Ian tengah berjibaku mati-matian melawan Nyi Langsa. Mereka beradu tenaga dalam. Beberapa kali, Ian terpental. Namun, dia tak menyerah.
"Hihihi ... Anak muda. Hanya segitu kekuatanmu?" ejek Nyi Langsa.
Ian terengah-engah. Dari hidungnya keluar darah segar.
"Uhuk!" Ian batuk dan memuntahkan darah segar.
"Tidak! Aku tak boleh menyerah," katanya dalam hati.
Dia melihat jasad Rangga yang tergeletak. "Rangga?" katanya dalam hati. Melihat sahabatnya tergeletak, Ian begitu marah. Dia pandangi Nyi Langsa dengan sorot mata tajam. Dilihatnya boneka jaelangkung yang tergeletak di lantai.
"Uhm ... aku harus mengambilnya," katanya dalam hati.
Ian kembali bersiap menyerang. Dia atur strategi untuk mengambil boneka itu. Kembali Ian menyerang Nyi Langsa. Dia kerahkan tenaga dalamnya. Mereka kembali beradu tenaga dalam.
"Hiat!" teriak Ian yang berusaha mengeluarkan tenaga dalamnya.
Nyi Langsa tetap tenang. Dia kembali membuat Ian terpental dan terhempas.
"Hihihi ... Anak muda, hanya segitu kekuatanmu?" ejek Nyi Langsa.
"Uhuk!" Ian kembali batuk. Dia memegangi punggungnya yang kesakitan. Ersa yang tengah memandangi jasad Rangga melihat sesuatu.
"Itu?" pikirnya dalam hati.
Karena merasa penasaran, dia mengambilnya. ternyata, sebuah boneka jaelangkung. Rupanya, Nyi Langsa melihatnya.
"Anak muda, serahkan boneka itu!" teriaknya dengan tatapan menyeringai.
Ersa menatap Nyi Langsa. Tampak, mata Nyi Langsa bersinar kekuningan. Ersa tertegun. Sejenak, Ersa tak sadar. Dia berjalan mendekati Nyi Langsa, namun teriakan Reny menyadarkannya.
"Mama ... Mama ...," teriak Reny yang begitu ketakutan.
Dan, dalam sekejap Ersa tersadar. Dia terkejut ketika mendapati dirinya sudah di dekat Nyi Langsa.
"Serahkan boneka itu, anak muda," kata Nyi Langsa.
Ersa mengurungkan niatnya. Dia memegang erat-erat boneka itu. Dengan ketakutan, Ersa hanya menggelengkan kepalanya.
"Tidak! Boneka ini harus di musnahkan!" katanya dalam hati.
Melihat Ersa tersadar, Nyi Langsa langsung menarik Ersa dan mencekiknya.
"Kkkkh!" Ersa berusaha melepaskan cengkraman Nyi Langsa. Dengan sekuat tenaganya, dia berusaha melepaskan cengkraman itu. Ian kembali melempar bubuk lada.
"Akh! Panas!" teriak Nyi Langsa yang langsung melepaskan cengkeramannya.
Ersa terjatuh. Dia nyaris tak sadarkan diri. Ian segera mengambil boneka jaelangkung itu.
"Tante, bertahanlah. Biar saya selesaikan ini," kata Ian sambil membantu Ersa bangkit.
Perlahan, Ersa bangkit dan menjauh. Dia datangi anaknya dan memeluknya begitu erat.
Nyi Langsa yang berhasil menyingkirkan serbuk lada semakin marah. Dia menatap Ian dengan tatapan tajam.
"Serahkan Boneka itu!" bentak Nyi Langsa.
"Tidak!" tukas Ian.
Nyi Langsa mengibaskan tangannya dan kembali membuat Ian terhempas ke tanah. Boneka jaelangkung itu terlepas.
"Ugh!" Sial! Kuat sekali dia," keluh Ian yang berusaha bangkit.
Dirasakannya tubuhnya begitu sakit. Ian melihat boneka jaelangkung itu. Dia berusaha meraihnya, namun Nyi Langsa kembali menghempaskannya. Kembali Ia rasakan sakit di punggung nya.
Tiba-tiba, arwah Dika muncul. Dengan cepat, dia mengambil boneka jaelangkung itu dan melemparnya ke arah Ian. Dia pandangi Ian.
