Jacob tertegun mendengar penjelasan dokter Xana yang sangat panjang. Sedikit merasa bersalah, karena tanpa sengaja membiarkan gadis itu berjalan mengikuti Jacob di belakang kudanya.
Bisa jadi sekitar dua jam ia telah mengikutinya. Merasa bodoh, karena terlambat menyadari keberadaan gadis itu.
Meski, bukan sepenuhnya apa yang menimpa gadis itu adalah kesalahannya. Gadis itu sendiri yang mengikutinya.
Hei! Gadis aneh itu, kan, bisa saja memanggilnya. Mengapa tidak ia lakukan?! Ucap sebuah suara di dalam hatinya, mencoba menghilangkan rasa bersalah.
"Apakah di rumah ini tidak ada pendingin ruangan?" Ucapan dokter Xana mengembalikan fokus Jacob, yang tadi sempat berkelana.
"Ada, tapi tidak di ruang tamu ini. Kenapa?" jawab Jacob.
Dokter Xana meletakkan pena yang digunakannya untuk menulis resep dan memberikannya pada Jacob.
"Pertolongan pertama bagi pasien hipertermia adalah beristirahat dengan berbaring di ruangan yang sejuk dan memiliki aliran udara yang baik."
"Dengan kipas angin atau pendingin ruangan, bisa mempercepat penurunan suhu. Suhu gadis ini hampir melewati 42 derajat Celcius."
"Kemudian melonggarkan pakaian yang ketat, termasuk kaus kaki dan sepatu. Kau bisa meminta salah satu pelayan wanitamu untuk mengganti pakaian gadis ini."
"Sekalian mintakan pelayanmu mengompres kepala, leher, muka, menggunakan air dingin."
"Dan ini, adalah resep untuk membuat larutan elektrolit. Berikan segera setelah gadis ini siuman." Dokter Xana mengakhiri penjelasannya dan berpamitan.
Jacob memerintahkan empat pelayan wanitanya untuk memindahkan gadis itu ke kamarnya sendiri. Menggantikan pakaiannya, mengompresnya dengan air dingin, dan membuatkan minuman elektrolit, sesuai petunjuk dokter Xana.
Di rumah ini, ada lima kamar yang bisa digunakan, namun hanya dua kamar yang dipasangkan pendingin ruangan.
Kamar Jen dan kamar Jacob. Sedangkan kamar Javier dibiarkan begitu saja, tanpa pendingin ruangan atau kipas angin, meski setiap hari selalu rutin dibersihkan.
Jacob mengantar dokter Xana hingga pintu depan sambil berkonsultasi, apa yang harus ia lakukan setelah gadis itu tersadar.
"Saranku, temui ibumu, katakan padanya ada seorang gadis yang kau bawa pulang ke rumah ini." Jacob tertegun dengan ucapan dokter Xana. Saran apa itu?
Mengetahui apa yang ada di pikiran Jacob, dokter Xana melanjutkan, "Karena kau harus mengurus gadis itu, setidaknya hingga besok. Kecuali, kau tahu di mana rumah gadis itu tinggal."
"Kita berdua tahu, Karaskas desa kecil, hampir semua penduduknya mengenal satu sama lain. Dan gadis itu ...." Dokter Xana sengaja menggantung perkataannya.
Jacob mengangguk, paham, tanpa wanita paruh baya itu melanjutkan perkataannya.
Ia pun kembali ke dalam rumahnya, memastikan kondisi gadis itu.
*
Negeri Salju, beberapa waktu sebelum perayaan ulang tahun putri bungsu Raja Luo. Annethaxia Luo.
Tampak dua puluh tiga wanita berjalan terburu-buru dengan pakaian kebesarannya. Sebuah gaun panjang dari bahan velvet, berwarna putih keperakan dengan hiasan batu permata di bagian atasnya.
Mereka berjalan menuju arah yang sama. Dipandu oleh seorang pengawal kepercayaan sang Raja. Menghindari kekacauan yang ada di luar istana.
Tinggal tiga hari lagi ulang tahun putri bungsu Raja Luo akan digelar, sekaligus pengumuman pernikahan putri bungsu mereka dengan calon pasangannya, yang akan diresmikan di hari yang sama.
Raja dan Ratu telah sepakat dengan calon yang akan disandingkan dengan putrinya. Seorang bangsawan dengan kultivasi sudah mencapai level 6.
Kekacauan tidak dapat lagi dibendung, para pembelot berhasil menghasut rakyat untuk melakukan pemberontakan dan meminta keadilan.
Mereka menuntut agar Raja dan Ratu yang tidak memiliki keturunan laki-laki, turun dari tahtanya. Dan menyerahkan kerajaan itu kepada penerus yang lain, yang memiliki keturunan laki-laki.
Mereka terhasut agar tidak mau menerima kerajaannya dipimpin oleh seorang Ratu di kemudian hari, jika Raja Luo XXV turun tahta.
