"Teeet!!" Bel sekolah siang itu berbunyi tanda sekolah telah berakhir. Raymond yang akan latihan band sepulang sekolah tengah menunggu teman bandnya.
Dia menunggu di halte depan sekolahnya. Dengan santai, dia duduk di depan halte sekolahnya sambil menghisap rokoknya. Dilihatnya, murid-murid telah berhamburan keluar gerbang sekolah.
"Uhm, kemana nih personel gue? Moga aja gak ada yang kena hukuman," katanya dalam hati.
Ada kekhawatiran teman bandnya ada yang kena hukum karena tidak mengerjakan tugas sekolah atau ketahuan mencontek. Di tengah keresahannya, tiba-tiba Romi berlari ketakutan. Dia langsung bersembunyi di belakang Raymond.
"Eh, Rom. Lo kenape?" tanya Raymond keheranan.
"Ray, please … tolongin gue," kata Romi ketakutan.
Dilihatnya wajah Romi tampak pucat pasi. Raymond yang mengetahui Romi adalah seorang playboy hanya tersenyum ringan.
"Lah, Elo. Pasti urusannya gak jauh dari cewek. Emang lo habis ngapain sih?" tanya Raymond.
"Ray, cewek gue marah. Please, tolongin gue," kata Romi dengan wajah ketakutan.
"Cewek lo? Siapa? Perasaan lo baru aja putus sama Rista. Emang, siape cewek lo yang sekarang?" tanya Raymond keheranan.
Dia memandang ke suatu tempat dengan wajah ketakutan. Buru-buru dia kabur. Raymond kebingungan. Dia berteriak memanggil temannya.
"Rom … Romi. Mau kemana kamu?" teriaknya.
Teriakan Raymond rupanya di dengar cewek itu. Dia langsung mendekati Raymond dan mencengkram kerah bajunya. Raymond terkejut melihat cewek itu.
"Rinda?!" katanya terkejut.
Rinda adalah cewek yang berbadan kekar dan tomboy. Sebenarnya, wajahnya cantik. Namun, karena badannya kuat seperti cowok, tak ada yang berani menggodanya. Tak jarang dia ikut tawuran karena kemampuan gulatnya yang hebat. Raymond memandangi Rinda dengan ketakutan.
"Busyet! Jadi, cewek barunya Romi si Rinda? Waduh … bener-bener nih anak," katanya dalam hati.
Dengan wajah marah, Rinda memandang tajam pada Raymond.
"Heh! Lo tahu kemana Romi? Lo kan temennya. Kasih tahu, atau gua akan banting lo!" bentaknya.
Keringat dinginnya bercucuran. Raymond hanya mengangguk ketakutan.
"Waduh, Please. Jangan. Oke … Gue nanti latihan bareng dia. Lo ikut kita aja," katanya dengan nada ketakutan.
Ekspresi wajahnya berubah. Dia kembali tersenyum dan melepaskan cengkramannya. Dia rapikan kembali baju Raymond.
"Bagus! Lo jangan macam-macam sama gue, atau gue jadikan lo sansak. Ngerti?!" kata Rinda dengan senyum manisnya.
DEG! Jantung Raymond seolah terhenti. Dia hanya memandangi Rinda dengan wajah ketakutan.
"Sial! Sedikit saja nanti meleset, gua bakal jadi sansak. Nih cewek cantik, tapi ngeri banget," kata Raymond dalam hati.
Raymond yang ketakutan hanya mengangguk. Mereka berdua saling diam. Dan tak lama kemudian, datanglah Yusta dan Victor.
"Eh, kemana Romi? Tadi perasaan dia pulang lebih dulu," kata Yusta.
Victor yang keheranan memandangi Rinda.
"Loh, Rinda. Lo nunggu siapa?" tanya Victor.
"Gue mau ikut Lo pade. Gua ada perlu sama Romi," katanya singkat.
Victor langsung terdiam. Dia sejenak memandangi Raymond dengan wajah keheranan. Raymond hanya memberi isyarat supaya tidak ikut campur urusanya. Victor yang mengetahui siapa Rinda hanya diam.
