Rena pingsan setelah mahluk kedua keluar kami membaca doa ayat suci Al-qur'an, syukurlah tapi ...
"Alhamdulillah sudah keluar !" ucap pak Ridwan dan mang Soleh. Gue hanya terdiam.
"Kamu kenapa Ga ?" tanya pak Ridwan, "Masih ada lagi kah? astagfirlullaah, engga nyangka dia banyak kerasukan !".
"Anu pak, memang ada tapi ... " gue terdiam cukup lama.
"Tapi apa Ga bilang saja? biar kita keluarin sekarang !" ujar pak Ridwan.
"Kasihan pak, dia sudah mengeluarkan energi banyak !" jawab gue, keduanya mengangguk dan membawa Rena ke ruang UKS.
Rena masih belum sadar, tapi gue merasa harus bertindak sebelum terlambat. Karena sekilas ketika membantu mengangkatnya gue merasakan kilasan masa lalu Rena.
"Ga bilang sama bapa ada apa ?" tanya pak Ridwan dan gue terpaksa menceritakan apa yang gue lihat,
"Serius, Ga ?" gue hanya mengangguk dengan pertanyaan pak Ridwan.
"Masya Allah !" dia menggeleng kepala.
"Maaf pak itu hanya penglihatan saya saja, mungkin harus ke orang yang lebih mengerti! tapi harus cepat pak kalau terlambat ... " gue terdiam.
"Iya Ga, ini bukan urusan kita, tapi kerasukan ini menjadi tanggung jawab sekolah kita !" ujar pak Ridwan.
Rena pun bangun, dia terlihar bingung. Dan akhirnya di antar pulang. Gue pun pulang bersama Bayu.
"Beneran, si Rena sudah di tandai sebagai tumbal ?" tanya Bayu tak percaya.
"Entah, gue tidak tahu, tapi terlihat kilasan masa lalu kedua orang tuanya !" jawab gue.
"Waktunya sampai kapan ?" tanya Bayu.
"Umur 17 tahun !" jawab gue.
"Ngeri ya, kedua orang tuanya engga nyangka! tega banget !" ujar Bayu.
"Itu karena perjanjian saja !" jawab gue.
-------------------
Keesokan harinya berita tentang Rena menjadi gosip panas, Rena tidak masuk karena sakit. Ternyata efeknya ke gue, karena diketahui Rena suka Bayu dan ada penyebab dari gue. Tapi gue biasa saja toh gue tak punya salah, banyak saksi gue menolong Rena.
"Hai bro !" sapa Reza.
"Hai Za !" jawab gue.
"Lo sudah dengar gosip ?" gue mengangguk.
"Za lo suka Rena ?" tanya gue tiba-tiba.
"Apa maksud lo Ga !" ujarnya terkejut.
"Sudah, gue tahu lo suka dia Za !" sahutku, ia terdiam dan akhirnya mengaku, dia suka Rena sejak SMP, menurutnya dulu dia anak biasa dan juga baik. Sampai usaha bapaknya bangkrut dan banyak hutang. Rena menjadi pendiam dan dia pun di bully. Tapi ketika kelas tiga semua berubah drastis, keluarga Rena menjadi kaya raya, bahkan lebih dari sebelumnya. Rena pun ikutan berubah menjadi sombong.
"Begitu Za, lo sudah memberitahu perasaan lo ?" tanya gue, dia menggeleng bukan takut tapi sungkan saja karena Reza bukan dari kalangan kaya tapi biasa. Gue terdiam dan merasa kasihan dengan keduanya.
Sampai suatu hari, gue mendengar dari Reza kalau Rena masuk rumah sakit. Reza minta di antar untuk menjenguk dia, gue terdiam. Bukan apa-apa di rumah sakit itu kan ... Ya sudahlah gue setuju.
Gue dan Reza sudah tiba di rumah sakit, kebetulan sore hari pukul empat. Gue sudah merasakan hawa yang tidak biasa ketika melangkah masuk rumah sakit.
"Kenapa lo Ga, kok menunduk ?" tanyanya heran.
"Lo make nanya Za !" jawab gue.
"Eh iya, sorry ga! emang banyak ya ?" tanyanya, gue hanya menghela nafas dan mengangguk.
"Oh !" setelah itu gue hanya bisa memegang lengan Reza agar tidak bertubrukan dengan orang lain karena berjalan menunduk.
"Sudah sampai Ga !" bisik Reza.
"Ini ruangan VIP !" ucapnya dan gue mengangkat wajah, gue menghela nafas.
"Mau VIP atau biasa sama aja kali! ini kan rumah sakit !" jawab gue.
"Oh gitu ya! itu kamarnya kok sepi ya ?" ujar Reza dan menengok ke jendela.
"Rena di dalam Ga ! tapi kayaknya pintunya tidak di kunci terbuka !" ujarnya dan gue melihat ke jendela dan terkejut.
"Ya Allah !" gue terkejut dan cepat masuk ke kamar.
"Ga ada apa !" Reza terkejut, tapi dia melihat mata Rena melotot dengan tangan terkepal.
