Chereads / MATA KETIGA / Chapter 17 - Misteri sebuah Pabrik 1

Chapter 17 - Misteri sebuah Pabrik 1

Pertandingan basket antar sekolah pun dimulai, tim basket sekolah gue mendapatkan perlawanan yang sangat kuat dari para lawannya tim sekolah lainnya. Gue pun selalu menyemangati tim basket dimana pun bertanding. Yah semua itu karena Bayu, dia tak bisa ditolak. Bahkan sekarang Bayu sering main ke rumah gue, sehingga kedua orang tua gue sudah kenal dan tak percaya kalau gue punya teman dekat.

Para pemain tim basket pun mulai akrab dengan gue, termasuk anggota tim cherrleader setelah insiden dengan Rena usai. Rena sekarang sudah pindah ke desa mengikuti kedua orang tuanya, tapi hubungan dengan Reza tetaplah baik. Beberapa waktu kemudian tim basket berhasil menang, ujian tengah semester di adakan dan akhirnya libur sekolah.

Hari pertama liburan gue hanya tinggal di rumah tanpa kemana-mana. Sampai suatu hari Sandi dan Hasan datang tanpa pacar mereka.

"Tumben, ada apa ?" tanya gue. Sandi dan Hasan saling tatap.

"Ada apa sih !" ujar gue.

"Anu Ga, gini ... gue punya paman! dia tuh kerja di sebuah pabrik! Anu ... akhir-akhir ini katanya sering sekali karyawannya kesurupan !" ujar Hasan.

"Lalu ?" tanya gue.

"Ya lo, kan bisa melihat dan pengen dilihat ada apa sih disana! tapi ini keinginan gue loh, bukan paman !" kata Hasan.

"Oke !" jawab gue, keduanya terkejut,

"Serius, Ga ?" tanya Hasan, gue mengangguk.

"Tapi tempat paman gue jauh di luar kota, ya sekitar 2 jam dari sini !" ujar Hasan.

"Tak masalah, gue pengen liburan bro !" jawab gue. Hasan sangat senang Akhirnya kami janjian disuaru tempat.

Dan gue meminta ijin ke kedua orang tua gue untuk pergi, mereka agak terkejut tapi akhirnya menyetujuinya. Kita ketemuan di terminal bus. Dan gue engga sendiri, siapa lagi kalau bukan Bayu yang tahu dan pengen ikut juga. Di terminal sudah ada Hasan dan Sandi menunggu.

"Kita tunggu bus dulu di sini, paman gue tinggal di kampung !" ujar Hasan, semua mengangguk termasuk gue.

"Ga lo engga apa-apa ?" tanya Sandi, setiap gue mendengar hal itu pasti dihubungkan dengan dimensi lain.

"Lo semua pengen lihat apa yang gue lihat ?" tanya gue tersenyum pasti mereka menolaknya.

"Emang ada ?" tiba-tiba Hasan ngomong seperti itu.

"Yaelah San di pabrik aja ada, di sekolah juga ! apa lagi di terminal !" jawab Sandi menyenggol Hasan.

"Iya, lo benar juga ya! gue lupa, sorry Ga !" ujar Hasan tertawa.

"Memang ada, tapi ini semua lebih karena ulah manusia sendiri !" jawab gue.

"Ulah manusia, maksudnya seperti ..." Bayu tidak melanjutkan perkataannya. Tapi Hasan dan Sandi tahu.

"Begitulah, apa yang terbesit dengan angkutan umum ?" tanya gue.

"Panas, gerah, sumpek dan ... oh kejahatan di dalam bus ?" tanya Sandi. Gue mengangguk.

"Gue pikir copet itu keahlian kecepatan tangan !" ujar Sandi.

"Itu hanya contoh sederhananya! tapi ada juga yang menggunakan mahluk halus untuk melakukan kejahatan! termasuk ... yang jualan !" jawab gue, semua pasti tahu maksud gue. Dan mereka mengangguk.

-------------------

Akhirnya bus yang membawa kami ke rumah pamannya Hasan pun datang, kami naik tidak begitu penuh, tentu saja akan ngetem dulu dalam beberapa menit bisa setengah atau sejam agar bus penuh. Kita duduk agak depan di dua tempat duduk, tentu saja gue dengan Bayu dia menyuruh gue duduk dekat dengan jendela dan Hasan serta Sandi duduk di depan karena tahu jalannya, katanya tidak akan sampai terminal jadi turun sebelum masuk kota.

