Kehidupan rumah tangga Andre dan Ersa semakin harmonis. Dua tahun berlalu sejak kejadian mengerikan di Villa. Siang itu, Ersa mengajak Reny jalan-jalan di sebuah taman.
"Mama, Reny ingin pelmen," pinta Reny ketika melihat seorang pedagang makanan kecil lewat.
"Iya, Nak. Sebentar, mama panggil bapak itu," kata Ersa.
Ersa memanggil pedagang makanan kecil itu.
"Bang, beli," teriak Ersa.
Pedagang itu berlari tergopoh-gopoh mendatangi Ersa. Dengan senyum ramah, dia menawarkan jajanannya.
"Bu, mau beli apa?" tanya pedagang itu.
"Bang, ada permen?" tanya Ersa.
Pedagang itu mengambil beberapa permen dengan aneka rasa dan memberikannya pada Ersa
"Ini, Bu. Ada rasa jeruk, strawberry dan nanas," kata pedagang itu.
Ersa tanpa berfikir membeli semuanya. Setelah pedagang itu pergi, Ersa membuka bungkus sebuah permen dan memberikannya pada Reny.
"Nak, ini permen buat kamu," kata Ersa memberikan permen itu.
Reny tersenyum manis. Dia langsung mengambil permen itu dan memakannya. Keceriaan gadis kecil itu begitu menghibur Ersa.
Namun, di tengah kegembiraan Ersa, tiba-tiba Reny tampak ketakutan. Dia bersembunyi di balik badan ibunya.
"Ma, Reny takut ...," katanya dengan suara lirih.
Ersa keheranan. Dia pandangi anaknya yang tampak ketakutan.
"Sayang, kenapa? Apa yang buat kamu takut?" tanya Ersa.
"Ma, jangan pelgi ke cana. Ada olang jahat," kata Reny sambil menatap ke sebuah tempat.
Ersa menatap sudut taman itu. Dilihatnya, sudut taman itu baik-baik saja. Dia keheranan.
"Sayang, kamu lihat apa?" tanya Ersa.
"Ma, Leny takut. Leny takut cama tante jahat," kata Reny sambil menunjuk suatu pohon besar di tempat itu.
Ersa makin penasaran. Dia hendak melangkah, dan kakinya secara tak sengaja menginjak sebuah cermin. "Prak!!" terdengar suara cermin yang pecah terinjak sepatu Ersa.
Ersa memungutnya. "Cermin antik? koq bisa ada di sini?" pikirnya.
"Ma, Leny mau pulang ... ayo, Ma. Leny takut," pinta Reny sambil menarik celana Ersa.
Ersa segera membuang cermin itu dan buru-buru membawa pulang Reny. Sesampainya di rumah, sikap Reny mengalami perubahan. Dia seolah hilang keceriaannya. Reny lebih banyak termenung sendirian di kamarnya.
Waktu terus berjalan, dan sore itu Andre yang baru pulang dari kantor di sambut dengan pelukan hangat Ersa.
"Pa, bagaimana pekerjaan di kantor?" tanya Ersa pada Andre.
"Syukurlah, Ma. Pekerjaan papa lancar. Oh ya, kemana putri kecil kita?" tanya Andre dengan senyum manis.
"Ada, Pa. Sebentar ya mama panggil dia," kata Ersa sambil membawakan tas kerja suaminya ke kamar.
Sementara Ersa memanggil Reny, Andre yang begitu penat bekerja langsung duduk di sofa sambil mengendorkan dasinya dan membuka jas yang dia kenakan.
"Uhft! Hari ini begitu melelahkan," bathinnya.
Sejenak, Andre memejamkan matanya sambil menikmati empuknya sofa yang dia duduki. Rupanya di meja ada secangkir teh. Andre langsung meminumnya. Dan, tiba-tiba di meja itu ada sebuah cermin antik yang pernah dia lihat.
"Lho, cermin ini? Kenapa ada disini?" bathinnya.
Andre teringat akan Dewi, sosok astral yang pernah dia kenal di Villa Roses. Andre memungut cermin itu dan melihatnya.
"Lho, bukannya cermin ini milik Dewi? Kenapa ada di sini?" bathinnya sambil melihat cermin antik itu.
Andre yang tengah asyik melihat cermin antik itu tak menyadari jika Ersa dan Reny sudah di depannya. Ersa tampak terlejut melihat cermin yang tadi di temui di taman.
"Papa? Itu cermin darimana?" tanya Ersa dengan nada terkejut.
Andre terkejut..Dia pandangi Ersa yang menatapnya dengan wajah keheranan.
"Entahlah, Ma. Tadi ada di meja. Tepat sebelah cangkir teh papa," kata Andre.
Reny tampak ketakutan. Dia kembali bersembunyi di belakang ibunya. Andre begitu heran melihat sikap Reny yang ketakutan.
"Nak, ini papa. Kenapa kamu takut?" tanya Andre.
"Pa, ada Tante Jahat," kata Reny sambil menatap ke belakang Andre.
Andre keheranan. "Tante jahat? Siapa itu, Nak?"
Reny menunjuk ke cermin yang dipegangnya.
"Itu, Pa. Itu ...," katanya dengan nada ketakutan .
Naluri ayahnya pun muncul. Andre kembali teringat ketika Dewi mengurung Shirley dengan cermin yang sama. Tanpa berkata-kata, Andre langsung pergi keluar dan membuang cermin itu di tong sampah depan rumahnya.