Roweena Luo, kakak tertua menghentikan langkahnya, ketika menyadari Annethaxia Luo tidak ikut bersama mereka.
"Di mana Annethaxia?!" Suaranya yang keras, seketika menghentikan langkah saudari-saudarinya dan juga pengawal mereka.
"Aku akan kembali, dan mencari adikku." Roweena berbalik arah, namun tindakannya dihentikan pengawalnya.
"Tuan Putri sebaiknya berjalan terus menuju tempat yang aman. Biarkan bagian mencari adik Tuan Putri, hamba yang mengerjakan." Pengawal itu berbicara seraya menundukkan pandangan.
Adalah hal terlarang, bagi kasta di bawah keluarga kerajaan dan bangsawan melihat wajah kasta di atasnya.
Roweena mengangguk tanda setuju. Mereka pun berpisah. Roweena dan ke dua puluh dua saudarinya melanjutkan langkah mereka menuju tempat yang aman.
Sebuah tempat yang sengaja dibangun dengan kekuatan tingkat tinggi, yang hanya bisa ditemukan dan dimasuki oleh keluarga kerajaan dan keturunannya.
Sementara sang pengawal kepercayaan Raja berbalik arah untuk mencari putri bungsu sang Raja.
Pengawal bernama Salman itu menemukan putri bungsu sang Raja berada di tepi danau.
Berdiri bersama seorang wanita, yang tidak Salman kenali, karena wanita tersebut membelakanginya.
Salman melihat sang putri berbincang-bincang dengan wanita asing itu. Terlihat mengangguk. Saat Salman hampir mendekati posisi mereka berada, sesuatu yang tidak diduga oleh Salman terjadi pada tuan putrinya.
Sang putri didorong oleh wanita asing itu ke dalam danau!
Salman segera berlari hendak menolong sang putri. Namun, saat ia tiba di tepi danau, dan melihat siapa wanita yang mendorong sang putri, Salman terdiam sepersekian detik, kemudian menundukkan pandangannya.
Wanita itu adalah Annethaxia Luo, putri bungsu sang Raja. Salman masih menundukkan pandangannya, melirik ke arah danau.
Tidak ada riak air di sana.
Salman lantas berpikir, penglihatannya menipunya.
Mungkinkah yang ia lihat tadi—sang putri bungsu Raja didorong ke danau—hanyalah ilusinya?
Jika itu nyata, lalu mengapa sang putri ada di tepi danau?
"Kau mencariku, Salman?" Suara sang putri, Annethaxia, membuyarkan pikirannya. Salman masih menundukkan pandangnnya, kemudian membungkuk.
"Iya, Tuan Putri. Mohon Tuan Putri berjalan di depan hamba." Salman memberi isyarat tangan, agar Annethaxia berjalan di depannya. Sang putri mengikuti.
Pada langkah ke tiga, Annethaxia berhenti tiba-tiba, dan membalikkan badannya, hingga berhadapan dengan Salman. Salman yang terkejut, menghentikan langkahnya dan lekas menundukkan pandangannya.
"Salman,"
"Ya, Tuan Putri."
"Apa yang kau lihat di tepi danau tadi?" Salman terdiam beberapa saat, ragu-ragu untuk menjawab pertanyaan sang putri.
"Maafkan hamba, Tuan Putri. Hamba tidak yakin." Mendengar jawaban Salman, sang pengawal kepercayaan ayahnya, Annethaxia tersenyum.
"Jika ada yang bertanya kepadamu, apa yang kau lihat di tepi danau, pada malam ini."
"Katakan, kau melihatku di tepi danau sedang menunggumu menjemputku. Karena aku kebingungan mencari saudari-saudariku yang lain." Ucapan sang putri bungsu sama dengan titah sang Raja. Salman pun menaatinya.
"Lupakan hal lainnya, yang terjadi di tepi danau." Salman tersentak, penglihatannya tadi tidak salah!
Jika putri Annethaxia benar-benar didorong ke danau, oleh wanita di hadapannya ini.
Lalu, siapa sebenarnya wanita yang begitu mirip dengan putri bungsu sang Raja Luo?
"Apa kau memahami ucapanku?" tanya Annethaxia, karena Salman hanya terdiam.
"Ha-hamba, memahami ucapan Anda, Tuan Putri." Salman menjawab dengan tergagap.
"Siapa aku?" wanita itu memastikan.
"Putri Annethaxia Luo, putri bungsu Raja Dimitrix Luo, Raja Luo ke XXV, dan Ratu Zaffira."
"Bagus. Kita lanjutkan perjalanan kita menuju Chamber 'Aaqat–ruang tersembunyi."
***
[1] Bahan-bahan larutan elektrolit
1/4 sendok teh garam
1/4 cangkir jus delima
1/4 cangkir jus lemon
1½ cangkir air kelapa tanpa pemanis tambahan
2 gelas air dingin