Day 7
Roti bakar non cinta Made in Aifa
Rex kembali merenung di tempat kursi kerjanya. Bergelas-gelas cup berbahan kertas yang berisikan coffe hitam ternyata tidak membuatnya melek secara konsentrasi.
Sejak kejadian kemarin bahwa Aifa tidak datang mengunjunginya seperti biasanya, Maka hari ini menjadi hari yang sama seperti kemarin. Aifa tidak menunjukan dirinya.
Ada apa sebenarnya dengan Aifa? Itu yang Rex pikirkan saat ini.
Rex menatap sebuah roti bakar 6 lapis potongan stroberi yang di susun secara rapi dengan selai coklat disekitarnya. Terlihat enak. Tapi bisa dipastikan rasanya hancur. Ini sudah hari ke 7. Dari hari pertama Aifa membuat masakan rumah hingga berganti dengan menu dessert yang rasanya benar-benar gagal.
Oke Rex tentu paham karena Aifa sedang belajar memasak kali ini. Tapi kegusaran yang ia rasakan bukan karena masakan Aifa yang sudah ia cicipi bagaikan lidah yang kebal rasa.
Aifa. Nama wanita itu membuatnya tidak konsen dalam bekerja. Berkas proyek pembangunan jembatan besar yang ada di kota Samarinda benar-benar terabaikan setelah Dilan mengantarkannya beberapa jam yang lalu.
Ponsel berdering. Pikiran Rex didunia nyata terputus dan beralih menatap ponselnya. Nama Luna terpampang di layarnya.
"Halo Mom Asalamualaikum?"
"Wa'alaikumussalam. Rex jam berapa kamu pulang hari ini?"
"Em. Kemungkinan sore."
"Ah gitu ya? Tapi malam ini jadikan?"
"Kemana?"
"Ya Allah Rex! Kamu lupa? Katanya mau ajak mommy ketemu calon istri kamu. Gimana sih?"
Rex merasa miris. Ia menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Seketika ia salah tingkah dan merutuki kebodohannya.
"Oh maaf. Aku lupa. Kesibukannku benar-benar menguras waktu dan pikiran sehingga membuatku lupa."
Hening sesaat. Hanya deruan napas yang terdengar sampai beberapa detik akhirnya helaan napas panjang yang berasal dari Luna terdengar.
"Rex."
"Ya mom?"
"Kamu baik-baik aja nak?"
"Em ya. Aku baik."
"Yakin?"
"Iya mom. Ayolah ada apa?"
"Kamu seperti ragu. Apakah sebenarnya kamu mencintai Aisyah atau tidak? Jangan di paksakan bila tidak. Kasihan anak orang Rex."
"Ya, aku mencintainya." ujar Rex meskipun sebenarnya ia sendiri masih belum memahami perasaanya pada Aisyah. Tapi jika di perhatikan Aisyah memang sosok dewasa mandiri yang siap untuk di nikahinya.
"Aifa sudah tahu kalau kamu akan menikah dengan Aisyah?"
"Sudah."
"Apakah dia ikhlas?"
Seketika Rex kembali terdiam. Benarkah Aifa mengikhlaskan semuanya? Waktu memang tersisa 3 hari lagi. Aisyah menerimanya meskipun ia tidak tahu isi hati Aisyah yang sebenarnya. Kata cinta memang belum terucap di keduanya.
"Rex?"
"Ya mom. Aifa ikhlas. Mom tenang saja."
Obrolan singkat terus berlangsung hingga akhirnya Rex memutuskan panggilannya. Rex menatap layar ponselnya sejenak. Perasaanya tidak enak. Ia jadi tidak bersemangat. Alhasil yang Rex lakukan adalah kembali berdiri dan membuat coffe di mesin coffe mini yang ada di ruangannya.
🦋🦋🦋
Aifa termenung di ruangan walk in closet. Hanya menatap beberapa barang didepan matanya kali ini seketika hatinya menjadi sesak. Barang-barang pemberian dari Rex yang tersimpan rapi dan sekarang Aifa bingung harus mengemanakan semua pemberian dari Rex.
Aifa tidak ingin melihatnya lagi. Karena hal itu membuka kembali kenangannya bersama Rex yang begitu baik dan perhatian.
Pintu kembali terketuk pelan. Aifa menghapus air matanya dengan cepat lalu membuka pintunya. Seketika Aifa memaksakan senyum wajahnya yang ceria. Ada tiga orang wanita seumuran dirinya yang pernah menjadi rekan kerjanya di F'A Group.
"Asalamualaikum mbak Aifa?"
