Sejenak, Andre begitu senang bertemu Ersa. Setelah beberapa lama melepas rindu, Andre teringat akan anaknya. Dia mengajak Ersa menemui Mori.
"Andre, kalian harus berpencar. Rupanya, kita sekarang tengah menghadapi dua macam makhluk halus," kata Mori.
Mori kembali memasang perisai di tempat itu.Tak lama dia bertapa. Mori menancapkan empat buah pasak bambu di depan Villa. Setelah selesai, Rangga dan Ian mulai melakukan pencarian.
Sementara itu, Mori memberikan kain putih kepada Ersa dan Andre.
"Ersa, Andre. kalian cari anakmu ke sana. pakailah gelang ini di tanganmu," kata Mori.
Andre mengangguk. Andre segera memakai gelang itu, begitu pula Ersa.
"Cepatlah kalian cari anak kalian..Waktu kita hanya sebentar. Aku akan berjaga di sini untuk menjaga portal ghaib," kata Mori.
Mereka mengerti. Andre dan Ersa langsung pergi ke hutan untuk mencari Reny. Mereka berjalan menyusuri gelapnya hutan sambil berteriak.
"Reny ... Reny ... ," teriak Andre sambil mengarahkan lampu senternya.
"Reny ... Ini Mama. Di mana kamu, Nak?" teriak Ersa.
Mereka terus menyusuri hutan itu. Di tengah perjalanan, tiba-tiba Ersa mendengar suara Reny.
"Ma.... Mama ... Tolong... Tolong Leny ...." Sayup-sayup terdengar suara Reny.
Sejenak, Ersa menghentikan langkahnya. Dia panggil suaminya yang berjalan di depannya.
"Pa! Tunggu," kata Ersa memanggil Andre.
Andre menoleh ke belakang. Dia mendekati istrinya.
"Pa, coba dengar. Mama dengar suara Reny," kata Ersa.
Andre keheranan. Dia diam sejenak, namun, dia tak mendengar suara putrinya. Andre hendak berjalan, namun dia mendengar sebuah teriakan.
"Tolong .... Tolong... lepaskan aku ...." Terdengar suara anak kecil. Andre memasang telinganya.
"Ma, ayo kita ke sana. Sepertinya suara itu di depan kita," ajak Andre.
Ersa kembali mendengar suara Reny, namun suara itu ada di samping kirinya.
"Pa, Mama dengar di arah sana," kata Ersa.
Andre mulai kebingungan. Dia berfikir sejenak sambil memasang telinganya.
"Ma, suara itu di depan kita," kata Andre.
Ersa yang mendengar suara anaknya bersikeras.
"Nggak, Pa. Suara itu dari sana," balas Ersa.
"Tapi, Ma. Papa yakin Reny ada di sana," kata Andre.
Karena keduanya begitu yakin, mereka pun terlibat dalam perdebatan. Di tengah perdebatan, Andre tiba-tiba tertarik sesuatu.
"Ma, tolong ....." Andre berteriak ketika sebuh akar menarik kakinya.
Akar itu menarik kaki Andre. Ersa langsung memegangi tangan suaminya.
"Pa! Tahan!" teriak Ersa.
Ersa berusaha menahan suaminya. Namun, tenaganya tak cukup kuat. Dia pun segera tertarik dan tiba-tiba mereka terhempas di dalam sebuah gua.
"Ugh! Dimana kita?" kata Andre sambil merintih kesakitan.
Ersa mencoba menyalakan lampu senternya. Ketika menyala, dia terkejut memandangi sekitarnya.
"Darah! Darah!" teriak mayat hidup di gua itu.
Ersa begitu ketakutan. Mayat hidup itu berjalan mendekatinya. Andre segera bangkit dan melindungi istrinya.
"Ma, biar papa hadapi mereka. Cepat lari keluar gua," perintahnya.
Andre mulai bersiap menyerang. Dia menghajar Mayat hidup itu sekuat tenaga. Tendangan dan pukulan dia layangkan sekuat tenaga.
"Ma, cepat lari!" teriak Andre.
Ersa langsung berlari ke luar gua, sementara Andre berjibaku melawan beberapa mayat hidup itu.
"Sial! aku tak mungkin jatuhkan mereka semua," katanya dalam hati.
Rupanya perlawanan Andre justru menarik perhatian mayat hidup di gua itu.
"Darah! Darah!" Terdengar kembali teriakan itu. Rupanya makin banyak mayat hidup yang datang menghampiri Andre. Melihat banyaknya mayat hidup yang datang, Andre kembali menyerang beberapa dan langsung melarikan diri dari gua itu.
Sesampainya di luar gua, dia tak melihat Ersa. Andre begitu kebingungan.
"Ersa! Ersa! Dimana kamu?" teriak Andre.
Tak ada jawaban. Andre kembali berjalan untuk mencari istrinya. Sambil beeteriak, dia susuri gelapnya hutan. Sementara itu, Ersa yang terpisah terus berteriak mencari anak dan suaminya.
"Reny ... Andre ...," teriaknya sambil berjalan menyusuri hutan.
Di tengah perjalanan, Ersa melihat seseorang di hutan. Dia tengah berjalan seorang diri. Ersa mendekatinya.
"Tunggu!" teriaknya.
Orang itu berhenti melangkah. Ersa berlari mendekatinya. Orang itu hanya diam, tak memandangi Ersa.
"Maaf, kamu lihat suami dan anak saya?" tanya Ersa.
Ketika orang itu menoleh, tampak wajah Ersa begitu ketakutan. Dia tersenyum menyeringai. Separuh wajahnya hancur, dan tatapannya begitu tajam.
"Darah! Darah! Hahaha ...." Tawanya begitu keras.
"KYAAA!!" Ersa menjerit ketakutan.
