Chereads / Misteri Sebuah Cermin / Chapter 19 - TENTANG NYI HITAM

Chapter 19 - TENTANG NYI HITAM

Andre perlahan membuka matanya. Dirasakannya perih di punggungnya telah sedikit berkurang.

"Ugh!" rintihnya tertahan.

Ersa yang kala bersama Reny tengah menunggui suaminya sedikit lega.

"Sayang, kamu sudah baikan?" tanyanya..

Andre hanya mengangguk. Mori mendatanginya. Dia lihat luka di punggungnya. Dia tampak sedikit puas dengan kondisi Andre yang membaik.

"Andre, kondisimu sudah membaik. Sebenarnya makhluk apa yang menyerangmu? Kenapa lukanya begitu parah?" tanya Mori.

Andre akhirnya menceritakan makhluk yang menyerangnya.

"Mori, makhluk yang menyerang saya seperti mayat hidup yang separuh wajahnya rusak, namun mereka begitu cepat dan lincah bergerak dengan kuku hitam yang tajam," kata Andre.

Mori tampak terkejut. Dia mengingat-ingat makhluk itu. Rupanya, dia mengetahui mahkluk itu.

"Andre, makhluk itu adalah pasukan Nyi Langsa atau Nyi Hitam," kata Mori.

"Nyi Hitam?" kata Andre.

Mori mengangguk. "Iya. Nyi Hitam adalah dukun ilmu hitam yang pernah meneror kakek buyutku."

Mori menceritakan kisah yang menimpa kakek buyutnya. Ternyata, Kakek buyut Mori seorang pejuang yang pernah melawan Nyi Langsa. Dengan kesaktiannya, dia berhasil mematahkan sihirnya.

Nyi Hitam yang kalah berniat membalas dendam. Namun, belum sempat Nyi Hitam membalas dendam, dia dibunuh tentara Jepang dengan sadis.

"Pasukan itu pernah menyerang tentara Jepang ketika Jepang baru berkuasa. Rupanya, ada seorang tentara Jepang yang mengetahui kelemahan Nyi Hitam. Dengan bantuan seorang dukun, arwah Nyi Langsa di masukkan ke dalam boneka jaelangkung dan di belenggu dengan kain kafan lalu di kuburkan. Sejak saat itulah, Nyi Hitam dan pasukannya tak pernah muncul," kata Mori.

Andre manggut-manggut. Sejenak mereka terdiam. Tiba-tiba, Mori kembali teringat akan sesuatu.

"Ya Tuhan. Perisai ini makin melemah. Aku akan kembali memperkuatnya," kata Mori bergegas beranjak.

Mori kembali melakukan ritual untuk memperkuat perisai ghaib di sekitar Villa.

Di lokasi lain, Ian tengah menyusuri hutan seorang diri. Dia tengah mencari Rangga.

"Rangga! Heri!" teriaknya memecah kesunyian hutan.

Ketika tengah menyusuri hutan, dia di kejutkan dengan kemunculan Dika. Ian yang mengetahui Dika telah meninggal terkejut memandanginya.

"Dika?" kata Ian dengan wajah terkejut.

Dika hanya diam dengan ekspresi datar. Dia hanya menunjuk ke suatu arah. Melalui suara bathin, Ian berkomunikasi dengan Dika.

"Dika, mengapa kamu kemari?" tanya Ian melalui suara bathin.

"Ian, Heri telah tiada. Tapi, bahaya yang lebih besar mengancammu," kata Dika melalui suara bathin.

"Bahaya?" tanya Ian melalui suara bathin.

"Sandra, Ian. Sandra ...," balas Dika.

Ian keheranan. Belum sempat dia berfikir, Dika telah menghilang.

"Sandra? Apa maksudnya?" tanya Ian dalam hati.

Sementara itu, di suatu tempat, Rangga merasakan ada yang salah dengan dirinya. Dia mencoba menggerakkan tangannya, namun dia rasakan sesuatu yang begitu dingin di tangannya.

Perlahan, dia membuka matanya. Dan alangkah terkejutnya dia ketika dia dapati di sebuah tempat yang sangat mengerikan. Dia melihat mayat orang dewasa dalam keadaan terbelenggu

"Aargh! Dimana aku?!" teriaknya terkejut.

