Chereads / Misteri Sebuah Cermin / Chapter 15 - TEROR GHAIB

Chapter 15 - TEROR GHAIB

Ersa yang terkejut diam terpana. Wajahnya begitu pucat.

"Pa, tadi Mama ingat betul lihat Papa ...." Ersa terkejut ketika teleponnya tiba-tiba terputus.

"Pa, Halo ... Pa ...," katanya dengan nada panik.

Sementara itu, di Villa, Andre terkejut ketika mendengar suara-suara aneh di hpnya. Dia begitu risau dengan keselamatan Ersa dan anaknya.

"Ma ... Halo ... Ma ...." Andre begitu panik mendengar suara istrinya makin kecil.

Tiba-tiba, di handphonenya terdengar suara parau dan berat.

"Darah! ... Darah!" Suara itu terdengar jelas di hp Andre.

Spontan Andre mematikan hpnya. Dia begitu khawatir dengan keselamatan istrinya. Tak lama kemudian, datanglah Mori. Andre menceritakan kejadian yang menimpanya barusan. mendengar cerita Andre, Mori tampak cemas.

"Rupanya kita harus bersiap lebih awal. Baiklah. Aku akan beri perisai di Villa ini dulu," kata Mori.

Mori meminta bantuan Ian untuk membuat perisai ghaib di Villa itu.

Sementara itu, di rumahnya, Ersa begitu panik. Dia mencoba menghubungi Andre, namun tak kunjung terhubung. Ketika hari mulai petang, mendadak Reny menjerit.

"Maa... Mama ... Tolong Leny ...," teriak Reny.

Ersa melihat Shirley mendekati Reny. Karena naluri keibuannya, dia langsung berlari menarik putrinya.

"Lepaskan dia, Shirley!" bentak Ersa.

"Hahaahah ... Masih ingat juga kamu," katanya dengan senyum menyeringai.

Shirley mengibaskan tangannya, dan membuat Ersa terlempar cukup jauh. Mendadak ruangan di dalam rumah itu begitu gelap. Seluruh tembok rumahnya di penuhi bercak darah dan beberapa wajah mengerikan yang muncul tembok rumahnya. beberapa tangan keluar dari tembok.

"Darah! Darah!" Terdengar suara parau dan berat.

Ersa memandangi tembok itu dengan ketakutan. Dia segera bangkit dan berlari mengejar Shirley. Dia mengambil sebilah pisau dapur dan hendak menyerang Shirley, namun usahanya sia-sia. Shirley langsung menghilang membawa putrinya.

"Reny ... Reny ...," teriak Ersa. sambil menangis histeris.

Ketika tengah menangis, Ersa kembali di kagetkan dengan beberapa anak kecil bertaring yang berjalan perlahan mendekatinya.

"Darah! ... Darah!" teriaknya.

Ersa segera bangkit dan berlari keluar rumah. dilihatnya, awan begitu gelap. Jalanan yang dia lihat begitu sepi dan mencekam.

"Di mana aku?" pikirnya keheranan.

Ersa mencoba menghubungi Andre, namun dia terkejut. Sinyal di hpnya mati.

"Lho, sinyal hpku mati?" pikirnya keheranan.

Mendadak, dari dalam tanah muncul tangan dan memegangi kaki Ersa.

"KYAA!" Ersa terkejut. merasakan kalinya di o

pegangi. Ersa menarik kakinya kuat-kuat dan menginjak tangan itu berulang kali hingga melepaskan cengkeramannya. Dia kembali berlari tanpa arah. Setelah beberapa saat berlari, sampailah Ersa di sebuah taman. Taman itu berubah menjadi begitu mengerikan. Dia terkejut melihat sekitar belasan Zombie berkeliaran di taman itu.

"Ugh! Sial. Taman ini berubah mengerikan,* katanya dalam hati.

Belum sempat dia bernafas, terdengar erangan yang mengerikan.

"Grrrr!" Erangan itu begitu berat.

Ersa memandang ke belakangnya. Tampak cahaya kemerahan terpancar dari jarak yang agak jauh. Dan, di kegelapan muncullah dua ekor anjing dobermen dengan taring panjang. Seluruh badan anjing itu telah terkoyak seperti bangkai, dan matanya merah menyala.

