Chereads / Annethaxia Luo Putri Negeri Salju / Chapter 3 - 003 First Sight

Chapter 3 - 003 First Sight

Jacob merasa telah sepuluh menit berlalu, suara itu makin nyata terdengar. Perlahan, ia memutuskan untuk mengintip dengan sebelah matanya.

Hal mengejutkan terjadi. Padang rumput yang terbentang luas di hadapannya, menghilang. Tergantikan oleh hamparan salju yang putih, terlihat berkilau bak cahaya keperakan.

Anehnya, Jacob sama sekali tidak merasakan kedinginan. Lagi-lagi ia berpikir, otaknya mulai dipenuhi oleh kegilaan. Jika ini mimpi. Ini adalah mimpi teraneh dan terpanjang. Karena, jika dalam keadaan normal, di saat Jacob merasa berada di alam mimpi, sesaat berikutnya ia akan terjaga, dan kembali ke dunianya. Namun, tidak dengan kali ini.

Perasaannya mulai diliputi kecemasan. Jika ini bukan mimpi, maka ini sesuatu yang nyata dan tidak masuk akal.

Daun telinga Jacob tiba-tiba bergerak, layaknya telinga kelinci yang menegak karena waspada dengan bunyi-bunyian.

Suara itu ... suara yang asing bagi Jacob, bahasa yang belum pernah ia dengar, namun terasa menyakitkan. Hatinya tiba-tiba diselimuti kesedihan. Perasaan cemas yang teramat sangat. Bagai seorang induk yang mengetahui anaknya terancam oleh kematian, jika tidak segera menolong.

Saat itu juga Jacob memperhatikan sekelilingnya. Sesekali matanya menyipit, memindai hamparan yang terbentang di depannya. Langkahnya perlahan mulai membawanya menjelajah daratan yang dipenuhi salju. Semua bagian yang tersaji tak ada yang lain selain salju. Seolah Jacob berada di Kutub Selatan atau Antartika.

Kutub Selatan adalah daratan yang dikelilingi lautan. Kebalikan dari Kutub Selatan, Kutub Utara adalah lautan beku yang kemudian berubah menjadi bongkahan es besar, dan dikelilingi oleh daratan.

Di Kutub Selatan, suhu rata-rata mencapai -49 derajat Celcius, bahkan pernah mencapai suhu -89,6 derajat Celcius. Namun, Jacob sama sekali tidak merasakan kedinginan, padahal pakaian yang dikenakannya sangat tipis. Yakinlah sudah, Jacob benar-benar berada di dalam mimpi yang panjang, atau jika apa yang dia alami adalah nyata, Jacob memprediksi, ini bukanlah dunianya.

Satu-satunya kunci keanehan ini adalah suara asing dengan bahasa yang tidak ia pahami, dan ia harus menemukan pemilik suara itu. Jacob semakin yakin, dia terjatuh atau masuk ke dunia lain. Saat dirinya memperhatikan lebih detail, Jacob berjalan di bawah hujan salju. Ia bahkan bisa melihat kepingan kristal salju. Seolah-olah melihatnya dari balik mikroskop. Dengan pembesaran tertentu. Kristal-kristal salju itu turun perlahan mengenai permukaan di bawah kaki Jacob. Bentuknya yang berbeda-beda dan terlihat indah, tanpa sadar telah memikat Jacob. Menengadahkan ke dua belah tangannya untuk menangkap kristal-kristal itu. Senyum tipis terlukis di bibirnya.

Untuk beberapa saat Jacob melupakan tujuan utamanya berjalan hingga ke tempat itu. Hingga, netranya kembali menangkap suara samar. Seperti suara langkah kaki yang terbenam ke dalam hamparan salju yang tebal.

Jacob menoleh ke kanan dan ke kiri. Memutar badannya ke segala arah, kembali mencari sumber suara tak kasat mata itu. Jacob sudah memutuskan untuk mengikuti permainan si pembuat suara aneh itu. Dengan harapan, bisa menemukan jawaban, di mana kini dirinya berpijak.

Suara itu terdengar seperti menyapanya. Meski Jacob tidak memahaminya, namun ia merasa, suara itu memiliki intonasi bertanya. Tanpa pikir panjang, Jacob menjawab dengan bahasa ibunya.

"Maaf, jika kau ada di dekatku dan bertanya. Aku tidak memahami apa yang kau ucapkan."

Hening selama beberapa saat, Jacob setia menunggu jawaban. Hingga kemudian suara di belakangnya mengejutkannya.