Dia hendak berlari, namun tangan dan kakinya terbelenggu. Dilihatnya ruangan yang gelap dengan cahaya merah darah.

"Tolooong! Tolooong!!" teriaknya ketakutan.

Rangga meronta berusaha melepaskan kedua tangannya.

"Aaaargh! Sial! Tolooong!" teriaknya dengan keras.

Tak lama kemudian, muncullah penjaga ruangan itu. Setengah wajahnya rusak, dan kukunya panjang. Dia tersenyum menyeringai.

"Grrrrh! Darah! Darah!" erangnya.

Rangga menatap makhluk itu dengan wajah ketakutan. Dia terus meronta sekuat tenaganya. Makhluk itu mendatanginya. Dia memandangi Rangga dan menyentuh pipi kirinya. Dengan sekali sentuh, dia menggores wajah Rangga dengan kuku tajamnya.

"Aaaargh!" Rangga merintih menahan perih.

Makhluk itu menampung tetesan darah di kukunya, dan menjilat dengan lidahnya yang panjang dan berwarna hitam.

"Grrrh! Darah segar!" katanya dengan senyum menyeringai.

Dia menatap Rangga sejenak, dan berlalu dari tempat itu. Tak berapa lama kemudian, dia melihat sosok Heri dan Sandra yang berjalan keluar.

"Heri ... Sandra! Tolong aku!!" teriak Rangga.

Kedua sosok itu berhenti sejenak. Dia memandangi Rangga yang terbelenggu dengan wajah tanpa ekspresi. Rangga terkejut melihat sosok yang dia kenal itu.

"Heri! Sandra!" teriaknya dengan nada terkejut.

Kedua sosok itu berjalan mendekati Rangga. Dengan senyum menyeringai, dia datangi Rangga.

"Hihihi! Aku akan seret teman-temanmu kemari untuk menjadikanmu budakku!" kata sosok Sandra.

"Siapa kalian?!" bentak Rangga dengan wajah ketakutan.

Kedua sosok itu tersenyum menyeringai dan meninggalkan Rangga yang masih terbelenggu. Rangga begitu ketakutan. Dia kembali berteriak meminta pertolongan.

Di Villa, Sandra melihat sesuatu. Dia melihat cermin antik di sebuah kursi. Karena rasa ingin tahuannya, dia mengambilnya. Ketika dia memandang cermin, dia melihat bayangan Rangga.

"Rangga?" katanya dalam hati.

Dia melihat ke arah itu, dan tampak Rangga tengah berjalan sendiri. Tanpa berkata-kata, Sandra langsung mendatanginya. Ersa sempat melihat Sandra berjalan keluar Villa.

"Say, aku kejar anak itu dulu, kamu jagain Reny ya," kata Ersa.

Andre mengangguk. Ersa segera berlari mengejar Sandra.

"Sandra! jangan ke situ!" teriaknya.

Sandra tak menghiraukannya. Dia tetap berjalan ke luar Villa. Dan, Ersa terlambat. Dia kehilangan Sandra.

"Sandra! Sandra!" teriaknya.

Ersa yang mengkhawatirkan Sandra hendak keluar dari Villa. Mori yang melihat Ersa hendak keluar mencegahnya.

"Ersa. Sudahlah!" kata Mori sambil mencegah langkah Ersa.

Ersa memandangi Mori. Dia tersadar.

"Ersa, masuklah. Temani anakmu," kata Mori

Ersa mengangguk. Dengan di temani Mori, dia temui suami dan anaknya. Sementara itu, Sandra yang tak sadar terus mengikuti bayangan Rangga.

"Rangga. Tunggu!" teriaknya sambil mengejar Rangga.

Ketika telah mendekatinya, mendadak bayangan Rangga menghilang. Sandra mendapati dirinya di sebuah gua yang mengerikan.

"Aaaah! Dimana aku?!" teriaknya dengan nada ketakutan.

Dia melihat ke sekitar. Tampak banyak kerangka manusia di lantai dan bibir gua. Sandra yang ketakutan langsung berteriak dan mencoba berlari dari gua. Namun langkahnya terhenti ketika mendengar suara teriakan Rangga.

"Tolong! Tolongin gue!" teriaknya.

Sandra terkejut. Dia mendatangi arah suara itu. Dengan perasaany ngeri, dia berusaha mencari asal suara itu.

