Chereads / Annethaxia Luo Putri Negeri Salju / Chapter 4 - 004 Hidup Baru

Chapter 4 - 004 Hidup Baru

"Bisa dikatakan demikian—dunia lain, tapi kami bukan jin."

"Dan, ya, kami memiliki kekuatan yang bisa kalian sebut sebagai sihir, meski itu bukan sihir yang sebenarnya," wanita itu menjelaskan.

Jacob kembali menutup pikiran lancangnya yang berhasil lolos.

Bibirnya perlahan membuka, berniat mengucapkan sesuatu, namun ditelan kembali.

"Aku memanggilmu, untuk meminta bantuan."

Pernyataan yang lugas dari wanita itu membuat Jacob spontan mendongak dan menatap wajah cantik itu kembali. Sialnya, kecantikannya membuat Jacob tidak bisa berpikir dengan baik.

'Dipanggil', katanya? Semacam panggilan yang serupa video call dari salah satu aplikasi ponsel pintar, begitu?

Hanya saja, ini versi yang bisa memindahkan wujud orang yang dipanggil, muncul secara nyata? Pikiran Jacob berkelana liar. Masih belum memahami situasi apa yang tengah di hadapinya.

Sebelum wanita itu menerangkan maksudnya, Jacob menyela lebih dahulu.

"Tunggu!!" Jacob mengangkat tangan kanannya.

"Kita berdua belum berkenalan dengan benar. Aku pria asing, dan kau wanita asing yang entah bagaimana mengetahui namaku." Bergantian, Jacob menunjuk dirinya dan wanita di hadapannya.

"Di awal, kau bilang, aku telah bersikap tidak sopan. Lantas yang kau lakukan ini apa namanya?" Jacob mengucapkannya dengan satu tarikan napas, tanpa jeda, dan cepat.

Wanita itu kemudian menundukkan pandangan. Sedikit membungkukkan badannya. Dan berkata, "Maafkan atas kelancanganku, Tuan Jacob Mandel."

"Namaku Annethaxia Luo." Wanita itu memperkenalkan namanya, tanpa mengungkap jati dirinya.

Masih dengan setengah membungkuk. Wanita bermarga Luo itu melanjutkan perkataannya.

"Perkenankan aku meminta bantuanmu, Tuan Mandel." Jacob, mendengar marganya yang disebutkan, menjadi merasa tersanjung. Kemudian tertawa kecil.

"Tuan, mungkin sulit memahami situasi ini. Aku akan menjelaskan dengan cepat." Annethaxia menjeda ucapannya sebentar, memastikan Jacob memfokuskan dirinya untuk mendengarkan permohonannya.

"Kerajaanku dilanda kekacauan. Putri bungsu kerajaan kami yang akan berulang tahun, telah menjadi sasaran orang-orang yang tidak menginginkan penerus dari Raja kami."

"Beberapa orang kepercayaan di istana telah membelot, berkhianat."

"Saat kau terbangun, temukanlah seorang wanita yang serupa dengan kaummu."

"Tolong selamatkan dia. Mungkin, dia akan sedikit hilang akal. Namun, hanya sementara. Setelah semuanya siap, dia akan mengingat semuanya."

Annethaxia mengakhiri perkataannya. Kesempatan itu Jacob gunakan untuk bertanya, "Dan, di manakah aku harus mencari wanita yang dimaksud itu?"

Annethaxia tersenyum. Kemudian menjawab, "Di tempat pijakan pertamamu, sebelum aku menarikmu ke sini."

Belum Jacob bertanya lebih lanjut, tempat apa yang dimaksud, suara dentuman keras terdengar tiba-tiba dari tempat yang dekat dengannya.

Jacob menoleh untuk melihat suara apa itu. Dan ketika ia mengalihkan pandangannya kembali, Annethaxia sudah tidak berada di tempatnya.

Wanita itu menghilang begitu saja, seperti saat kemunculannya.

Jacob terlihat gusar. Ia bahkan belum bertanya siapa nama wanita yang harus ditolongnya. Ciri-cirinya, dan lain-lain.

Ah! Benar-benar mimpi yang aneh dan menyusahkan. Pikirnya.

Dentuman serupa kembali terdengar, Jacob memejamkan matanya dan menajamkan indra pendengarannya.

Lama-lama, suara dentuman itu beralih menjadi suara ketukan. Ketukan yang berirama. Serupa dengan ketukan bibi Lee, ketika mengetuk pintu kamarnya.

Seketika Jacob membuka matanya.

Jacob telah kembali berada di dalam kamar pribadinya, berbaring di atas ranjang yang empuk.

Ternyata ia benar-benar telah bermimpi. Mimpi yang terasa nyata. Dan bibi Lee membangunkannya, pastilah telah tiba waktu makan malam bersama ibunya.

Jacob bergegas beranjak dari tempat tidurnya, meraih kemeja flanelnya dan terburu-buru mengenakannya.

"Jacob? Apa kau sudah bangun?" Suara khas bibi Lee terdengar bersamaan dengan berakhirnya suara ketukan di pintu kamarnya.