Mereka pun langsung berangkat ke studio Bang Boim. Sesampainya di sana, mereka menunggu di depan studio. Namun, Romi tak kunjung tampak batang hidungnya. Raymond yang ketakutan bertanya pada Boim.
"Bang, lo lihat Romi kagak?" tanya Raymond.
"Uhm, … Uhm …. Tadi …," kata Boim sambil menoleh ke suatu tempat.
"Bang. Tadi Romi kesini gak?" tanya Raymond.
"Uhm … tadi sepertinya di situ. Tapi, koq tiba-tiba hilang?" Boim tampak keheranan.
Boim yang kebingungan mencari Romi. Dia berteriak memanggil Romi, namun yang di panggil tidak menyahut. Boim tampak keheranan.
"Ray, gua cari dia kok kagak ada? Gue heran deh. Biasanya dia suka ngopi di sana, tapi kok tiba-tiba gak ada?' kata Boim keheranan.
Sementara di sekitar tempat itu, Romi tengah bersembunyi. Dia begitu ketakutan melihat Rinda datang ke studio bersama Raymond dan teman bandnya. Keringat dinginnya bercucuran.
"Waduh! Gile, ternyata si Rinda kemari. Bisa mampus gue di smack down ama tuh cewek. Duuuh! Ngapain gue terima cinta dia?" katanya dalam hati.
Romi melihat tasnya masih di bangku ruang tunggu. Dia hendak mengambilnya, namun Rinda keburu melihat tas itu ada di bangku. Tanpa bicara, dia ambil tas milik Romi.
"Waduh! Nasib. Tas gue udah diambil Rinda. Gawat!" katanya dalam hati.
Romi terus bersembunyi. Namun, tiba-tiba dirasakan kakinya geli. Dilihatnya ada kecoak yang masuk ke sepatunya. Romi yang begitu geli pada kecoak langsung memekik.
"KYAAAA!! Kecoak! Hiiii …." Romi memekik karena jijik.
Tanpa sadar, dia keluar dari persembunyianya dan melepas sepatunya. Dia keluarkan kecoak itu dari sepatunya. Dan, setelah tersadar, Rinda sudah berdiri di depannya. Romi menatap Rinda dengan wajah ketakutan.
"Hehehe, Sayang. Akhirnya kita bertemu juga. Sekarang, ayo ikut aku!" kata Rinda dengan senyum manis namun mencengkram tangan Romi dengan kuat.
"Say, maafkan aku. Aku gak bakal ngerayu cewek lagi," kata Romi ketakutan.
Rinda tak menggubris. Dia Tarik tangan Romi dan membawanya ke senuah tempat yang sepi. Disana, tanpa basa-basi Rinda menghajar Romi habis-habisan.
"Romi! Lo tega ya selingkuh di depan gue. Emang kurang apa gue sama lo? Gue sayang sama lo, tapi, lo tega." Rinda melayangkan pukulan keras di wajah Romi.
Bugh! Sebuah tendangan melayang di perutnya. Romi merintih kesakitan. Dalam sekejab, wajahnya babak belur.
"Aduh! Ampun, Say. Aku janji gak begitu lagi," kata Romi sambil memegangi perutnya.
"Say, lo gak perlu begini kalo loe setia. Ingat, lo jangan buat gue marah lagi, oke?" balas Rinda dengan senyum mesra setelah puas menghajar Romi.
Romi hanya mengangguk. Kemarahan cewek itupun mereda.
Anehnya, kendati demikian marah terhadap Romi, Rinda masih mau memaafkannya. Dengan lembut, dia obati luka memar di wajahnya. Dia pijat tangannya yang memar.
"Aww! Sakit!" rintih Romi.
"Tahan, Say. Tahan sebentar, Nanti enakan kok," kata Rinda yang dengan lembut memijat lengan Romi yang memar.
Dan memang benar, setelah itu lengannya baikan. Romi merasa lega. Setelah marahnya selesai, Rinda menggandeng mesra Romi dan mengantarnya kembali ke studio.
Kemarahannya telah berubah. Senyumnya tampak manis, namun Romi masih tampak babak belur. Boim yang melihat Romi hanya menggelengkan kepalanya.