"Rangga!" teriaknya yang menggema di dinding gua.

Terdengar kembali suara teriakan Rangga. Sandra kembali mencarinya. Dia tepiskan perasaan ngeri yang begitu menakutkanya.

Tiba-tiba dia di kejutkan dengan seseorang yang menyentuh pundaknya.

"Aiiih!" teriaknya sambil melihat ke belakang.

Dia melotot memandangi orang di belakangnya.

"Heri?! Kemana aja lo!" serunya sambil melotot ke arahnya.

Sosok itu hanya tersenyum penuh arti. Tanpa bicara, dia menggamit tangan Sandra dan mengajaknya berjalan. Namun, mendadak Ian muncul.

"Sandra! Hentikan! Heri sudah tiada!" teriak Ian.

Deg! Jantung Sandra seolah berhenti berdetak. Dia menghentikan langkahnya. Di pandanginya sosok yang menggandengnya, ternyata sosoknya berubah. Wajahnya begitu rusak dan mengerikan. Tangan yang menggamitnya hanya berupa tengkorak.

"Kyaaa!!" teriaknya ketakutan.

Sandra berusaha melepaskan cenkraman yang begitu kuat, namun tak bisa. Makhluk itu tersenyum menyeringai.

"Kamu harus jadi makanan kami!" katanya dengan suara datar.

Ian berusaha menyelamatkan Sandra. Dia berlari dan memukul makhluk itu. Namun, makhluk itu lebih sigap. Dia tangkap pukulan Ian dan menghempaskannya.

"Ugh! Sial! Hei, makhluk jelek. Lepaskan dia!" Ian menahan rasa sakitnya.

Dia bangkit dan mengambil sebuah kayu di dalam gua. Kembali dia dekati makhluk itu.

"Ayo, lawan gue!" gertaknya.

Makhluk itu menghempaskan Sandra hingga pingsan. Dia pandangi Ian yang bersiap menyerang dengan kayu besar yang di pegangnya.

"Hahaha!" Baiklah, bocil! Bersiaplah!" katanya dengan tawa menggelegar.

Makhluk itu mengeluarkan kekuatannya dan bersiap menyerang. Kuku hitamnya yang panjang dan hitam muncul dari tangannya yang hanya tinggal kerangka itu.

Pertempuran sengit tak terhindarkan. Ian begitu lincah menyerang makhluk itu. Dia berhasil menghindari serangan dan cakaran makhluk itu.

"Hiaat!" teriaknya sambil memukul kayu itu dengan keras.

Pukulannya tepat mengenai tangan makhluk itu dan membuatnya patah. Tangan itu terputus dan jatuh ke tanah.

"Aaaargh!" teriak makhluk itu.

Dia pandangi Ian dengan tatapan marah. Matanya merah menyala. Patahan tangan makhluk itu melayang dan kembali menyatu.

"Hebat juga kamu, Bocil. Tapi, bersiaplah!" teriak makhluk itu sambil menyerang dengan cakarnya.

Ian menghindari serangan demi serangan itu sambil sesekali menangkisnya dengan kayu besar yang dia pegang. Dalam satu kesempatan, Cres!

Makhluk itu berhasil mencakar tangan kanan Ian.

"AARRGH!" teriak Ian sambil menjatuhkan kayu yang dia pegang.

Dia pegangi tangannya yang terluka. Makhluk itu kembali menyerang Ian. Dia hendak menyerang dengan cakarnya.

"Grrrr! Rasakan ini!" erang makhluk itu sambil menyerang dengan cakarnya.

Ian langsung menangkap tangan itu, dan langsung melayangkan beberapa pukulan di dadanya dan menendangnya dengan kuat hingga makhluk itu terjatuh. Seketika itu, dia melihat sebuah tombak berkilau di tembok gua. Dia mengambilnya, dan langsung menusuk jantung makhluk itu.

"AAAARGH!" terdengar teriakan makhluk itu. Api membakar tubuh makhluk itu hingga menjadi abu. Ian sejenak bernafas lega. Dia datangi Sandra yang masih pingsan.

"Sandra, bangun," kata Ian sambil mengelus pipi kirinya.

Perlahan, Sandra membuka matanya. Namun, matanya menyala merah.

"Sandra?!" Ian terkejut melihatnya.

Dan, tiba-tiba pandangannya menjadi gelap.