"Ian, cepat kamu lari ke kebun depan, ambil keris kecil di sana. itulah kelemahannya," kata Dika melalui suara bathin.
Ian mengerti. Dia segera bangkit dan berlari keluar villa itu.
"Heh! Menyingkir kamu!" teriak Nyi Langsa.
Dika tetap tenang. Dia hanya diam di depan Nyi Langsa.
"Menyingkir!" bentaknya sambil bersiap mengibaskan tangannya, namun dari belakang ada sosok lain yang memitingnya dengan kuat.
"Heh, makhluk jelek! Hadapi dulu kami!" Terdengar suara remaja di belakangnya.
Rupanya, Arwah Rangga memiting Nyi Langsa begitu kuat. Dika berjalan mendekati NYI Langsa. Dia sentuhkan tangannya di kepala NYI Langsa. Rupanya, Dika mengacaukan konsentrasi makhluk itu.
Di kebun, Ian mengambil keris kecil yang tergeletak di kebun. Dia tusukkan keris kecil itu di kepala boneka jaelangkung. Tampak percikan api mulai menyala. Dan tak lama kemudian, Nyi Langsa berteriak kesakitan.
"Aaaargh!" teriaknya histeris.
Ian kembali muncul dengan membawa keris kecil dan boneka jaelangkung yang mulai terbakar.
"Nyi Langsa! Sudah saatnya kamu dan pasukan jelekmu kembali ke alammu," kata Ian sambil membanting boneka jaelangkung itu ke lantai.
Api makin membesar. Keris itu perlahan menjadi sebuah cahaya merah dan menghilang, sementara api yang semakin besar terus memakan boneka jaelangkung itu.
"AAAAARGH! TIDAKKK!" teriak Nyi Langsa histeris.
Tampak sinar putih keluar dari kepalanya. Boneka Jaelangkung itu mulai habis terbakar. Bersama terbakarnya boneka itu, sinar putih yang keluar dari kepala Nyi Langsa makin terang. Tubuhnya pecah bagai pecahan cermin dan mengeluarkan cahaya putih, dan akhirnya menghilang bersama kobaran api yang membakar boneka jaelangkung itu.
Sebuah cahaya putih muncul di depan Ian. Dia lihat arwah kedua sahabatnya yang tersenyum memandanginya.
"Ian, aku akan pergi dengan tenang. Terima kasih kamu sudah akhiri permainan ini," kata Dika melalui suara bathin.
Ian hanya mengangguk. Dilihatnya arwah Rangga yang memandanginya.
"Ian, tolong jaga Sandra buat aku," pesan Rangga.
"Tapi, Ga. Apa mungkin aku bisa?" tanya Ian.
"Berusahalah," balas Rangga
Ian hanya mengangguk. Kedua arwah itu berjalan menembus cahaya putih dan menghilang bersama dengan menghilangnya cahaya putih itu.
Ian memandangi Andre yang masih pingsan. Dilihatnya Ersa dan Reny yang berada di dekatnya.
"Tan, sebentar lagi semuanya akan berakhir," kata Ian..
Ersa memandang ke sekitar. Dia tak nampak satu temannya.
"Sandra? kemana Sandra?" tanya Ersa.
Ian tersenyum manis. "Sandra sudah keluar dari alam ini."
Ersa keheranan. "Bagaimana bisa?"
"Nanti kita akan tahu, Tan," kata Ian sambil melihat luka di tangan Andre.
Ian mencoba mengobatinya. Dia mengambil kain dan menutup luka itu. Ian menaburkan serbuk lada di kain itu, dan mengeluarkan tenaga dalamnya. Tampak asap keluar dari luka itu.
Tak lama kemudian, Ian membukanya. Luka di tangan kiri Andre mulai sembuh.
"Lukanya sudah membaik, Tan. Dia segera siuman," kata Ian.
"Terima kasih, Nak," kata Ersa.
Ian hanya mengangguk. Dia pandangi Reny.
"Dik, setelah ini main sama kakak ya," ajak Ian.
Reny tersenyum manis. Dia pandangi Ersa.
"Nak, kakak orang yang baik. Reny boleh main sama kakak," kata Ersa.
Reny tampak senang. Dia kembali pandangi Ian dan mengangguk.
