Malam itu, di Villa Roses, Mori tampak berada di sana. Dia tampak tengah konsentrasi melalukan sesuatu untuk memagari Villa tersebut. Andre dan Mang Ujang tampak tengah terlibat percakapan serius.
"Uhm ... apa mungkin Villa ini sebaiknya saya jual saja?" kata Andre pada Mang Ujang.
"Saya sebenarnya setuju, Gan. Tapi masalahnya, kita sudah tawarkan berulang kali, dan hasilnya nihil. Entah apa yang buat Villa ini tak laku," kata Mang Ujang.
Ketika tengah terlibat dalam sebuah percakapan, tiba-tiba terdengar suara gaduh di gudang belakang. BRAK!! Tubuh Mori terpental keras dan membuat pintu gudang belakang terbuka. Mang Ujang dan Andre bergegas ke gudang belakang. Melihat Mori yang kesakitan, mereka berdua mendekatinya.
"Mori," teriak Mang Ujang.
Andre dan Mang Ujang membantu Mori untuk bangkit. Mori mencoba bangkit sambil memegangi dadanya.
"Uhuk!" Mori batuk dan muntah darah.
Dia menghela nafasnya sejenak. Dan, akhirnya dia kembali bernafas lega. Tampak keringatnya begitu deras membasahi tubuhnya.
"Andre. Ada sesuatu yang lain di Villa ini. Rupanya, akibat bermain jelangkung, banyak makhluk halus yang tertarik kemari," kata Mori.
Andre menggut-manggut. Mori yang tampak kelelahan hampir terjatuh. Melihat kondisi Mori, Andre dan Mang Ujang membawanya ke dalam Villa.
"Mori, sudah. Istirahatlah sejenak," kata Andre.
Mang Ujang segera mengambil air putih dan memberikannya pada Mori. Tak lama kemudian, terdengar suara pintu depan di ketuk. Andre langsung beranjak dan membuka pintu depan. Wajahnya tampak kaget ketika melihat Rangga.
"Kamu?" kata Andre dengan nada kaget.
Rangga tak kalah kagetnya. Dia teringat orang yang hampir menabraknya.
"Uhm ... Maaf, Om. Ada yang mau saya bicarakan mengenai kejadian ketika liburan sekolah," kata Rangga.
Sejenak Andre terkejut. Dia pandangi ketiga anak remaja itu.
"Maksudnya apa ya?" tanya Andre keheranan.
Rangga tercekat. Dia tak mampu berkata-kata. Ian akhirnya menjelaskan duduk perkaranya.
"Begini, Om. Rombongan SMA kami minggu lalu menyewa villa ini. Dan, satu teman kami yang bernama Heri diam-diam bermain jaelangkung bersama dia dan dia. Kini, Heri menghilang dan satu teman kami telah meninggal secara misterius," kata Ian mulai menjelaskan.
Andre makin kaget. Sorot matanya begitu tajam memandangi Rangga.
"Oh, jadi kalian yang bermain jaelangkung?" katanya dengan nada tinggi.
Rangga terdiam sejenak. Keberaniannya akhirnya timbul. Dia menjelaskan secara detail awal petaka itu. Setelah menjelaskan panjang lebar, barulah emosi Andre mulai reda.
"Jadi, kami kemari ingin menuntaskan apa yang telah di mulai teman kami, Heri. Saya sudah peringatkan dia, tapi dianya ngotot," kata Rangga.
Andre menatap kagum pada mereka bertiga. Dia mempersilahkan ketiga remaja itu masuk ke ruang tengah. Namun, mendadak Ian terdiam di teras Villa. Dia seperti memandangi sesuatu. Rangga menghampirinya.
"Ian, kita masuk yuk," ajak Rangga.
Ian terdiam sejenak. Dia diam sambil menatap tajam ke sebuah arah. Dia begitu fokus, hingga keringat mengucur deras. Mendadak, Ian merasa lemas, dan darah keluar dari hidungnya.
"Bhro, masuk dulu," kata Rangga sambil memapah Ian yang hampir jatuh.
Dengan susah payah, Rangga akhirnya memapah Ian ke ruang tengah. Dia dudukkan Ian di sofa. Mori yang tenanganya baru pulih langsung mengobati Ian. Dia bertanya pada Ian.
"Nak, kamu bisa lihat makhluk astral ya?" tanya Mori.
Ian hanya mengangguk. Dia membuka bajunya dan tampak ada bercak kebiruan. Mori segera mengerahkan tenaga dalamnya dan mengobati memar di dada Ian. Tampak asap keluar dari memar itu.
"Aaaargh! Sakit!!" teriak Ian.
"Tahan, Nak. Tahan ...," kata Mori sambil terus mengerahkan tenaga dalamnya.
Dan tiba-tiba Ian kembali muntah darah dan ada sebuah segumpal daging bercampur darah keluar dari mulutnya. Ian kembali lemas, namun dia bernafas lega
"Mori, dia kenapa?" tanya Andre.
"Anak ini di serang ketika menyelamatkan anakmu, Reny," kata Mori.
Andre terkejut. Dia seolah tak percaya. Mori tersenyum memandangi Ian.
"Ian, aku sudah melihatmu masuk ke alam ghaib. Anak kecil yang kamu selamatkan itu permenpuan kan?" tanya Mori.
Ian hanya mengangguk. Rangga sempat terperanjat. Dia kembali teringat perkataan Ian di tengah jalan.
"Dia adalah ayah dari anak itu, Nak," kata Mori menjelaskan sambil menunjuk pada Andre.
Setelah merasa kondisnya lebih baik, Ian akhirnya mulai menceritakan kejadian dua hari lalu.
"Kejadian dua hari lalu sebenarnya adalah sebuah kebetulan, Pak." Ian memulai ceritanya .
