Dalam kegelapan, Ian merasakan ada yang menyentuhnya.
"Hei, bangun!" Terdengar suara lembut seorang wanita.
Ian perlahan merasakan sakit di lehernya. Perlahan, dia mulai tersadar dari pingsannya.
Dia mengenali suara itu.
"Ugh! Leherku!" keluh Ian yang telah mulai sadar.
Dia buka perlahan matanya. Dia mendapati dirinya di dalam sebuah ruangan yang mengerikan. Dilihatnya sosok wanita cantik yang membangunkannya.
"Uhft! Dimana aku, Dewi?" tanyanya.
Dia pandangi ruangan itu. Dan, pandangannya terbelalak ketika dia dapati dirinya di dalam sebuah gua bercahaya merah darah. Dinding gua itu penuh dengan mayat manusia yang di belenggu.
"Kamu di tempat para arwah penasaran. Ayo, kita bebaskan teman kamu dan pergi dari sini. Bahaya lain telah mengintai," kata Dewi..
Ian segera bangun. Dia rasakan tubuhnya begitu pegal, terutama tengkuknya. Dia mengikuti Dewi, dan berlahan ke sebuah ruangan. Di sana, Ian melihat Rangga.
"Rangga!" sapa Ian.
"Ian, bebasin gue, buruan," pinta Rangga.
Ian mengerti. Dia segera mencoba membebaskan Rangga, Dia coba buka ikatan itu, ternyata tak bisa.
"Ian, buruan. Keburu penjaga datang," kata Rangga dengan suara lirih.
"Bhro. Talinya kuat banget. Lo yang sabar dong. Gue lagi usaha nih," balas Ian sambil mencoba membuka ikatan itu.
Tiba-tiba Dewi datang. Dia berikan belati yang dia bawa. Ian memotong tali itu dengan belati dari Dewi. Akhirnya, ikatan Rangga terlepas.
"Ayo, kita sekarang ke Villa. Mereka dalam bahaya," ajak Dewi.
Dewi menyentuh tembok tahanan itu, dan terbukalah sebuah jalan. Jalan itu begitu gelap dan hanya ada satu jembatan kecil untuk menyeberang sebuah tebing yang penuh darah dan begitu mengerikan.
"Ayo, cepat. Lalui jalan ini sebelum penjaga datang. Dan, ingat pesanku. Jangan berpaling atau berhenti apapun yang kau dengar," kata Dewi.
Ian dan Rangga mengangguk. Mereka langsung melalui jalan itu. Di jalan itu, terdapat banyak suara dan penampakan berbagai makhluk. Ian dan Rangga tak memperdulikannya. Mereka terus berjalan, dan sampailah mereka di sebuah jalanan di luar hutan. Buru-buru mereka pergi ke Villa.
Sementara itu, Andre yang telah lebih baik melihat beberapa sosok bayangan ke arah Villa. Dilihatnya, Sandra datang bersama seorang temannya.
"Ma, bukannya itu Sandra. Tapi, siapa yang bersamanya?" tanya Andre pada Ersa.
Ersa melihatnya. Dia menggelengkan kepalanya.
"Sandra. Tadi bukannya kamu mencari Rangga?" tanya Ersa yang melihat Sandra datang bersama seseorang
Sandra tersenyum penuh arti. Dia pandangi Ersa.
"Rangga sudah tiada," katanya dengan nada datar.
Ersa menatap keheranan. Dia pandangi Sandra yang ada di depannya. Tak ada ekspresi kesedihan di wajahnya. Mendadak, Ersa melihat mata Sandra bersinar merah.
"Ersa, ini aku. Shirley!" katanya tiba-tiba dengan senyum menyeringai.
Rupanya, sosok Shirley menyamar sebagai Sandra. Dia mencekik Ersa dengan kuat.
"Akkh! ... Akhh!" Ersa yang tercekik tak bisa bicara.