"Sudah. Sebentar aku menyusul, Bibi Lee," sahut Jacob yang masih mengancingkan dua lubang terakhir kemejanya. Menyisir rambutnya yang hampir sebahu dengan ke dua tangannya.

Kemudian berjalan menuju pintu kamarnya. Di baliknya, ada bibi Lee menanti dengan senyuman.

"Nyonya Jen sudah menantimu dari tadi," bibi Lee mengingatkan.

"Terlambat berapa menitkah aku, Bibi Lee?" Jacob bertanya sambil melangkahkan kakinya lebar-lebar. Tidak ingin melewatkan barang satu menit pun atas keterlambatannya.

"Sekitar lima belas menit, Nak. Dan kau harus mulai memikirkan rayuan jitu untuk ibumu." Bibi Lee mengucapkannya sambil tersenyum.

Wanita yang dipanggil bibi Lee itu tahu, majikannya tidak akan marah hingga berlarut-larut, jika Jacob berhasil merayunya. Wanita tua itu, hanya ingin merajuk sesaat, mencari perhatian putra bungsunya.

Sekitar lima menit kemudian, Jacob tiba di ruang makan.

Benar yang dikatakan bibi Lee. Jen, sang ibu telah menantinya di meja makan. Dengan raut wajah tertekuk. Tidak senang dengan keterlambatan putranya, menemaninya makan malam.

"Maafkan Jacob, Mom. Jacob tertidur lebih lama." Jacob mengucapkan permintaan maafnya seraya memeluk dan mencium ke dua pipi wanita kesayangannya.

Jen, meresponnya dengan mendengus dan membuang muka.

"Lelakiku sudah bosan dengan mommynya. Sehingga membiarkannya menunggu, hidangan menjadi dingin," lirih Jen.

Jacob tersenyum. Ia tahu, ibunya mulai merajuk.

Jacob melepaskan pelukannya, kemudian mengambil tempat duduk di sebelah ibunya.

"Berhentilah merajuk, Mom. Aku punya kejutan istimewa untuk Mommy, besok." Jacob memulai aksinya. Dengan membuat sang ibu penasaran terlebih dahulu.

"Kejutan apa?" selidik Jen, melupakan kekesalan di hatinya sesaat lalu.

"Jika kuberitahu sekarang, namanya bukan lagi kejutan, Mom," goda Jacob. Membuat Jen, wanita tua yang masih terlihat cantik itu mendengus.

"Baiklah. Janji besok harus ditepati. Jika tidak, kau akan mendapatkan hukuman." Jen, menatap tajam. Kebiasaan wanita itu jika sedang mengintimidasi putranya.

Ancaman Jen membuat Jacob terbahak.

"Ya, hukumlah sesuka Mommy. Tapi sebelum itu, kita makan malam dulu." Jacob membalik piring milik ibunya dan mengisinya dengan menu makan malam yang telah dipersiapkan bibi Lee dan para pelayan di rumah.

Mereka pun menikmati makan malam dengan suka cita. Jacob berusaha keras untuk selalu menyenangkan ibunya. Satu-satunya keluarga yang tersisa dalam hidupnya, selain Javier, sang kakak.

*

Selepas makan malam, Jacob mengantar ibunya menuju kamar pribadinya, memastikannya tidur dengan nyaman. Menyelimutinya, dengan selimut yang tebal agar tidak diterpa dinginnya udara malam. Kemudian mengecup keningnya. Yang dahulu biasa dilakukan oleh ibunya, saat menidurkan Jacob kecil.

"Apakah kakakmu sudah menghubungimu?" Jen bertanya sebelum Jacob meninggalkan kamarnya.

"Belum, Mom. Kurasa kak Jav—panggilan akrab untuk kakaknya—sedang sibuk."

"Sesibuk apa, hingga lupa menghubungi ibunya. Tidak memberi kabar pada wanita tua ini."

"Tidak bisa mengenalkan menantu wanita, setidaknya kakakmu bisa menyapa wanita yang telah melahirkannya, dengan pulang ke rumah."

Perkataan terakhir ibunya, membuat Jacob bersedih hati.

"Mom." Jacob kehabisan kata-kata. Apa yang harus diucapkannya, untuk menghibur hati ibunya.

"Tidurlah yang nyenyak. Mimpi indah. Besok aku janji akan membuat Mommy tersenyum bahagia." Janji Jacob setidaknya membuat sudut bibir ibunya terangkat.

"Kau memang anak yang berbakti. Entah bagaimana jadinya diriku ini dan peninggalan—peternakan dan perkebunan—mendiang ayahmu, jika kau tidak ada." Jen kemudian menutup matanya.

Jacob menunggunya beberapa saat, hingga terdengar napas teratur ibunya, barulah Jacob meninggalkan kamar Jen. Menutup perlahan pintu kamarnya.

Jacob kembali ke kamarnya, dan mulai berpikir keras tentang sesuatu. Hal yang bisa jadi akan menjadi awal hidup barunya. Lama berpikir membuat Jacob lelah dan akhirnya tertidur pulas.