Sementara itu, pertempuran antara Dewi dan Shirley begitu sengit. Keduanya saling menyerang dengan tenaga dalam. Keduanya tampak sama kuat. Namun, rupanya Shirley lebih kuat. Dia keluarkan kekuatan penuh dan menghempaskan Dewi.
"Hihihi! Sekarang giliran dukun bego itu," kata Shirley.
Shirley hendak menghalangi usaha Mori, namun Dewi tak tinggal diam. Dengan cepat, Dewi melancarkan serangannya dan berhasil membuat Shirley terhempas. Dia kembali bangkit dan mendekati Shirley.
"Waktunya untuk menghentikan perbuatnmu, Shirley," kata Dewi sambil mencekiknya.
Shirley meronta dan melepaskan cengkraman Dewi. Keduanya kembali saling pandang dengan tatapan tajam.
"Sungguh menyedihkan nasibmu, Shirley. Di perkosa tentara Nippon, dan juga orang pribumi," ejek Dewi.
Shirley tersenyum sinis. "Kamu hanya pembantu tak berguna, Dewi!"
Keduanya kembali saling serang. Pertempuran sengit pun tak terhindarkan. Shirley dan Dewi sama-sama mengeluarkan tenaga dalamnya.
Di tengah pertempuran itu, Mori yang tengah bertapa tiba-tiba membuka matanya. Dia gerakkan badannya seolah membentuk sebuah perisai.
"Aaakh!" teriak histeris Shirley.
Tubuhnya mengeluarkan asap. Begitu pula dengan Dewi. Sambil menahan kesakitannya, Dewi mengeluarkan belati yang dia bawa dan menusukkannya pada Shirley.
Shirley merintih kesakitan. Dia langsung mencekik Dewi dengan kuat. Shirley menancapkan kukunya yang panjang dan tajam di leher Dewi.
"Hihihi! Shirley. Kita akan sama-sama pergi." Dewi mengeluarkan cermin dari balik pinggangnya dan membantingnya hingga pecah.
Tubuh kedua makhluk itu mengeluarkan asap. Semakin lama asap itu semakin tebal. tubuh keduanya mengeluarkan api. Makin lama, api makin besar membakar keduanya.
"Blar!!" Sebuah ledakan terjadi. Tiba-tiba, Ian dan Ersa melihat cahaya putih yang makin terang. Cahaya itu makin terang dan menyilaukan.
"Uh! Silau sekali!" keluh Ersa.
Cahaya putih yang menyilaukan itu semakin menyakitkan. Ersa, Ian dan Reny menutup matanya. Perlahan, cahaya putih itu lenyap. Perlahan, Ersa membuka matanya. Dilihatnya, dia kini tengah berada di gudang belakang Villa.
Dengan tertatih, Mori mendekati Ersa, Ian dan Reny.
"Ersa, bawa Andre ke dalam. semuanya telah berakhir," kata Mori.
Ian melihat cermin tua itu kini telah hancur berantakan. Cermin itu tak berbentuk dan tampak habis terbakar. Mereka membawa Andre yang masih belum siuman ke dalam Villa. Dengan di bantu Mang Ujang, Ersa membawa Andre ke sebuah kamar dan menunggunya.
Tak lama kemudian, beberapa warga datang ke villa itu. Mereka mengantarkan Sandra yang tampak begitu ketakutan. Beberapa warga itu di terima Mang Ujang
"Mang, gadis ini saya temukan tersesat di hutan," kata seorang warga.
"Terima kasih, Pak. Dia memang menginap di sini," kata Mang Ujang.
Beberapa warga kembali datang. Mereka melaporkan menemukan dua mayat remaja. Segera Mang Ujang mengajak Ian. Bersama beberapa warga, mereka kembali menyusuri hutan di sekitar Villa. Mayat Heri ditemukan di di sebuah sungai di dalam hutan. Tampak luka membiru di kakinya.
"Sepertinya pemuda ini di gigit ular beracun," kata seorang warga.
Dan beberapa orang lainnya melihat mayat Rangga yang di bawah jurang.
Malam itu, mereka memanggil tim SAR untuk mengevakuasi mayat Rangga. Baru pada dini harinya, tampak polisi kembali melakukan penyelidikan.
"Baik, Pak. Kami akan memvisum kedua jenazah ini.
Polisi membawa kedua jenazah itu dan barang pribadi mereka untuk di autopsi sebelum di serahkan pada keluarga masing-masing.