Chereads / Misteri Sebuah Cermin / Chapter 8 - AKHIR TEROR SHIRLEY

Chapter 8 - AKHIR TEROR SHIRLEY

Shirley yang kesakitan mencoba mencabut pisau yang menancap di dadanya.

"Argh!! Pisau ini … ," Shirley merintih kesakitan ketika mencabut belati itu.

Tampak api kecil di bekas lukanya. Tenaganya melemah.

"Ugh!! Pisau ini melemahkanku," bathin Shirley.

Dia berusaha merebut cermin itu dari Dewi.

"Dewi, serahkan cermin itu!" bentaknya.

"Tidak, Shirley. Kamu harus pergi ke alammu," balas Dewi menghempaskan Shirley.

Ketika Shirley terhempas, Dewi kembali mengarahkan cermin itu ke wajah Shirley. Shirley menjerit kesakitan, dan tampak cahaya hitam keluar dari cermin. Cahaya hitam itu makin banyak dan membentuk sebuah sosok berbaju gelap dengan membawa sebuah kapak besar seperti penjagal yang menarik paksa Shirley masuk ke dalam cermin emas itu.

Tak begitu lama kejadian itu berlangsung, dan Shirley pun akhirnya masuk ke dalam cermin emas yang di pegang Dewi. Dia segera memecahkan cermin itu dan menginjaknya.

"Dewi?" Andre terkejut melihat Dewi kembali.

Dewi mendatangi Andre. "Andre, aku tadi terhalang, dan harus kembali untuk menyelesaikan urusanku dengan Shirley. Aku sekarang sudah bebas. Terima kasih, Ndre kamu telah membantuku," kata Dewi.

Dewi kembali mendatangi Mori. Dia hanya tersenyum menatap Mori dan menghilang.

Ersa yang baru siuman dari pingsannya mendatangi Andre.

"Ersa, semuanya sudah berakhir. Kita harus kembali sekarang," kata Andre.

Mori mendekati Andre. "Ndre, Reza sudah tiada."

"Reza?" Andre terkejut.

"Iya, Ndre. Reza tiada. Kita tak bisa membawanya kembali ke dunia kita," kata Mori.

"Lalu, bagaimana Frans?" tanya Andre.

"Frans masih hidup, tapi terluka parah. Vero dan Rachel juga sudah tiada. Kata Dewi, nanti jasad mereka semua akan di temukan di jurang," kata Mori.

Mori yang telah berhasil mengumpulkan kembali kekuatanhya membentuk sebuah lingkaran. Dia letakkan lilin di tengah lingkarran.

"Frans, Andre, Ersa, ayo kita bentuk lingkaran. Waktu kita tak banyak. Pejamkan mata kalian." kata Mori.

Mereka segera membentuk lingkaran. Mori membaca sebuah mantra. Tampak cahaya putih menutupi mereka, dan. Mereka pun sudah kembali ke dunia mereka. Andre perlahan membuka matanya. Dia melihat, cermin tua yang tadinya sempat menghisap Frans dan Reza pecah.

"Nak Andre," sapa Mang Ujang.

Andre menoleh. Dia bangkit, dan memeluk Mang Ujang. "Den, syukurlah Aden selamat," kata Mng Ujang.

Mori mengajak Frans dan Ersa untuk keluar dari ruangan itu. Frans dan Ersa tampak sedih, karena Vero, Rachel dan Reza tak selamat.

"Mang ujang, Reza, Vero dan Rachel tak selamat. Mereka terjatuh di jurang, dekat hutan," kata Andre.

Mang Ujang dan Bu Siti merasa sedih mendengrnya. Mereka buru-buru menghubungi polisi. Tak lama kemudian, Polisi datang. Andre dan Mori menunjukkan lokasi yang di maksud.

"Pak, saya temukan jasad di tepi sungai," kata seorang petugas Polisi.

Jasad Rachel dan Vero di temukan di tepi sungai. Mereka segera membawanya. Frans yang melihat jasad Rachel tak kuasa menahan tangisnya.

"Rachel! … Mengapa begitu cepat kau pergi?" teriak Frans menangis histeris.

"Frans, sudah. Relakan kepergian Rachel," kata Andre menenangkannya.

Ersa tak kuasa menahan air matanya melihat jasad Vero dan Rachel yang di bawa petugas. Dia memandangi jasad sahabatnya.

"Vero, Rachel. Semoga kalian dapat tempat terbaik di sisi-Nya," kata Ersa.

Ada bekas luka di kaki dan tangan keduanya. Polisi segera melakukan olah TKP. Polisi menemukan bekas tanah yang ambles dan menyebabkan keduanya jatuh ke dalam jurang.

"Rupanya dua korban ini saling berkejaran di hutan, dan mereka berdua terperosok ke dalam jurang," kata Polisi menyampaikan kesimpulannya.

"Pak, lapor. Saya menemukan satu junazah lagi," kata seorang petugas polisi yang lain.

Dia menunjukkan lokasi itu. Dan, ternyata jasad Reza di temukan di tengah hutan. Wajahnya penuh luka, dan perutnya robek.

Polisi kembali melakukan olah TKP. Dia menanyai penduduk sekitar, dan juga Mang Ujang. Polisi mengambil kesimpulan, bahwa Reza tewas karena di serang sekelompok babi hutan yang banyak berkeliaran di hutan.

"Baiklah, jasad ketiganya akan kami bawa ke rumah sakit untuk di visum, selanjutnya kami serahkan ke keluarga masing-masing," kata seorang petugas polisi.

