Chereads / Ana Uhibbuka Fillah / Chapter 34 - 34. Afrah : Aku cemburu

Chapter 34 - 34. Afrah : Aku cemburu

Aku baru saja keluar dari kamar mandi dengan hawa dingin yang begitu terasa di kulitku. Lalu aku melirik kearah jam dinding. Pukul 02.55 menit. 5 menit lagi sholat tahajjud akan tiba di sepertiga malam.

Tatapanku kini beralih kearah Mas yang tengah tertidur nyenyak. 3 jam yang lalu Mas Fikri baru saja tertidur pulas setelah bergadang mengerjakan pekerjaan di laptopnya.

Aku hanya menghela napas. Terhitung sudah hampir 2 Minggu ini Mas Fikri sering bergadang hingga larut malam diruang kerjanya. Mas Fikri juga kerap kali melakukan lembur di kantor dan berakhir dengan menginap disana. Aku duduk di pinggiran ranjang. Dengan lembut aku menyentuh pipinya.

"Sayang.. bangun."

Mas Fikri menggeliat pelan. Lalu dia beralih posisi dan memunggungiku. Aku hanya tersenyum tipis memakluminya.

"Mas.."

"Hm.."

"Bangun, sholat tahajjud."

"5 menit lagi Afrah."

"Afrah tidak yakin. Ayolah Mas. Ini Sunnah. Siapapun yang mengerjakan akan mendapat pahala."

Mas Fikri tetap diam. Aku menumpukkan daguku pada lengannya. Aku memeluk Mas dari belakang. Aku juga menepuk lembut Pipi Mas Fikri.

"Mas."

"Bayi besar. Ayo bangun. Atau Afrah akan cium Pipi-"

Tiba-tiba Mas Fikri segera bangun. Dia menegakkan tubuhnya dengan raut wajah tegang. Ya Allah, kenapa dia terlihat gugup dan malu? Mas Fikri berdeham dan berlalih menatapku.

"Iya iya. Ini sudah bangun. Oke?"

Aku hanya tertawa geli. Tanganku terulur untuk merapikan rambut ikalnya.

"Ambil air wudhu ya. Afrah siapkan sarung dan sajadahnya."

"Lain kali kalau bangunin aku jangan seperti tadi."

Aku mengerutkan dahiku. "Kenapa?"

Mas Fikri terlihat salah tingkah. Dia menggaruk tengkuk lehernya seperti sedang memikirkan jawaban yang tepat untukku.

"Kamu itu berat. Kalau kamu peluk tubuhku seperti tadi, aku merasa tertindih dan.." Tatapan Mas Fikri terlihat serius padaku.

"Dan aku sudah besar. Caramu mencium pipiku tadi aku merasa kayak anak kecil."

Aku hendak protes tapi secepat itu Mas Fikri beranjak dari tempat tidur dan berlari menuju kamar mandi sambil menjulurkan lidahnya.

"Bercanda Afrah. Hahahaha."

Aku tertawa geli sampai akhirnya Mas Fikri menghilang di balik pintu kamar mandi. Tapi tawaku berubah menjadi muram.

Sudah 1 bulan berlalu. Ntah kenapa, aku merasa kalau Mas Fikri sering menghindariku disaat aku memeluknya.

Ada saja alasan yang dia berikan padaku. Seolah-olah dia tidak ingin aku mendekatinya.

Ada apa dengannya?

Lalu ada apa dengan diriku? Apakah ada yang salah di diriku sehingga Mas Fikri berlaku demikian?

🥀🥀🥀🥀

Aku membuka kedua mataku. Sayup-sayup aku mencoba mengumpulkan kesadaranku saat ini. Sinar mentari pun menyelip di balik tirai jendela.

Akhirnya aku bangun dan duduk tegak. Aku melirik kearah jam dinding. Pukul 08.00 pagi. APA!

"Ya Allah.. Afrah telat."

Dengan cepat aku menyibak kasar selimut yang ada tempat tidurku. Aku keluar dari kamar dan menuruni anak tangga secara hati-hati. Aku sudah berada di lantai bawah dan hanya kehampaan yang aku dapatkan.

Aroma parfum Mas Fikri masih tercium. Itu artinya keberangkatan Mas Fikri menuju kantor baru saja terjadi beberapa menit yang lalu.

Aku ingin mengejarnya tapi sepertinya mustahil. Alhasil aku duduk di sofa dengan lunglai. Semua terjadi karena aku sedang datang bulan. Aku tidak sholat Sunnah tahajjud sejak tadi pagi. Yang aku lakukan hanya berdzikir sambil berbaring hingga tertidur.

Aku kembali menuju kamar. Aku mencari ponselku didalam laci. Akupun mencoba menghubungi Mas Fikri sampai akhirnya hatiku mencelos.

Ponselku eror lagi karena tidak mau menyala. Kadang bisa di pakai kadang juga tidak bisa. Sebuah ponsel biasa berukuran kecil dan bukan Smartphone.

