Chereads / Ana Uhibbuka Fillah / Chapter 32 - 32. Afrah : Sisi Manjanya

Chapter 32 - 32. Afrah : Sisi Manjanya

Jakarta Utara, Pukul 10.00 pagi.

Hujan baru saja reda mengguyur kota Jakarta mulai pagi tadi. Saat ini jam sudah menunjukkan pukul 10.00 pagi. Semalam aku dan Mas Fikri menginap dirumahku.

Mobil yang dikemudikan Mas Fikri berjalan dengan kecepatan sedang. Hawa dingin masih terasa di dalam mobil ini sampai-sampai aku merasa menggigil.

Aku memeluk tubuhku sendiri untuk menahan rasa dingin. Ingin rasanya aku berkata kalau sejujurnya aku tidak terbiasa terkena hawa udara dingin. Mobil berhenti di pinggir jalan, Mas Fikri mematikan mesin mobilnya dan beralih menatapku.

"Kamu kedinginan?"

Tanpa diduga Mas menggenggam punggung tanganku. Dia menggosokkan telapak tanganku bahkan meniupnya dengan lembut. Hembusan hangat nafas Mas Fikri menerpa kulit telapak tanganku. Seketika aku tersentuh melihat cara Mas Fikri seperti ini.

"Masih dingin?"

"Ha?"

Mas Fikri hanya tersenyum geli. Ia mencium kedua punggung tanganku.

"Maafin aku, seharusnya aku tidak membawamu dalam keadaan cuaca seperti ini. Ayah bilang katanya kamu tidak bisa terkena hawa dingin."

Aku mengangguk. "Iya Mas. Maafin Afrah."

"Seharusnya aku yang meminta maaf sama kamu."

Mas Fikri melepaskan genggaman tangannya padaku. Dia kembali menghidupkan mesin mobilnya dan mengemudikannya.

"Kita harus cepat-cepat sampai rumah supaya kamu tidak tambah kedinginan. Aku takut kamu sakit."

"Iya Mas. Tapi pelan-pelan saja mengemudikkan mobilnya. Jalanan sedang licin."

"Iya sayang."

Aku tertegun. Hanya dua kata. Tapi Mas tidak tahu bahwa jantungku berdebar-debar. Bahkan saat ini wajahku sudah merona merah. Aku melirik sedikit ke arah Mas Fikri, raut wajahnya terlihat khawatir meskipun tetap fokus menyetir menatap kedepan.

Baru beberapa hari setelah menikah dengan Mas Fikri. Kami memang belum banyak mengenal saling dekat satu sama lain, tapi ketika melihat Mas hari ini, aku yakin dia tidak sedang berbohong.

Dan aku semakin jatuh cinta padanya.

🥀🥀🥀🥀

Apartemen Casanova, Jakarta Utara. Pukul 11.00 siang.

Setelah berada di jalan dan terjebak macet kurang lebih selama satu jam, akhirnya aku dan Mas Fikri tiba di apartemen besar bertingkat tinggi.

Hunian Apartemen yang di hiasi dengan hijauan pepohonan dan sejuk membuatku begitu kerasaan meskipun baru saja melihatnya pertama kali.

Mobil terparkir di bassement dengan rapi. Mas Fikri menggenggam tanganku memasuki lobby utama untuk menuju pintu kotak besi. Mas selalu begini semenjak menikah, tidak sekalipun dia tidak menggenggam tanganku.

Bagaimana aku jadi semakin jatuh cinta padanya? Subhanallah.

"Apartemenku ada di lantai 10."

Dengan perlahan Mas memencet tombol angka 10 didepan mataku begitu kami memasuki kotak besi.

"Ini namanya lift. Cara menggunakannya seperti ini. Setelah memencet tombol angka sepuluh, biarkan saja. Nanti pintu ini akan otomatis tertutup sendiri. Kamu mengerti?"

Aku mengangguk patuh. "Iya Mas. Terima kasih sudah memberitahu Afrah."

Lalu Mas Fikri membawa pergelangan tanganku untuk di arahkan ke bibirnya. Dia mencium punggung tanganku lagi.

Ya Allah.. kenapa dia selalu membuatku berdebar seperti ini? Ini baru permulaan. Bagaimana dengan kedepannya nanti? Dan aku bersyukur karenanya.

"Sama-sama. Kalau kamu masih bingung, nanti kita belajar lagi."

Lalu kami tertawa bersama. Situasi sekarang memang lucu. Seolah-olah aku adalah anak kecil yang harus banyak belajar mengenai teknologi.

Ting! Suara dentingan lift tiba tepat di lantai 10. Kami pun akhirnya keluar dari lift dan menelusuri koridor apartment untuk mencari pintu ruangan apartemen Mas berada. Lantai yang aku pijak berkarpet biru tua berbahan empuk.

Mas berhenti tepat di depan pintu nomor 15. Kemudian Mas Fikri menyerahkan sebuah kartu padaku.

"Apa ini Mas?"

"Ini kartu sebagai akses pintu masuk apartmentku atau bisa di bilang sebagai kunci elektronik berbentuk kartu yang membutuhkan tingkat keamanan tinggi. Caranya tempelkan  ke sini.."