Sepeninggal petugas, Frans masih tak kuasa menahan tangisnya. Setelah kembali ke dalam Villa, Mang Ujang dan Bu Siti membereskan ruangan yabg selama ini tertutup. Dia bersihkan bekas pecahan kaca dan potongan kayu.

"Semoga, Villa ini sudah aman," kata Mang Ujang.

"Iya, kalo Villa ini aman, Den Andre bisa menyewakannya," kata Bu Siti.

Setelah kejadian itu, Andre dan temannya langsung kembali ke Jakarta.

Sebulan kemudian, setelah berhasil melalui kejadian itu, Andre memutuskan untuk menyewakan Villa warisan Paman Victor. Uang hasil penyewaan Villa itu sebagian di berikan pada Mang Ujang dan Bu Siti, sisanya dia gunakan untuk berbagai keperluan.

Ersa dan Andre akhirnya menikah. Frans yang diundang tampak hadir dengan wanita lain.

"Andre, selamat ya atas pernikahanmu," kata Frans.

"Terima kasih, Frans." Andre tersenyum dan menjabat tangan Frans.

"Oh ya, kenalkan. Dia Siska, tunanganku," kata Frans memperkenalkan wanita yang bersamanya.

Siska tersenyum ramah pada Andre dan Ersa. Dia berjabat tangan, dan memeluk hangat Ersa. "Selamat ya atas pernikahannya."

"Terima kasih, Sis. Kapan kamu nyusul?" tanya Ersa pada Siska.

"Bulan depan kami menikah. Kalian datang ya," kata Siska.

Frans memberikan undangan pernikahannya pada Andre. Andre membacanya, dan tampak senyum mnisnya.

"Selamat, ya Frans," kata Andre sambil menyentuh pundak Frans.

Mereka akhirnya berfoto. Beberapa kali, juru foto memotretnya. Proses pemotretan tampak berjalan lancar.

"Ok, tolong dong si wanita memeluk lebih hangat," kata san foto mengarahkan Ersa.

Ersa memeluk Andre lebih hangat. Dan beberapa jepretan pun dilakukan. Baru pada sore harinya, resepsi pernikahan itu selesai.

Malamya, Andre dan Ersa tengah berdua di kamar pengantin. Mereka begitu bahagia menghabiskan malam berdua.

"Sayang, aku tak sabar nih menanti foto kita jadi," kata Ersa.

"Iya, aku juga tak sabar," balas Andre.

Mereka saling berpelukan di kamar itu.

"Sayang, aku lelah. Kita tidur dulu, yuk," ajak Andre.

Ersa hanya tersenyum mengangguk. Dia segera berganti pakaian tidur, dan menemani Andre yang tengah menunggunya. Dan dengan suka cita, mereka menikmati malam pertama mereka.

Seminggu kemudian, setelah pernikahannya, Andre dan Ersa melihat hasil foto pernikahannya. Namun, Ersa terkejut. Dia menunjukkan hasil foto pernikahannya pada Andre.

"Loh, bagaimana bisa begini?" kata Andre terkejut.

Dia menghubungi juru foto pernikahannya.

"Halo, Mas Pram?" sapa Andre pada tukang foto yang di sewanya.

"Iya, Pak Andre," balas Pram melalui telepon.

"Ini koq foto pernikahan saya jadi aneh gini? Padahal sudah mau kami bagikan ke kerabat," kata Andre menjelaskan.

"Uhm ... panjang ceritanya. Mending saya jelasin di rumah bapak saja. Setelah ini saya langsung ke sana," balas juru foto itu.

"Oke, saya tunggu," balas Andre.

Telepom pun di tutup. Dan, sekitar sepuluh meniy kemudian, Juru foto itu akhirnya datang. Dia membawa kamera yang dia gunakan dan sebuah laptop. Di ruang tamu, Andre dan Ersa mulai menjelaskan keanehan foto pernikahannya.

"Mas, kalian ingat kan, foto aku ini hanya empat orang, tapi koq jadinya ada tambahan tiga orang lainnya?" tanya Andre.

"Nah itu dia, Pak Andre. Saya awalnya ragu untuk menyerahkan foto-foto ini. Biasanya, setelah dua hari saya serahkan. Ini lebih lama dari biasanya, Pak Andre.

Saya berulang kali mengedit, hasilnya tetap begini. Ini foto aslinya, masih saya simpan di kamera," kata Juru foto itu sambil menunjukkan foto yang tersimpan di memory kameranya.

Andre dan Ersa memandangnya, dan mereka terkejut. Andre baru tetingat, hari itu adalah 40 hari meninggalnya Vero, Reza dan Rachel. Dalam foto itu, tampak Reza, Vero dan Rachel tersenyum di hari pernikahan Andre dan Ersa.

"Ya sudah, Mas. Gak apa-apa, terima kasih," kata Andre tersenyum manis.

Siang itu, Andre dan Ersa mengunjungi makam Reza, Vero dan Rachel. Kebetulam makam itu ada di satu komplek area pemakaman. Mereka berdua mendoakan ketiga sahabatnya yang telah meninggal. Rasa sesal tampak pada Andre.

"Rachel, Vero, Reza. Andai liburan itu di tempat lain, aku pasti akan lebih bahagia dengan kehadiran kalian," kata Andre yang tak kuasa menahan air matanya.

"Sayang, tenangkan dirimu. Ikhlaskan mereka," kata Ersa.

Ersa memandangi ketiga pusara itu. "Kami janji, sampai kapanpun akan mendoakan kalian supaya tenang di alam sana."

Mereka berdua menabur bunga di atas pusara ketiga sahabatnya. Setelah selesai, mereka akhirnya pergi dan merajut masa depan mereka di kehidupan yang baru.