"Wa'alaikumussalam. Huaaaaaa kalian!! Aifa kangen."
Mereka pun berpelukan satu persatu. Saling berjabat tangan dan saling bersapa. Ke tiga rekan Aifa itu bernama Suminen, Juminten dan Inem,
"Oh iya mbak. Ada apa ya panggil kami kesini?" tanya Suminten.
Inem mengangguk."Iya mbak. Ada apa?"
"Wah mbak kangen ya?" goda Juminten dengan santainya.
Aifa terkekeh geli. "Iya iya iya. Aku kangen sama kalian. Semenjak jadi pengangguran kita jadi jarang ketemu dan ngobrol. Eh ayo masuk dulu. Ini walk in closet ku. Maaf ya berantakan."
Aifa pun mengajak ketiga rekan kerjanya masuk ke dalam walk in closet yang membuat mereka berdecak kagum karena kemewahan keluarga besar Hamilton.
"Ya Allah besar banget mbak. Ini semua pakaian mbak Aifa?"
"Banyak banget mbak. Enak dong bisa Gonta ganti."
"Begini mah sudah kayak ukuran toko milik Tante saya diluar kota mbak."
Aifa hanya tersenyum tipis mendengar pujian dan decakan kagum Suminem, inem dan Juminten.
"Oh iya, Aifa panggil kalian kesini karena Aifa mau kasih kalian sesuatu."
"Apa mbak?" tanya Inem dengan penasaran di ikuti tatapan Juminten dan Suminem.
"Kalian lihat semua barang-barang itu?" Tunjuk Aifa ke arah rak barang mewah miliknya. "Kalau kalian mau, ambil aja. Gratis. Pilih aja sepuasnya."
Juminten terbelalak. "Ha? Apa?!!!"
"Gratis mbak?" tanya Inem takjub.
Suminem sampai menutup mulutnya menggunakan tangan. "Serius mbak? Gratis? Kok Mbak Aifa kasih ini semua? Ya ampun. Ini namanya rezeki nomplok mbak!"
Aifa terkekeh geli. "Iya gratis. Ini semua dari seseorang. Aifa sudah gak pakai lagi." Ucap Aifa yakin ketika saat ini ia membawa ketiga temannya itu ke area koleksi tas branded. Sepatu dan jam tangan.
"Tapi kalau dari seseorang mestinya di simpan aja mbak. Ya maksud saya di hargai mbak." timpal Inem.
"Gimana mau Aifa simpan nem? Dia aja gak hargai Aifa. Kalian ambil aja gak masalah kok."
Siapapun pasti akan tergiur melihat barang-barang mewah kelas branded didepan mata. Sejenak, kerja rekan Aifa terlihat ragu, malu-malu, segan. Sampai akhirnya pintu terbuka lagi. Masuklah salah satu asisten pribadi Aifa membawa sebuket mawar merah.
"Maaf nona Aifa. Ini ada bunga. Dari seorang pria. Saya kira nona tidak ada disini."
"Oh ya? Siapa?"
"Maaf nona saya tidak tahu. Pria itu ada diruang tamu. Katanya sedang menunggu nona sampai nona benar-benar bisa di temui."
Aifa mengangguk. Lalu menoleh ke tiga temannya yang masih menatap takjub di sekitar walk in closet miliknya.
"Em, boleh Aifa tinggal sebentar? Aifa kedatangan tamu. Dia diluar."
"Iya mbak. Kami akan tunggu disini. Kami kerasan kok. Biar sampai malam." kekeh Juminten dengan santai hingga Inem dan Suminem itu menyenggol bahunya karena sudah berbicara tidak sopan.
Aifa memakluminya dengan tersenyum geli dan segera keluar walk in closet lalu menuruni anak tangga sambil memeluk erat bunga mawar yang menjadi favoritnya sejak dulu.
Jantung Aifa berdegup kencang. Ntah kenapa nama Rex masih menjadi harapannya saat ini. Kedua matanya berkaca-kaca karena ia begitu merindukan Rex. Mungkin Rex berkunjung ingin menikmati masakannya. Itu yang Aifa pikirkan dengan rasa percaya diri.
Dan ternyata sesampainya diluar, semua harapannya sirna begitu sosok pria lain menyambutnya dengan senyuman manis dan berstelan santai. Aifa terkejut.
"R- Ray?"
"Hai kak Aifa. Apa kabar?"
🦋🦋🦋🦋
Nah loh, akhirnya si brondong hadir 😁
Makasih sudah baca. Tetap stay meski nyesek ya. Sehat selalu buat kalian.
With Love 💋
LiaRezaVahlefi
lia_rezaa_vahlefii