Ketika Andre hendak menyelamatkan istrinya, sosok Heri mendadak menyerangnya. Dia menyerang dengan belati di tangannya.
"Arrgh!" rintih Andre yang tangannya terkena belati.
Mori tiba-tiba terbangun dari meditasinya. Dia segera menemui menyerang Shirley dengn tenaga dalamnya. Shirley langsung terpental dan melepaskan cengkramannya.
"Uhuk!" Ersa batuk sambil memegangi lehernya.
Andre kembali bersiap melawan sosok di depannya. Sosok itu berubah menjadi sosok yang sangat mengerikan. Makhluk itu kembali mengayunkan belatinya.
Andre menangkap tangannya dan berhasil merebut belatinya. Dengan kekuatan penuh, dia layangkan sebuah pukulan keras di wajahnya, dan beberapa kali pukulan di tubuh makhluk itu, lalu menendang perutnya sekuat tenaga. Makhluk itu hanya mundur beberapa langkah.
"Hahaha .... hanya segitu kekuatanmu, anak muda?" teriak seorang wanita yang tiba-tiba memecah kesunyian.
Andre memandangi sosok itu. Dia hendak menyerang, namun dengan satu kibasan tangan wanita itu membuat Andre terhempas. Dirasakannya dadanya sakit.
"Ugh!" rintih Andre.
Wanita itu langsung mendekati Reny dan menangkapnya.
"Ma ... Tolooong!" teriak Reny.
Ersa berusaha menyelamatkannya. Dia dekati sosok itu, berusaha melepaskan cengkramannya.
"Heh! Lepaskan anakku!" teriak Ersa.
Makhluk itu menepis tangan Ersa dan mendorongnya dengan kasar hingga terjatuh.
Andre tak menyerah. Dengan belati itu, dia berlari dan hendak menyerang wanita itu. Namun, dia kembali di hadang sosok mengerikan itu.
"Grrrh! Mau kemana kamu?" erang makhluk itu.
Andre kembali bersiap menyerang. Dengan kekuatannya, dia pukul makhluk itu dengan keras namun makhluk itu tak bergeming. Dengan belati di tangannya, Andre kembali bersiap menyerang. Dia hendak menusukkan belati itu, namun makhluk itu menangkisnya dan memukul dada Andre dengan keras .
Dengan sekali pukul, Andre kembali terhempas dan belati itupun terlepas dari tangannya. Dia jatuh tepat di depan Ersa.
"Ugh! Sial! Makhluk itu kuat sekali," kata Andre sambil merintih kesakitan..
Tiba-tiba Ian muncul bersama Rangga dan Dewi. Dia melempar serbuk lada dan membuat wanita itu merasa panas. Dengan cepat, Rangga segera melepaskan cengkraman wanita itu, lalu menggendong Reny dan membawanya pada Ersa.
"Arrrgh!" teriaknya.
Wanita itu mengibaskan tangannya, dan berhasil menyingkirkan serbuk lada itu. Dia pandangi Ian dan Dewi dengan tatapan marah.
"Owh, kalian. Kalian kira, bisa melaean Nyi Langsa?" tatapnya dengan sorot mata tajam.
"Nyi Langsa! Sudah saatnya kamu kembali ke alammu," balas Ian.
Nyi Hitam tertawa terkekeh. Tawanya begitu mengerikan di balik wajah cantiknya.
"Ayo, kunyuk. Kita selesaikan sekarang!" kata Nyi Langsa bersiap menyerang.
Sejenak, mereka saling berpandangan sebelum akhirnya, Nyi Langsa menyerang Ian dan Dewi. Pertempuran berlangsung sengit. Rangga bergerak membantu Ian, sementara Dewi beralih mendatangi Shirley.
Sementara itu, Shirley tengah beradu kekuatan dengan Mori. Dengan segala kemampuannya, dia kerahkan tenaga dalamnya untuk mengalahkan Shirley.