"Oke, gue titip cowok gue ya. Kalo dia macam-macam, bilang sama gue. Oke?" kata Rinda dengan senyum manis.
Raymond yang ngeri melihat Romi babak belur hanya mengangguk. Sebelum pulang, Rinda mencium mesra kening Romi, dan mengelus pipi kirinya.
"Say, baik-baik di sini ya. Gua pulang dulu," kata Rinda dengan nada mesra.
Romi yang masih ketakutan hanya mengangguk dan berusaha tersenyum. Sepeninggal Rinda, Boim hanya nyengir.
"Rom, Lo kenapa babak belur gitu?" tanya Boim.
"Yeee, pake tanya lagi. Gua di hajar ama tuh cewek," kata Romi dengan wajah jutek.
Boim membelalakkan matanya. Dia begitu terkejut.
"Busyet! Dia hajar lo sampe babak belur gini?!" Boim hanya menggelengkan kepalanya.
Raymond begitu prihatin melihat kondisi Romi.
"Nah lo juga salah, Rom. Untung lho dia masih mau ngobatin. Dia sayang banget sama lo. Kalo kagak, lo beneran di smack down, udah koit lagi," kata Raymond mengingatkan.
"Iya, Rom. Lo tahu gak, Derry? Itu, kakak kelas kita yang terkenal jahil aja pernah dibanting sama cewek Lo Lo kok berani bermain di belakang dia," kata Yusta.
Boim yang mendengar cerita Yusta hanya mengelus dada.
'Widiw … Rom. Derita lo punya pacar cewek bionic macam dia. Cantik sih orangnya, tapi ngeri juga," celetuknya.
Romi yang dari tadi diam akhirnya mengatakan mengapa dia terima cinta Rinda.
"Lo semua gak tahu ya. Gue terpaksa nerima cinta dia. Dari masuk sekolah, dia kejar-kejar gue. Dan gue heran, dia itu hanya ngejar gue. Dan waktu selesai UAS, dia nembak gue. Kalo gue nolak, mampus gue. Aduh … apes gue," keluh Romi.
Raymond merangkul Romi yang merupakan sahabatnya dari SMP. Dia mencoba menasehati Romi.
"Bhro, gua tahu lo bagaimana waktu SMP. Mungkin, ini balasan dari perilaku lo selama ini. Udah, Rom. Lo boleh nakal, tapi tolong jangan mainin cewek. Beruntung loh, Rinda masih mau maafin lo," kata Raymond.
"Iya, Rom. Sudahlah, terima saja Rinda apa adanya," kata Victor menasehati.
Romi terdiam sejenak. akhirnya perasannya kembali tenang. Setelah perasannya tenang, mereka akhirnya mulai latihan band. Setelah dua jam berlatih, mereka akhirnya pulang ke rumah masing-masing.
Sore harinya, Chika yang tengah menyiram bunga di rumahnya dikejutkan dengan sebuah mobil yang berhenti di depan rumahnya. Reno keluar dari mobil itu.
"Chika," sapa Reno.
Chika tersenyum manis melihat Reno yang sudah berdiri di depannya.
"Reno, sebentar ya. Kamu masih siram-siram tanaman. Sebentar lagi selesai," kata Chika sambil menyelesaikan pekerjaannya.
Setelah selesai, Chika menemui Reno dan mengajaknya masuk ke ruang tamu. Setelah mempersilahlkan Reno duduk, Chika membuka percakapan.
"Reno. Kok lo bisa tahu rumah gue di sini?" tanya Chika.
"Oh, gue tahu dari Wulan," jawab Reno.
Chika menggut-manggut. Dan, sore itu mereka terlibat percakapan ringan. Reno yang terkenal playboy mulai melancarkan rayuan gombalnya. Berulang kali, dia memberi sinyal pada Chika, namun Chika menanggapinya biasa.
"Uhm, Chika ini unik. Gue gak akan nyerah buat ngedapetin dia," bathinnya.
Reno berusaha mengambil hati Chika. Dia sesekali menanyakan pelajarn di sekolah. Chika yang memang suka membantu dengan tenang menjawab pertanyaan Reno. Rupanya, tanpa terasa hari mulai petang. Reno akhirnya pamit pulang.