"Beginikah sopan santun kalian dalam berbicara satu dengan yang lainnya?–maksudnya memunggungi lawan bicaranya."

Jacob memutar tubuhnya, apa yang ada di belakangnya kini dapat ia lihat dengan jelas.

"Maaf, aku tidak bermaksud bersikap tidak sopan. Hanya saja, aku tidak tahu kau ada di mana." Pemilik suara yang terdengar merdu itu tersenyum.

Senyumannya seketika membekukan waktu. Jacob terpaku oleh pemilik senyum itu. Jika ia boleh menebak sepuluh kali. Maka ia akan menebak dengan jawaban yang sama sebanyak sepuluh kali. Bahwa yang di hadapannya ini adalah sosok Bidadari dari Khayangan, kulit putih bersih, memiliki mata yang jeli dan berbinar, berwarna hijau bak batu zambrud, rambutnya yang panjang menjutai putih keperakan. Telinganya tampak meruncing di atas.

Sosok bidadari yang sempurna. Meski Jacob belum pernah melihat wujud asli bidadari. Namun, baginya, sosok di hadapannya ini, jika ia adalah seorang wanita. Maka ia adalah wanita dengan kecantikan yang sempurna. Melebihi kecantikan Shasa, yang dengan kecantikannya itu, Shasa mendapatkan gelar sebagai kembang desa.

Tiba-tiba saja Jacob teringat Shasa, dan perjodohannya, dan juga ibunya. Pikirnya, jika ia pulang dengan membawa wanita yang berdiri di hadapannya–meneliti Jacob–ibunya pasti akan mendapatkan serangan jantung, saking bahagianya mendapatkan calon menantu idaman.

"Aku tahu apa yang ada di pikiranmu itu." Suara merdu wanita itu tiba-tiba saja membuyarkan lamunannya. Jacob tersipu. Hal yang sangat langka, yang bisa membuat Jacob merona karena malu.

Jacob terkekeh. Merasa canggung. Pikiran gilanya ternyata diketahui oleh wanita itu. Membuat Jacob mengerutkan keningnya.

Bagaimana bisa, wanita itu tahu, apa yang ada di kepalanya? Pikir Jacob.

"Ya, aku bisa membaca pikiranmu. Dan singkirkan segera pikiran aneh dan tidak masuk akal itu." Jacob, lagi-lagi dibuat mati kutu. Wanita itu tahu apa yang Jacob pikirkan tanpa harus mengutarakannya. Jika benar ia wanita. Pikirnya lagi, tidak bisa menahan diri untuk tidak berpikir.

"Aku tahu kau meragukan siapa aku. Ya, aku seorang wanita." Jawaban tanpa pertanyaan yang lugas terucap, membungkam otak Jacob untuk tidak berpikir. Ia berusaha mengosongkan pikirannya.

Fokus membayangan lahan perkebunan, padang rumput, dan hewan-hewan ternak miliknya. Dengan harapan, pikiran nakal dan liarnya tak lagi terbaca.

Wanita itu tersenyum. Senyum yang lagi-lagi menggetarkan jiwa Jacob. Membuatnya tidak tahan menatapnya lama, dan memutuskan untuk mengalihkan pandangannya. Jika tidak, ia tidak bisa menjamin pikirannya akan tertutup rapat, menyembunyikan apa yang ada di dalam hatinya.

"Kau pasti penasaran, bagaimana bisa berada di sini, bukan?" Wanita sempurna itu menawarkan sebuah jawaban, Jacob langsung mengangguk.

"Jacob Mandel, namamu?" Jacob tidak lagi terkejut, wanita itu dengan jitu menyebut namanya.

"Kau kini berada di Negeri Salju." Jacob merasa heran dengan pernyataan wanita itu. Tanpa diberitahu pun, Jacob tahu, ia sekarang berada di tengah-tengah salju. Tapi Negeri Salju? Negeri apa itu? Sebelah mana dari Kutub Selatan atau Kutub Utara.

"Negeri Salju, yang memiliki dimensi yang berbeda dengan duniamu berasal," lanjut wanita itu. Mengurai rasa penasaran Jacob.

'Ah dunia lain ternyata, dunia jin? Sihir?' Jacob membatin, yang tentu saja diketahui oleh wanita itu.

"Bisa dikatakan demikian–dunia lain, tapi kami bukan jin. Dan, ya, kami memiliki kekuatan yang bisa kalian sebut sebagai sihir, meski itu bukan sihir yang sebenarnya," Jacob kembali menutup pikiran lancangnya yang berhasil lolos.

Bibirnya perlahan membuka ....