Andre kembali masuk ke dalam rumah dan menemui putrinya.
"Nah, Reny. Papa kangen. Beri pelukan ke papa dong," rayu Andre pada putrinya.
Reny mendekati Andre dan memeluknya erat-erat.
"Ugh! Anak papa yang cantik," kata Andre dengan senyum manis sambil mencium pipi putrinya.
Ersa tersenyum melihat Reny yang begitu dekat dengan ayahnya.
"Pa! Mama masak sup merah kesukaan papa. Kita makan malam yuk," ajak Ersa.
"Owh, papa sudah tak sabar. Kebetulan papa sengaja tak makan di luar supaya bisa terus nikmati masakan mama," kata Andre dengan nada mesra sambil mencium kening istrinya.
Ersa menggandeng mesra Andre yang tengah menggendong Reny. Mereka menuju ke meja makan di ruang tengah dan makan bersama.
Waktu terus merayap. Malam hari telah tiba. Ersa tengah membaca dongeng sebelum tidur untuk putrinya. sambil berbaring di samping putrinya, Ersa tampak membacakan buku tentang si kancil.
"Suatu hari, si kancil yang cerdik tengah mencari air. Ketika di sebuah sungai, dia bertemu dengan buaya yang jahat," kata Ersa membacakan dongeng untuk putrinya.
Ersa menutup bukunya sejenak, dan menirukan suara buaya yang jahat.
"Huahahaha ... ada makanan lezat. Hei, kancil. Sebukatkan permintaan terakhirmu sebelum aku santap." Ersa memberatkan suaranya ketika menirukan dialog buaya.
Reny tersenyum melihat Ersa yang menirukan dialog buaya.
"Oh, Buaya yang agung. Jangan makan dagingku. Kemarin aku keracunan, nanti kau mati." Ersa membuat suaranya seperti anak kecil yang ketakutan ketika meniruka. dialog Kancil.
Ersa kembali membacakan dongeng itu hingga selesai. Ketika telah selesai membacakan dongeng itu, Reny sudah tertidur.
"Selamat malam, Nak. Mimpi yang indah ya," kata Ersa dengan suara lirih sambil.mencoum kening putrinya.
Dia rapatkan selimutnya, dan menutup pintu kamar anaknya. Ersa pergi ke tuang tengah dan menemui Andre. Rupanya, Ersa mulai khawatir dengan adanya cermin tua itu
"Pa, cermin tadi yang papa buang sebenarnya mama temukan di taman. Tapi, tadi kacanya pecah. Tapi, koq bisa kembali utuh ya, Pa?" kata Ersa dengan nada khawatir.
Andre sejenak terkejut. Dia menatap Ersa dengan wajah cemas.
"Jadi, itu cermin mama temukan di taman?" tanya Andre.
"Iya, Pa. Tapi Mama gak bawa kemari. Tadinya mama sudah membuangnya," kata Ersa.
Deg! perasaan Andre mulai resah. Dia merasa was-was dengan keselamatan Reny. Andre kembali memandangi Ersa dengan wajah serius.
"Ma. Papa ingat dengan cermin itu. itu cermin milik Dewi, makhluk astral yang pernah papa kenal di Villa Roses," kata Andre.
Mendengar perkataan Andre, Ersa kembali teringat dengan dua sahabatnya yang telah tiada.
"Pa, Mama jadi takut. Mama masih ingat bagaimana ketiga sahabat kita jadi korban, dan terakhir Frans," kata Ersa ketakutan.
Andre terdiam sejenak. Dia mendengar ada suara aneh di kamar Reny. Karena khawatir, Andre langsung beranjak dari duduknya. Ersa yang terkejut langsung menyusul Andre yang berjalan ke kamar Reny.
"Pa, apa yang terjadi?" tanya Ersa yang tampak panik.
"Ssst! Papa dengar ada suara aneh di kamar putri kita. Semoga putri kita baik-baik saja," kata Andre berbisik.
Ketika mereka di depan pintu kamar Reny, terdengar teriakan Reny.
"Kyaaa!!! Papa ... Mama ... tolong!!!" teriakan itu begitu nyaring.
Ersa dan Andre segera membuka kamar putrinya, dan mereka mendapati Reny telah hilang, dan cermin antik yang tadi di buang Andre ternyata sudah berada di tempat tidur putrinya.
"Pa, Reny kemana?" teriak Ersa menangis histeris.
"Reny! Reny! kemana kamu?!" teriak Andre yaang begitu panik.
Andre membuka semua lemari dan closet do kamar putrinya, namun mereka tak menemukan Reny.
"Pa! Reny kemana, Pa? Mengapa ini harus terjadi?!" kata Ersa di tengah tangisnya yang histeris.
Ersa menangis bersimpuh di sebelah tempat tidur Reny. Dia begitu sedih dan histeris kehilangan putrinya. Andre yang begitu panik berusaha keras menenangkan dirinya. Dia keluar dari kamar putrinya, dan berfikir keras.
"Uhm ... bagaimana ini? Aku harus temukan putriku. Tapi, bagaimana caranya?" bathinnya.
Andre yang kebingungan tampak mondar mandir. Akhirnya, dia teringat akan Mori. Andre segera menghubungi Mang Ujang untuk memanggil kembali Mori.