"Grrrrr!" Erangan anjing itu begitu mengerikan.

Ersa begitu ketakutan melihatnya. Dan, kedua anjing itu bersiap menyerang Ersa. Anjing itu kembali mengeram dan menyerang Ersa. Ersa yang ketakutan tampak pasrah. Dia pejamkan matanya, namun tiba-tiba ada orang lain yang melindunginya.

"Kaing!" terdengar rintihan anjing. Satu anjing masih bersiap menyerang, dan dengan mudah orang itu mengusirnya. Setelah aman, dia mendekati Ersa.

"Kamu sudah aman," katanya.

Ersa terkejut mendengar suara itu. Dia membuka matanya, Dan dilihatnya orang itu.

"Kamu?" kata Ersa keheranan.

"Aku Dewi. Aku tahu anakmu di bawa Shirley," kata Dewi.

Ersa begitu sedih setelah kehilangan anaknya. Dewi berusaha menenangkannya.

"Ersa, kamu harus kuat. Ikutlah denganku," ajak Dewi.

Ersa hanya mengangguk. Dia berjalan mengikuti Dewi. Dan, di sebuah persimpangan, mereka berhenti.

"Ersa, kamu berjalanlah ke kanan," kata Dewi.

Ersa melihat cahaya putih di sana. Dia keheranan.

"Dewi, ikutlah denganku. Aku begitu takut sendirian," kata Ersa.

"Sudahlah, Dewi. Pergilah ke sana. Aku akan coba menyelamatkan anakmu," kata Dewi.

Ersa mengangguk. Dia berjalan ke arah sinar itu. Ersa terus berjalan menembus cahaya putih itu, dan setelah melaluinya, dia begitu terkejut melihat mobil suaminya di depan Villa Roses.

"Villa Roses?" pikirnya.

Ersa berjalan ke arah Villa. Dia melihat suaminya tengah duduk di ruang tamu. Wajahnya begitu berbinar. Dia mengetuk pintu.

Di waktu yang sama, Andre mendengar ketukan pintu. Dia melihat ke depan, namun dilihatnya tak ada siapa-siapa di depan. Andre kebingungan.

"Lho, tadi siapa yang mengetuk pintu?" bathinnya.

Dia tampak kebingungan, dan menutup kembali pintu Villa itu. Sementara, Ersa yang awalnya berbinar begitu sedih melihat suaminya tak melihatnya. Di tengah kesedihannya, dia di tepuk oleh seseorang. Ersa begitu kaget. Di pandanginya dua orang remaja di depannya.

"Eh, siapa kalian?" tanya Ersa memandangi orang yang menepuk pundaknya.

"Saya Sandra, dan ini teman saya, Heri. Kita saat ini terjebak di dunia lain," kata Sandra.

Ersa tercengang. Badannya terasa lemas, dan akhirnya Ersa pingsan. Heri dan Sandra membawanya ke Villa sebelah yang kebetulan pintunya terbuka. Dia baringkan Ersa di ruang tengah Villa itu.

Tiba-tiba, Sandra mendengar suara anak kecil meminta tolong. Dia pandangi Heri.

"Heri, kamu dengar gak ada suara anak kecil minta tolong?" tanya Sandra.

Heri memasang telinganya. Dia mendengarnya. Dia berkata pada Sandra

"San, udah. Itu bisa aja tipuan. Gue udah sering dengar begituan," kata Heri mengingatkan.

Namun, rasa keibuan Sandra tak menerimanya. Naluri keberaniannya muncul. Dia menatap Heri seolah tak percaya.

"Her, Lo ini gak peka ya. Itu udah jelas suara anak kecil, Lo anggap tipuan," balas Sandra dengan nada tinggi.

Heri berusaha bersikap sabar. Dia kembali mengingatkan Sandra.

"San, gue ngerti perasaan lo gimana. Tapi, gue berulang kali mendengar begituan. Pas gue samperin ternyata jebakan. Please ... Lo musti percaya Ama gue," kata Heru menjelaskan.