Dia langsung berlari menjauh dari sosok mengerikan itu. Sosok itu mengejarnya. Sekuat tenaga, Ersa berlari, namun sosok itu begitu cepat. Ketika tangannya akan meraih Ersa, muncullah Dewi. Dengan tenang, Dewi menghalau dan memukul makhluk itu hingga terpental.
"Grrrh!" Makhluk itu menggeram menampakkan taringnya.
Rupanya, di belakang makhluk itu muncul beberapa makhluk serupa. Jumlahnya sekitar dua puluhan.
"Grrrrh! Darah! Kami ingin darah!" teriaknya begitu membahana.
Dewi tetap tenang menghadapinya. Dia pandangi Ersa sesaat.
"Ersa, berdiri di belakangku!" perintahnya.
Ersa yang begitu ketakutan menurut. Dewi bersiap menyerang. Dia keluarkan sebuah belati dari pinggangnya. Makhluk itu kembali meyerangnya. Mereka mengeroyok Dewi. Dengan lincah, Dewi memainkan belati itu, dan menjatuhkan beberapa dari mereka.
Namun, setelah beberapa di jatuhkan, makhluk itu terus bermunculan. Dewi mengibaskan tangannya dan membuat makhluk itu terpental cukup jauh.
"Ersa. Ayo kita lari. Makhluk ini kuat sekali," ajak Dewi.
Dewi segera mengajak Ersa lari dari daerah itu. Dengan bantuan Dewi, Ersa akhirnya berhasil keluar dari hutan itu. Di tepi hutan itu, nafas Ersa terengah-engah.
"Ersa, istirahatlah di sana," ajaknya ke sebuah gubuk.
Ersa hany mengangguk. Dia berjalan ke gubuk itu dan beristirahat.
"Dewi, terima kasih," kata Ersa.
Dewi tersenyum manis. "Ersa, sudahlah. Aku akan kembali selama Shirley masih belum kembali ke alamnya."
Dewi langsung beranjak. Dia kembali berjalan dan menghilang di kegelapan hutan. Sementara itu, Andre yang masih berada di hutan kembali mendengar teriakan.
"Tolong ... Tolong ...." Sayup-sayup teriakan itu terdengar.
Andre mendatanginya. Ternyata, Sandra tengah berpegangan pada sebuah dahan di bibir jurang. Dengan sigap, Andre memegangi tangannya.
"Om, tolong aku ...." katanya sambil menangis.
Sejenak, Andre teringat akan Rachel. Dia memperkuat pegangannya.
"Ugh! Tahan, Nak. Pegang tangan Om!" teriak Andre.
Dengan sekuat tenaga, Andre menarik Sandra dari bibir jurang.
"Hiaaaah!" pekiknya sambil mengeluarkan segenap tenaganya.
Andre akhirnya berhasil menarik Sandra dari bibir jurang. Sejenak, Andre dan Sandra duduk di tepi jurang untuk mengatur nafasnya.
"Sandra? Bagaimana kamu bisa ada disini?" tanya Andre.
Sandra akhirnya menceritakan awal kejadian itu, hingga akhirnya dia terjebak di tempat itu.
"Entah kemana Heri. Kita terpisah di tengah hutan ini," kata Sandra.
"Sudah, ayo kita keluar dari hutan ini," ajak Andre.
Mereka beranjak dari tempat itu. Di tengah jalan, Andre menemukan sebuah cermin. Dia memungutnya.
"Cermin ini?" katanya sambil memandangi cermin antik itu.
Dia ingat akan cermin itu. Dan, tak lama kemudian, terdengar sayup-sayup erangan.
"Om, itu suara apa?" tanya Sandra.
Andre memasang telinganya. Erangan itu makin keras. Satu sosok muncul dari kejauhan. Sosok mayat hidup yang setengah wajahnya rusak.
"Grrrrh! Darah! Darah!" erangan itu terdengar dari kejauhan.
"Sandra, cepat lari!" kata Andre.
Mereka pun berlari menghindari sosok itu. Andre sempat mengambil sebuah tongkat dan membawanya. Sandra yang begitu ketakutan berlari mengikuti Andre. Dengan sekuat tenaga, mereka berlari menyusuri hutan, dan akhirnya mereka berhasil keluar dari hutan belantara itu.
"Ugh!" Ah ... Ah ... Ah ...." Keduanya terengah-engah.
Mereka diam sejenak di tepi hutan untuk mengatur nafasnya. Ersa yang baru saja akan beranjak melihat Andre bersama Sandra dari kejauhan. Dia berlari mendekati suaminya.
"Papa ... ," teriaknya.
Andre mendengarnya. Dia pandangi Ersa yang berlari kecil mendekatinya. Ada perasaan lega di hatinya. Senyumnya kembali muncul.
"Pa," katanya singkat sambil memeluk erat suaminya.
"Iya, Ma. Syukurlah, Mama selamat," kata Andre dengan perasaan lega.
Sandra hanya diam memandangi Ersa. Sejenak, Andre memandangi Sandra. Dia berbicara sebentar pada istrinya.
"Ma, biar papa yang cari Reny sendiri. Mama temani Sandra di Villa," kata Andre.
Ersa mengangguk.
"Sandra, pergilah dengan Tante Ersa. apapun yang terjadi, kamu jangan pernah keluar dari Villa," pesan Andre pada Sandra.
"Baik, Om. Terima kasih sudah selamatkan Sandra," kata Sandra.
"Ayo, Sandra. Kita pergi," ajak Ersa.
Sandra mengangguk. Dia dan Ersa segera pergi ke Villa. Sejenak, Andre memandangi mereka sebelum akhirnya kembali mencari Reny. Sementara, di tempat lain Ian dan Rangga tengah berada di bagian lain dari hutan belantara.