"Gue akan cari dokter Ga !" ujarnya hendak keluar tapi gue memegang tangannya.
"Tidak usah percuma !" ujar gue, Reza melotot.
"Ya Allah! Ga itu ... mahluk apa ?" dia gemeteran melihat sesosok mahluk aneh di atas tubuhnya Rena, berupa monyet tapi berlidah panjang dan bertaring. Tanpa sengaja gue membuka aura Reza hingga bisa melihat.
"Za, Rena sudah menjadi tumbal dari kedua orang tuanya !" jelas gue. Reza melotot tak percaya.
"Ga, tolongin Rena !" ucapnya menghiba. Sebelum gue jawab mahluk itu sudah menyerang, gue mendorong tubuh Reza dan membuat pelidung. Gue kini bertarung.
"Kamu mau apa hah! dia milikku ... ha ... ha ... sebagai tumbal atas kekayaan kedua orang tuanya !" kata mahluk itu.
"Yang berhak mencabut nyawa itu hanya Allah semata !" ucap gue. Mahluk itu menyerang lagi dan gue pun berdoa. Mahluk itu meronta-ronta dan akhirnya menghilang.
"Kurang ajar, awas saja kamu !" ucapnya, gue terdiam. Tubuh Rena melemas dan tertudur.
"Kalian siapa !" tiba-tiba ada yang bertanya. Dan itu kedua orang tua Rena. Gue dan Reza terdiam.
"Anu om dan tante kami teman Rena !" jawab gue.
"Oh temannya ya !" jawab keduanya dengan angkuh dan cuek.
"Mah ... pah ... !" terdengar suara pelan.
"Rena kamu sudah bangun nak !" mamanya mendekati putrinya yang sudah sadar.
"Kamu tidak apa-apa ? ada temanmu tuh !" ujar papanya. Rena mengangguk lemah, Reza tertegun.
"Kok Rena tahu !" bisik Reza.
"Sebenarnya dia tahu, hanya dia tak bisa bergerak !" bisik gue.
"Terima kasih ya !" ucapnya lirih, ada air mata yang menetes dari pipinya. Tiba-tiba ada telpon berdering, papanya Rena yang mengangkat, dia pun keluar dengan ekpresi berbeda, istrinya khawatir dan mengikutinya keluar.
"Ren, maaf gue ... !" Reza tidak berkata apa-apa malah terdiam.
"Rangga tolong orang tua gue !" sahutnya pelan dengan nada permintaan tolong.
"Maaf Rena gue engga bisa sejauh itu! tapi ada seseorang yang bisa menolong lo kalau lo mau !" jawab gue, Rena mengangguk. Kedua orang tua Rena masuk kembali dan gue permisi keluar untuk menghubungi seseorang dan itu adalah ustadz Zaenal yang menolong gue waktu itu.
"Oh ustadz ada disini ? iya pak saya tunggu kamar 23 di ruang VIP !" jawab gue.
"Iya pak Ustadz, Assalam mualaikumm !" ucap gue dan menutup telpon.
-------------
"Assalam muallaikumm !" tak lama terdengar suara sapaan dari luar.
"Wa allaikum sallam !" jawab kami dan ternyata itu ustadz Zaenal datang kebetulan ia sedang menengok seseorang di rumah sakit ini, dan ketika gue telpon dia tak keberatan mampir walau gue belum cerita apa yang sebenarnya terjadil
"Masya Allah !" ucapnya terkejut ketika masuk dan melihat Rena dan kedua orang tuanya, ia sepertinya menyadari sesuatu dan melirik ke arah gue dan sepertinya. mengangguk mengerti.
"Oh, anda siapa ya ?" tanya kedua orang tua Rena yang terkejut dengan kedatangan ustadz Zaenal yang tidak mereka kenal.
"Mah, pa dia guru aku di sekolah !" jawab Rena tiba-tiba seperti menyadari mungkin ini yang dimaksud gue untuk menolong dia dan keluarganya.
"Eh iya betul pak dan ibu ... saya gurunya ... Rena !" dia terpaksa berbohong karena dari sikapnya ia menyadari seperti apa kedua orang tua Rena.
"Katanya sakit, sudah berapa lama ?" tanya ustadz Zaenal.
"Baru kemarin masuk rumah sakit, dokter belum tahu apa penyakitnya! tapi sebelumnya juga katanya Rena kerasukan di sekolah !" jawab mamanya.
"Ya Allah, begitu ya ! boleh saya minta botol air minum biar saya doain supaya sembuh maksud saya biar tenang Rena nya kalau pengobatannya diserahkan ke dokter! insya Allah sembuh !" ucapnya tenang, kedua orang tua Rena tidak keberatan dan memberikan sebotol air putih. Kembali handphone papanya berdering. Dan keduanya kembali permisi keluar ruangan.
"Minumlah !" ucap Ustadz Zaenal.
"Pak Ustadz ... " Rena ingin mengatakan sesuatu.
"Saya mengerti, minumlah dulu !" jawab Ustadz Zaenal sambil tersenyum. Rena mengangguk dan meminumnya ia terbatuk-batuk.
Bersambung ...