--- Cerita Ian ---
Ketika liburan kenaikan kelas, Ian kebetulan menginap di hotel dekat Villa Roses. Awalnya, liburan itu berjalan mulus, hingga ketika rombongan akan pulang, Ian yang satu bus dengan Rangga, Dika, dan Heri merasakan kejanggalan. Dilihatnya Heri lebih diam.
"Lho, sikap Heri kok gue rasa berbeda ya? Apa hanya perasaan gue?" bathinnya.
Namun, dia berusaha mengesampingkan perasaannya supaya siswa lain tak panik. Bus itu pun melaju ke sekolah mereka. Sesampainya di SMA, para siswa kembali pulang ke rumah masing-masing.
Dua hari berlalu. Sikap Heri semakin aneh. Dia jadi lebih pendiam, dan suka keluar malam. Suatu hari, secara tak sengaja Ian bertemu di jalan.
"Hei, Bhro. Gimana kabar Lo? kok gue lihat sejak liburan Lo kagak bikin konten lagi?" tanya Ian berusaha menutupi kejanggalannya.
Heri hanya diam sambil menatap tajam Ian. Dia hanya berjalan melewati Ian.
"Hei, Bhro. Tunggu," kata Ian sambil memegangi pundak Heri.
Dan seketika itu juga Ian melihat sesuatu yang berbeda. Dia terkejut. Segera Ian mencegatnya.
"Hei, siapa Lo?" tanya Ian dengan tatapan penuh curiga.
"Apa urusan lo sama gue?!" balasnya dengan tatapan kosong.
Deg! Ian merasa ngeri mendengar perkataan Heri. Dia kembali menatap tajam, dan hanya diam. Sejenak, mereka berpandangan.
"Minggir Lo!" bentak Makhluk dengan suara berat.
Dia dorong Ian dengan keras hingga terjatuh, dan langsung menghilang.
"Sialan! Ternyata hantu dari Villa Roses," kata Ian dalam hati.
Dan malam itu, Ian akhirnya mengetahui bahwa yang menjelma sebagai Heri adalah makhluk astral seorang wanita cantik. Dia kutit makhluk itu, dan sampailah di depan sebuah rumah mewah.
Makhluk itu masuk dan menculik Reny. Ian mengikutinya, dan sampailah dia di sebuah pohon besar di taman itu. Dengan kemampuannya, Ian bersemedi sejenak dan masuk ke alam ghaib. Ketika berjalan, dia temukan anak itu dan menolongnya.
"Dik, cepat lari ke arah sana. Biar kakak hadapi mereka," perintah Ian.
Reny segera berlari ke arah yang di tunjuk Ian. Ian segera mengambil tongkat, dan mulai menghalau serigala yang bermata merah.
"Anak muda, Minggir! Jangan halangi kami!" bentak seekor serigala.
"Tidak! Hadapi aku kalo berani!" balas Ian.
Ian mulai memainkan tongkatnya. Berbekal beladiri Wu Shu yang dia pelajari, Ian bersiap menyerang tiga ekor serigala di depannya.
"Grrrrh!" Erangan serigala itu memekakkan telinganya. Tanpa berlama-lama, tiga ekor serigala itu menyerang Ian.
Dengan lincah, Ian menghindari dan memukul kepala serigala itu. Pertempuran di sana cukup lama dan begitu sengit, dan muncullah seorang gadis cantik di sana.
"Mundur kalian, biar aku hadapi anak muda ini," kata gadis itu.
Gadis itu mengeluarkan sebilah pisau dan bersiap menyerang Ian. Awalnya, Ian unggul. Dia memukul gadis itu dengan tongkatnya dan menjatuhkan belatinya.
Namun, pertarungan berakhir ketika gadis itu mengibaskan tangannya dan membuat Ian terpental. Bruk!! Punggungnya membentur sesuatu yang keras.
"Hahahah ..., Anak muda. Sok pahlawan kamu. Serahkan anak itu," bentaknya sambil memegangi dagu Ian.
Sejenak, Ian terpana. Dilihatnya mata gadis itu memancarkan sinar merah. Gadis itu memukuli dada Ian hingga terhempas ke tanah. Ian kembali merintih kesakitan.
"Uhuk! Ugh! Perih sekali dadaku," katanya dalam hati.
Gadis itu mendekati Ian dan mencekiknya dengan kuat.
"Hihihi, kamu harus mati!" ucapnya dengan senyum menyeringai.
Ian begitu panik. Dia rasakan nafasnya begitu sesak. Ketika panik itulah, dia melihat sangkur yang di bawa gadis itu. Dengan cepat, dia ambil sangkur itu, dan menancapkannya tepat di jantungnya.
"Aaaargh!!" teriak gadis itu sambil melepaskan cengkeramannya.
Ian segera memanfaatkan kesempatan itu untuk melarikan diri, dan di berhasil keluar dari alam ghaib.
--- Cerita Ian ---
Ian menarik nafas sejenak. Dia tersenyum memandangi Andre.
"Begitulah Om ceritanya. Saya berhasil lolos malam itu, namun di malam yang sama teman kami, Dika justru meninggal," kata Ian.
Andre manggut-manggut. Dia sentuh pundak Ian.
"Terima kasih, Nak. Terima kasih kamu sudah selamatkan anak saya," kata Andre
Malam itu, mereka langsung menyusun rencana untuk menyelamatkan Heri yang ternyata masih terjebak di alam ghaib. Mori mulai menjelaskan planningnya.
"Jujur, kali ini kita harus berhati-hati. Kali ini, mereka lebih kuat dari sebelumnya," kata Mori.
Mereka semua mengangguk. Dan malam itu, setelah merapatkan rencana untuk menyelamatkan Heri, mereka langsung tidur di villa itu