Rasa bersalah bersarang di hatiku. Gara-gara aku kesiangan Mas Fikri tidak sarapan. Ini pertama kalinya aku telat bangun dan tidak membuatkan sarapan untuk Mas Fikri.

Tanpa banyak bicara lagi, aku pun berinisiatif membuatkan sarapan untuk Mas Fikri beserta makan siangnya didapur.

🥀🥀🥀🥀

Pukul 10.00 Pagi. Jakarta Utara.

Mobil sudah terjebak macet 10 menit yang lalu. Saat ini aku duduk di bagian belakang mobil dengan tenang.

Aku menggunakan layanan taksi online untuk menuju perusahaan D'Media Corp Jakarta. Aku mengecek ponselku. Dan lagi, ponselku tetap mati total meskipun sebelumnya sempat aku charger.

Butuh waktu kurang lebih satu jam akhirnya akupun tiba di D'Media Corp. Akupun keluar dari taksi online dan segera menuju lobby perusahaan. Sesampainya disana aku bingung harus bagaimana. Maksudku, aku bingung bagaimana cara menggunakan lift.

Sebenarnya saat keluar dari apartemen tadi tanpa sengaja aku ikut bersama salah satu tetangga sebelah yang kebetulan ingin menuju lantai lobby apartemen.

Tapi kalau sudah disini aku harus bagaimana? Aku takut lift itu akan rusak atau kembali terjebak seperti di sinetron-sinetron. Dari jauh aku melihat Mas Fikri berlarian kearahku. Aku terkejut.

"Mas.."

"Afrah!"

Mas Fikri terlihat bernapas lega. Dia tidak banyak berbicara dan langsung menarik pergelangan tanganku menuju lift.

"Salah satu pekerjaku melihatmu di sini. Katanya kamu seperti orang kebingungan. Lalu dia menghubungiku. Aku begitu cemas denganmu. Kenapa tidak menelponku sejak awal?"

Aku merasa miris dengan kualitas ponselku yang jadul. Kami pun sudah memasuki pintu lift. Dengan erat dia menggenggam tanganku.

"Kamu tidak apa-apa kan? Bagaimana saat di jalan tadi? Apakah kamu kebingungan? Apakah semuanya baik-baik saja?"

"Afrah-"

Tanpa diduga Mas Fikri memelukku dengan erat dari samping. Dia mencium keningku dengan lembut. Jantungku berdebar-debar. Mas Fikri benar-benar mengkhawatirkanku sampai segitunya.

"Maafin Afrah.." bisikku padanya.

"Afrah lagi datang bulan. Afrah tidak sholat tahajjud dan sholat subuh lalu Afrah berdzikir dan tertidur sampai kesiangan. Maafin Afrah Mas.."

"Kenapa kamu tidak menghubungiku dulu? Kamu tidak perlu repot-repot kemari."

"Afrah sudah menghubungi Mas. Tapi..  Ponsel Afrah mati total."

Ting! Pintu lift terbuka. Akhirnya Mas Fikri segera menarik pergelangan tanganku menuju ruangannya.

"Mas sudah sarapan?"

"Belum. Aku sedang sibuk. Ada proposal yang harus aku cek melalui email. Proposal kerja sama dengan klien."

"Afrah suapin ya?"

"Ha?"

"Afrah suapin. Mas harus makan."

"Tapi-"

Akhirnya kami tiba di ruangan Mas Fikri. Aku mengabaikan Mas Fikri dan segera menyuruhnya duduk di sofa. Aku meraih laptop yang ada diatas meja kerja Mas dan berniat untuk memindahkannya di atas meja sofa. Agar dia bisa bekerja sambil aku suapin sarapan buatanku. Tapi langkahku terhenti. Aku menatap sebuah bingkai foto disana..

Sebuah foto berukuran 4R. Foto wanita cantik yang terpajang disana. Seketika hatiku tersayat. Aku cemburu.. ntah kenapa kedua mataku tiba-tiba berkaca-kaca.

Siapa wanita itu? Apakah Mas memiliki wanita simpanan selama ini tanpa aku sadari sehingga dia selalu menghindariku?

"Afrah?"

Aku tersentak. "I-iya Mas."

"Katanya kamu mau suapin aku. Mana?"

"Ah iya. Ini.. Afrah bawa laptop Mas dulu kesana. Setelah itu Mas bekerja dan sambil Afrah suapin ya."

"Baiklah."

Dan Mas Fikri kembali sibuk mengecek ponselnya. Aku beralih  menatap foto itu lagi. Air mata menetes di balik cadarku. Untung saja cadarku berwarna hitam dan Mas Fikri tidak akan tahu ada air mata yang baru saja menentes di pipiku karena tersamar dengan kain hitam.

Dan aku cemburu. Dia sangat cantik. Kecantikannya membuatku sadar bahwa selama ini Mas Fikri tidak pernah sekalipun tertarik denganku.

🥀🥀🥀🥀

Ayo kita senam jantung. Biar sehat. Hari Minggu loh ini 😆

Makasih sudah baca. Sehat selalu buat kalian.

With Love 💋

LiaRezaVahlefi

Instagram

lia_rezaa_vahlefii