilang. Ke mana perginya sang Title Epic terhebat?

Orca mengarahkan ujung pedang hitam yang ia pegang menuju titik vital.

"Selamat tinggal!"

***

Sungai biru terbentang sejauh mata memandang. Ikan - ikan pun terlihat jelas karena jernihnya air sungai. Juga seberapa burung bangau yang sibuk mencari makan.

Seorang pemuda keluar dari dalam hutan. Dia berjalan di jembatan kayu menuju tepian. Tepat di sana langkahnya berhenti. Ia menarik nafas panjang lalu menghembuskannya perlahan. Pagi hari memang begitu menyegarkan. Apalagi sambil beredam di sungai.

Buur!!

Dia melompat ke sungai usai membuka baju. Kesegaran meresap langsung ke seluruh tubuhn yang baru saja selesai latihan fisik. Keringat yang membasahi tubuh telah berganti menjadi bulir - bulir air.

"Di sini kau rupanya."

Suara tersebut terdengar di belakang. Pemuda itu menoleh untuk melihat siapa gerangan yang berada di tepi jembatan. Ternyata lelaki berambut hijau belah dua yang membawa pedang kayu di pinggang. Ia menggunakan kemeja biru laut berkerah terbuka setinggi mulut. Terdapat ornamen akar berduri di kedua bahu dan pin emas berbentuk burung pada saku baju. Tampilan yang elegan, berbeda jauh dengan si pemuda yang hanya mengenakkan kaos putih polos.

"Baru kutinggal sebentar kau malah enak - enakan mandi di sini," tegur si lelaki.

Pemuda yang berendam itu tersenyum lalu berenang ke tepi jembatan. Dia lekas naik dan duduk dengan kedua kaki berada di air. Terpampang jelas wajah dari pantulan air. Rambut merah delima yang basah kuyup dan iris emerald yang mengkilap.

"Menunggumu kembali membuatku bosan. Maka dari itu lebih baik aku berendam dulu untuk menghilang penat," cetusnya tanpa menoleh.

Lelaki di belakang terkekeh. "Kau selalu punya segudang alasan ya, Fenrir."

-----

Keterangan:

[ Panggilan bagi seseorang yang mampu menggunakan sihir sekaligus teknik ]