Setelah beberapa lama, Mori terhempas dan membentur kayu. Secara tak sengaja, dia membentur sebuah benda sehingga perisai pelindung di Villa itu perlahan melemah. Suasana di Villa semakin gelap. Kekuatan Shirley pada puncaknya.
"Hihihi! Hanya segitu kekuatanmu?!" kata Shirley menyeringai.
Mori memandangi sekitarnya. Dilihatnya aura gelap mulai menyelimuti Villa. Tiba-tiba Dewi muncul dan menyerang Shirley. Pertengkaran kembali terjadi. Dewi berhasil membuat Shirley terpental.
"Mori, cepat buat perisai api sekarang!" perintah Dewi
Mori terdiam sejenak. Dewi kembali menegaskan.
"Cepat, Mori. Tak ada waktu!" Dewi kembali mengingatkan.
Mori sejenak memegangi dadanya. Dia mengangguk. Segera Mori kembali bertapa untuk membuat perisai api Shirley menatap tak percaya pada Dewi. Dia sadar, perisai api akan melemahkan makhluk ghaib seperti dirinya. Dengan senyum sinis, dia menatap Dewi.
"Dewi?! Apa kau bercanda?! Kita bisa sama-sama mati dengan perisai api." Shirley bangkit dari jatuhnya sambil tersenyum menyeringai. Mereka saling menatap.
"Aku serius, Shirley. Biarkan kita sama-sama terbakar!" jawab Dewi dengan tenang
Shirley berusaha menghalangi Mori, namun Dewi mencegahnya. Pertempuran seru kembali terjadi.
Pertempuran antara Ian dan Rangga yang melawan sosok wanita itu tak kalah seru. Berulang kali, Rangga terhempas. Dengan kemampuannya, Ian beradu tenaga dalam dengan wanita itu. Agak lama mereka beradu tenaga dalam, dan Ian pun akhirnya terhempas. Dia pegangi dadanya yang kesakitan.
"Uhuk!" Ian batuk Dan mengeluarkan darah.
Sementara itu, Andre bertempur mati-matian melawan makhluk di depannya. Dia memukul dan menendang makhluk itu, namun mkhluk itu begitu kuat.
"Sial! Kuat sekali makhluk ini," bathinnya.
Makhluk itu makin marah. Dia keluarkan cakarnya.
"Hahaha! Bersiaplah menerima seranganku!" erang makhluk itu.
Andre kembali siaga. Dia menghindari serangan makhluk itu. Dia tangkis tangannya dan memukulnya dengan kuat. Makhluk itu terus menyerang. Dan, di satu serangan, Makhluk itu berhasil mencakar tangan Andre.
"Arrgh!" Andre merasakan perih di tangan kirinya.
Luka itu berasap. Sambil menahan perihnya, Andre kembali melawan. Namun, makhluk itu memukul dadanya dan membuat Andre terhempas dan pingsan.
Setelah Andre pingsan, makhluk itu mendekati Ersa dan Reny yang ketakutan. Rangga yang baru sadar berusaha menyelamatkan Ersa. Dia mengambil belati yang terjatuh dan langsung menusuk makhluk itu tepat di dadanya. Tampak keluar asap tebal.
"Aaaargh!" Makhluk itu merasakan sakit.
Dia memandangi Rangga dan langsung menancapkan cakarnya di dadanya.
"Aargh!" Rangga merintih kesakitan.
Dia pegangi tangan makhluk itu kuat-kuat dengan satu tangan, dan tangan satunya menekan belati itu hingga tembus di dada makhluk itu.
"Hehehe! Kita akan mati bersama, makhluk jelek!" kata Rangga sambil menahan sakit.
Darah keluar dari mulut dan hidungnya. Makhluk itu mulai terbakar, dan akhirnya menjadi abu. Belati yang menancap langsung terbakar dan menghilang. Rangga tersenyum puas, dan akhirnya ambruk.