Aku mengikuti instruksi Mas dengan menempelkan kartu ini ke arah platform magnet yang berfungsi sebagai pengunci pintu masuk utama menuju unit apartemen.

"Masukan kodenya. Kodenya tanggal pernikahan kita."

Dibalik cadarku aku tersenyum tipis. Aku mulai memencet tombol angka dan memasukan kodenya sampai akhirnya pintu apartemen ini terbuka.

"Berhasil. Silahkan masuk. Ini apartmentku. Semoga kamu suka dan akan terbiasa nantinya."

Aku mengangguk dan segera memasuki apartemen Mas Fikri untuk pertama kalinya dan tidak lupa mengucapkan salam.

Aku berdecak kagum. Masya Allah.. tempat tinggal yang indah. Dan sekarang aku paham inilah yang di namakan hidup bergelimang harta sebagai orang kaya seperti Mas Fikri yang dulunya berstatus single. Hanya untuk seorang diri Mas Fikri hidup di tempat yang luas begini?

Apartemen yang besar dengan suasana warna cat dinding berwarna abu-abu dan putih bahkan perabotannya pun juga mengikuti warna dindingnya. Ada sofa empuk berwarna putih bahkan kursi minibar yang berwarna abu-abu. Apartemen Mas terlihat bersih dan rapi. Bahkan aroma ruangannya begitu wangi.

"Kamu suka?"

Aku melirik ke samping, Mas Fikri berdiri disampingku. Tanpa ragu dia kembali menggenggam tanganku lagi.

"Alhamdulillah Afrah suka."

"Alhamdulillah. Aku akan mengajakmu melihat-lihat isi apartemenku."

Aku hanya menurut saat Mas Fikri membawaku berkeliling melihat ruangan apartmentnya. Kami menuju dapur yang begitu luas dan bersih.

Rupanya dapur Mas di dominasikan warna abu-abu dan putih juga. Warna yang netral untuk para pria.

"Ruangan Mas begitu besar. Apakah Mas tinggal sendiri selama ini?"

"Iya. Sebelum menikah aku tinggal disini sendirian."

"Dapur ini juga bersih. Apakah Mas jarang memasak?"

"Iya. Aku terlalu sibuk bekerja. Aku sering memesan makanan bahkan nyaris lupa makan."

Aku menghela napas panjang. Aku beralih menuju kulkas. Aku membuka dan menatap isinya. Ya Allah Mas Fikri... Apakah suamiku ini tidak memikirkan kesehatannya?

Aku melihat deretan minuman kaleng bersoda dan makanan instan siap saji didalamnya. Tidak ada satupun bahan masakan yang sehat. Tidak ada buah-buahan apalagi sekotak susu sapi segar. Aku berlalih menatap Mas Fikri.

"Mulai sakarang Mas tidak boleh minum ini.."

Dengan kesal aku mengeluarkan semua minuman berkaleng soda. Tak hanya itu saja, aku mengeluarkan makanan tidak sehat itu dari kulkas Mas Fikri.

"Afrah tidak suka begini. Semuanya tidak sehat Mas. Afrah tidak mau Mas sakit."

Aku sibuk mengeluarkan beberapa bahan makanan siap saji lalu memindahkannya keatas meja. Aku melirik Mas Fikri yang hanya tersenyum geli menatapku. Apakah ada yang lucu? Istri khawatir dia malah begitu. Ya Allah.. menyebalkan sekali dia.

Aku mengabaikan Mas Fikri dan memunggunginya karena sibuk mengeluarkan isi kulkas. Tanpa diduga sebuah tarikan pelan menghentikan niatku.

"Nanti saja beres-beresnya." ucap Mas Fikri santai sambil menutup pintu kulkasnya.

"Aku ingin istirahat sebelum adzan Zuhur berkumandang."

"Tapi Mas-"

"Sayang, diluar dingin. Aku ingin kamu memelukku saat tidur seperti tadi malam. Aku menyukainya. Aku merasa seperti di sayangi dan di manjain."

Seketika aku terdiam. Wajahku merona merah. Dan lagi, jantungku berdebar kencang. Lalu aku hanya bisa pasrah ketika saat ini Mas Fikri membawaku kedalam kamarnya.

Ternyata dia memang bayi besar yang suka di peluk. Lalu aku sadar, di balik raut wajahnya yang tegas, dibalik kesuksesannya dalam memimpin perusahaan,  Mas juga memiliki sisi manja yang selalu ingin berada di dekatku.

Air mata haru menggenang dikedua mataku sambil menatap tanganku yang kini di bersama dalam genggamannya. Tangan kami yang saling bertaut dengan cincin pernikahan sebagai ikatan yang sah untuk kami.

🥀🥀🥀🥀

Tuh kata Afrah, rupanya Fikri memiliki sisi manja sama Afrah.

Itu yang Afrah rasakan pada Fikri 😆

Tinggal nunggu reaksi POV Fikri aja nanti gimana, Dia gengsi lagi sama kita atau gak tentang si Afrah

🤣🤣

Makasih sudah baca. Sebenarnya semalam mau update. Tapi ketiduran 😂

Sehat selalu buat kalian ya.

With Love 💋

LiaRezaVahlefi

Instagram

lia_rezaa_vahlefii