Akhirnya bus berangkat juga, setelah keluar terminal pun masih mencari penumpang. Bus melaju dalam kecepatan sedang, tadi berapa riuhnya dengan banyaknya pedagang asongan yang menjajakan dagangan dari minuman, makanan sampai peralatan yang entah kenapa di tawarkan, di tambah ada beberapa pengamen dengan berbagai aliran dari hanya mengandalkan tepuk tangan, gitar dan juga alat musik. Sumbangan untuk mesjid atau pesatren lah pun ada.

"Kenapa Ga ?" tanya Bayu, "Lo mabuk ?" gue mengangguk, memang memalukan tapi ini disebabkan karena gue jarang bepergian dengan kendaraan umum, bukannya sombong, tapi dengan kendaraan pribadi pun sering.

"Nih permen! dan lo buka jendelanya !" ujar Bayu memberikan permen hangat dan membuka jendela agar angin masuk.

"Terima kasih Yu !" ucap gue, Bayu hanya tersenyum saja.

"Ya udah lo tidur saja !" ujarnya. Iya juga, gue mengangguk. Dan akhirnya tertidur. Itu karena gue antusias dengan perjalanan ini, bisa dikatakan ini perjalanan pertama yang jauh bersama teman-teman.

Gue terbangun karena ada sedikit guncangan, gue terkejut karena kepala gue berada di pundak Bayu, dia di kepala gue jadinya saling tindih. Tapi hanya sebentar diangkatnya kepalanya dan posisi tegak, dia tertidur juga. Saat itulah gue bangun. Semua pada istirahat, hanya sebagian mengobrol, sejauh ini di dalam bus tidak ada apa-apa, cuman ketika gue melirik ke jendela dan melihat jalanan, toko-toko atau mobil barulah terlihat berbagai mahluk astral di antara semua keramaian di luar sana. Kadang bus berhenti karena ada angkot yang menyemut depan pasar.

"Ga lo udah bangun ?" tanya Bayu, gue mengangguk.

"Ada apa ?" kembali gue mendapat pertanyaan itu mungkin melihat raut muka gue, gue hanya tersenyum tidak mungkin cerita hantu di dalam bus yang banyak, orang kan.

"Engga apa-apa !" jawab gue.

"Lo mau minum ?" tanyanya, gue menggeleng.

"Gue bawa sendiri kok !" jawab gue menolak dan mengeluarkan botol minuman, Bayu hanya mengangguk.

Tak lama kami pun sampai tujuan, dan turun tepat di sebuah hutan kecil. Di seberang jalan pun sama ada bukit yang tinggi yang di penuhi pepohonan. Hanya ada jalan yang menuju ke atas di tempat kami turun. Dan akan dilanjutkan dengan naik angkot menuju atas, katanya kurang lebih sejam karena berada di kaki sebuah gunung kampung pamannya Hasan.

Di angkot banyak ibu-ibu yang baru pulang dari pasar, banyak obrolan yang terdengar dari harga pangan sampai kejahatan di pasar. Dan harus diakui mereka semua jujur tidak ada apapun yang gue lihat atau rasakan.

Tak lama angkot pun berangkat, gue duduk di dekat pintu keluar, sedang Bayu, Hasan dan Sandi di jajaran depan dari di belakang supir berjejer. Sampai seorang pria masuk ke angkot dengan gaya pakaian bagus. Gue mencium bau minyak wangi menyengat tapi ... kok bau melati ? memang ada parfum itu tapi benar-benar melati yang berbeda, dia duduk di samping gue dan di antara ibu-ibu. Gue yang di sebelahnya akhirnya tahu apa maksud dan tujuannya karena dia sempat menyenggol pundak gue.

Selama perjalanan ibu-ibu terus mengobrol tanpa sadar dompet mereka tergeletak begitu saja du atas barang belanjaan, dan beberapa kali tubuhnya, bersentuhan dengan gue, karena penuh dan jalan tidak begitu baik. Laki-laki itu terdiam tapi kemudian ikutan mengobrol, aura yang dikeluarkan berbeda. Gue menghela nafas, ternyata kejahatan bukan hanya di kota tapi di kampung pun ada. Gue pun membaca doa, setiap dia bersenggolan sehingga bau ditubuhnya menghilang begitu saja.

Tanpa sadar si ibu di sebelah lelaki itu mengambil dompet di atas belanjaannya, begitupun yang lain. Si lelaki berubah raut wajahnya menjadi masam setelah tadi bersikap ramah mungkin usahanya kali ini gagal total dan gue pastikan ilmunya menghilang selamanya, kecuali dia berguru lagi, tak lama dia pun turun dan angkot pun berjalan kembali. Ada seseorang ibu-ibu yang menyadari hal itu dan memberitahu kepada yang lain, semua menjadi heboh di dalam angkot, sementara yang lain menatap gue ...

Bersambung ....