Sandra terdiam dan menatap Heri dengan wajah tajam. Sandra hanya menggelengkan kepalanya sambil menatap Heri dengan wajah kecewa. Sandra mengambil senter dan bersiap pergi. Heri keheranan menatapnya.

"San, Lo mau kemana?" tanya Heri.

"Gue mau cari tuh anak. Terserah Lo mau percaya atau kagak. Gue yakin itu anak butuh bantuan," kata Sandra bersiap pergi.

Sandra beranjak keluar Villa. Heri yang merasa khawatir memegangi tangannya.

"San, please. Lo jangan nekat. Ayolah. Percayalah sama gue. Gue sayang sama lo," bujuk Heri.

Sandra menghentikan langkahnya. Dia pandangi Heri dengan tatapan kemarahan.

"Sayang? Lo bilang apa? Sayang?!" balas Sandra dengan senyum sinis.

Sandra menggelengkan kepalanya dengan senyum sinis.

"Heri. Asal lo tahu, ini berawal dari ide gila Lo main jarlangkung. Dan lo lihat, sekarang. Udah, lepasin gue, Her. Lepasin gue!" bentak Sandra sambil menepis kasar tangan Heri.

Sandra bergegas meninggalkan Heri. Heri yang merasa khawatir akhirnya mengalah. Dia kembali mengejar Sandra yang sudah berada di luar Villa.

"Oke, oke. Gue sadar ini salah gue. Gua akan perbaiki semuanya. Please, tungguin gue sebentar. Gue coba sadarin Tante itu. Please ..., Lo jangan gegabah," bujuk Heri.

Sandra terdiam sejenak. Setelah berfikir, dia akhirnya mengangguk. Sandra menunggu di depan teras Villa itu, sementara Heri masuk ke dalam untuk menyadarkan Ersa. Dan, setelah beberapa saat, Ersa kembali tersadar. Di pandanginya remaja di depannya.

"Syukurlah Tante sudah sadar. Tan, saya mau keluar temani teman saya. Tante di sini saja, di luar berbahaya," katanya pada Ersa.

Sejenak, Ersa memandangi Heri. Dia masih berusaha membuka matanya lebar-lebar.

"Nak, terima kasih kamu selamatkan aku," kata Ersa.

Sayup-sayup, Heri kembali mendengar suara anak kecil minta tolong. Dia segera bersiap mencari sumber suara itu. Diambilnya tongkat dan sebuah sangkur, lalu keluar bersama Sandra untuk.mencari anak kecil itu. Ersa yang masih Syok hanya terpana di dalam Villa.

Malam harinya, Mori tengah mempersiapkan ritual untuk membuka portal. Mang Ujang dan Bu Siti telah hadir di Villa itu.

"Mang Ujang, saya titip Villa ini sebentar. Kalian jangan pergi ke gudang belakang apapun alasannya," pesan Andre pada Mang Ujang.

Mang Ujang mengerti. Andre, Rangga, Ian dan Mori langsung pergi ke gudang belakang. Dia buka selambu hitam cermin itu, Dan menaruh sebuah lilin tepat di depannya.

"Kalian berempat, ayo membentuk setengah lingkaran di depan lilin ini," perintah Mori.

Mereka melakukan perintah Mori, dan saling berpegangan tangan. Keempatnya memejamkan matanya, Dan Mori mulai membaca mantra. Setelah selesai membaca mantra, Mori mengingatkan pada semuanya.

"Kalian jangan membuka mata sebelum aku perintahkan, apapun yang kalian dengar," kata Mori.

Tak berapa lama kemudian, terdengar teriakan yang begitu keras di telinga Andre. Andre hampir saja tergoda untuk membuka matanya, namun dia ingat pesan Mori. Setelah beberapa saat, Mori memerintahkan mereka membuka matanya. Mereka mendapati diri mereka di depan Villa sebelah.

Perlahan, Andre membuka matanya. Dia begitu terkejut melihat Ersa berada di ruang tengah. Andre langsung mendatanginya.

"Ersa?" sapa Andre.

Ersa terkejut mendengar suara suaminya. Dia pandangi Andre.

"Papa ...." Ersa tak dapat menahan keharuannya. Dia dekati suaminya dan memeluknya begitu erat